TintaSiyasi.com -- Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung berupaya merancang dan menggulirkan langkah strategis guna menekan potensi meroketnya angka inflasi, menekan ancaman resesi pangan, serta fenomena El Nino. Oleh karenanya, perlu kolaborasi seluruh stakeholder karena pasokan pangan Kota Bandung tergantung dari luar Kota. "Kuncinya komunikasi dan kolaborasi. Bandung ini Kota kolektif distributif. Kita ini kota penyangga dari Kota lainnya, terutama sektor jasa. Jadi jadi perlu kolaborasi berbagai pihak," kata Plh Wali Kota Bandung, Ema Sumarna dalam acara Dialog Forum Publik TVRI Jabar, Senin 22 Mei 2023.
Ema mengatakan, program yang melahirkan ketahanan pangan seperti Buruan Sae dipastikan terus bergulir. Pemkot Bandung terus menstimulus agar seluruh RW di Kota Bandung menerapkan Buruan Sae (bandung.go.id, 22/05).
Buruan Sae adalah sebuah program urban farming terintegrasi yang digalakkan oleh dinas pangan dan pertanian (DISPANGTAN) kota Bandung, yang ditujukan untuk menanggulangi ketimpangan permasalahan pangan yang ada di kota Bandung. melalui pemanfaatan pekarangan atau lahan yang ada dengan berkebun untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga sendiri. Buruan Sae juga diharapkan bisa memajukan masyarakat secara ekonomi ketika hasil produksi pertanian melebihi kebutuhan harian warga (buruansae.bandung.go.id).
Namun, bisakah program urban farming ini menjadi solusi tuntas atas permasalahan pangan yang terjadi?
Buruan Sae mungkin akan menjadi program unggulan bagi warga kota Bandung dalam masalah ketahanan pangan di tengah inflasi, kenaikan harga bahan pokok, dan adanya ancaman resesi pangan. Masyarakat belajar menjadi produktif dan mandiri untuk menghasilkan sendiri produk pangannya di daerah masing-masing. Namun, itu hanyalah solusi alternatif dan sementara. Bisa dikatakan juga tidak solutif sampai ke akar karena keterbatasan lahan, kemampuan warga dalam pertanian, juga bahan-bahan pangan lainnya, tidak akan mungkin membuat satu kota berdiri mandiri dalam ketahanan pangan.
Negara tetaplah menjadi penanggung jawab terbesar untuk memastikan ketersediaan stok bahan pangan bagi seluruh warganya. Negara juga mesti memastikan setiap distribusi bahan pangan berjalan dengan lancar ke seluruh wilayah. Bukan membiarkan masyarakat menjadi mandiri menyediakan pasokan pangannya, walaupun dengan begitu, masyarakat akan bisa menjadi produktif.
Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alam, termasuk dalam sektor lahan dan pertanian. Sebelum menunjuk masyarakat untuk hidup mandiri menyediakan bahan pangan, seharusnya pemerintah, baik pusat maupun daerah, memaksimalkan kinerja untuk menyediakan bahan pangan bagi seluruh masyarakat. Hanya saja justru yang sering ditemui adalah masalah sektor pertanian yang tidak kunjung selesai. Misalnya, petani negeri ini mengalami kesulitan dalam bertani. Mereka susah mencari pupuk, kalaupun ada, harganya mahal. Mereka dihadapkan dengan hama tanaman yang merusak pertanian atau teknologi pertanian yang masih tradisional. Meskipun ada bantuan pemerintah, jumlahnya terbatas dan masih membuat sulit para petani, kecuali para petani yang memiliki modal besar, mereka baru dapat keuntungan. Namun, mayoritas petani negeri ini bukanlah petani kaya. Negara minim perhatian terhadap petaninya sendiri. Padahal petani adalah ujung tombak dari ketahanan pangan dalam negeri.
Semua masalah ini akibat penerapan kapitalisme. Ideologi berasaskan materialisme ini telah memberi kebebasan para kapitalis menguasai berbagai usaha, mulai dari hulu, distribusi hingga hilir. Akhirnya, para petani kesulitan mendapatkan stok pupuk, obat-obatan, benih, dll.
Kapitalisme membuat peran negara yang seharusnya mengurusi kebutuhan rakyat, kini hanya sebatas regulator. Pemegang kebijakan akan membuat regulasi yang pada kenyataannya justru banyak menguntungkan para kapitalis. Banyak perusahaan swasta justru menguasai industri pangan, seperti beras, minyak sawit, ikan, dsb.
Ketahanan pangan merupakan salah satu pilar ketahanan negara dalam kondisi apa pun, baik damai, bencana, atau peperangan. Pangan bukanlah sekadar masalah ekonomi, tetapi termasuk masalah politik. Pemimpin harus memiliki politik ketahanan pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan yang kuat.
Dalam Islam, masalah ketahanan pangan juga diatur. Ini berkaitan tidak hanya dalam bidang ekonomi, melainkan juga politik. Negara wajib menjadikan Islam sebagai landasan dalam membuat aturan. Negara wajib menjalankan syariat Islam dengan kaffah agar masyarakat dapat hidup berkah, termasuk dalam mewujudkan ketahanan pangan.
Islam akan menjadikan seorang pemimpin menerapkan sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi ini akan melahirkan kebijakan yang benar dalam pengelolaan, pendapatan, sampai seluruh transaksi harus berdasarkan pada Islam.
Misalnya, bidang pertanian, perikanan, ataupun kelautan, akan diserahkan pada ahlinya, bukan kepada masyarakat secara umum. Semua bidang itu akan mendapat pembiayaan yang cukup dan negara senantiasa mendorong mereka untuk mengembangkannya. Negara juga berkewajiban memenuhi seluruh hajat rakyatnya sehingga bertanggung jawab mengelola rantai pangan, mulai dari produksi, distribusi, sampai konsumsi.
Negara tidak boleh membiarkan seluruh rantai itu berjalan sendiri atau menyerahkan pada swasta. Ia harus mengawasi sehingga tidak ada pemodal atau pihak lain yang bisa merusak harga, berbuat curang, ataupun menimbun barang. Ketahanan pangan bukanlah sekadar memastikan kebutuhan masyarakat terpenuhi, melainkan juga menjamin pangan yang rakyat konsumsi halal dan tayib.
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang imam (kepala negara) laksana perisai, rakyat di belakangnya dan dia menjadi pelindung bagi rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Negara yang sejahtera adalah negara yang memiliki pemimpin dengan sifat mengayomi dan bertanggung jawab. Sayangnya, negara di sistem kapitalisme tidak begitu. Semua ini hanya bisa terlaksana jika negara mengambil Islam sebagai solusi fundamental. Islam memberikan jawaban dengan adanya sistem pemerintahan Islam yang akan menjadikan Islam sebagai landasan pengambilan kebijakan.
Wallahualam bisshawab.
Oleh: Ariefdhianty Vibie
Aktivis Muslimah
0 Comments