TintaSiyasi.com -- Rakyat dibuat tercengang dengan melonjaknya harga telur di pasaran beberapa pekan terakhir. Melansir data dari Panel Harga Pangan Nasional pada Kamis 18 Mei lalu, telur ayam ras naik 0,50% menjadi Rp. 30.310 per Kg di rata-rata nasional.
Harga telur termurah terdapat di Aceh (Rp. 26.430 per kg) sedangkan harga termahal terdapat di Papua (Rp 36.570).
Mengulik lebih jauh terkait kenaikan harga telur, rupanya banyak faktor yang membuat permasalahan ini kian kompleks. Ketua Asosiasi Paguyuban Peternak Rakyat Nasional Blitar Rofi Yasifun mengatakan, kenaikan harga telur disebabkan oleh tingginya permintaan dan naiknya biaya produksi.
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) juga telah melakukan analisis serupa dan memfokuskan perhatian pada dua faktor utama. Yakni masalah faktor produksi yang disebabkan oleh harga pakan yang tinggi, serta masalah kegiatan distribusi yang berjalan tidak sesuai keadaan sehingga menggangu demand dan supply pasar. (Dihimpun dari Liputan 6 dan CNN Indonesia)
Lonjakan harga barang menunjukkan adanya laju inflasi dalam kondisi perekonomian suatu negara. Tingginya permintaan (demand pull inflation) dan naiknya biaya produksi (cost push inflation) merupakan penyebab awal terjadinya inflasi. Dan dalam kasus naiknya harga telur, kedua faktor ini serempak hadir memenuhi. Fenomena seperti ini tentu merupakan hal yang wajar terjadi pada sistem perekonomian manapun. Yang membedakan adalah bagaimana sistem tersebut mampu menyajikan solusi untuk menekan laju inflasi secara kontinyu.
Metode Kapitalisme dalam Merespons Inflasi
Dalam ekonomi Kapitalisme, pemerintah menawarkan beberapa kebijakan untuk mengatasi inflasi, salah satunya adalah kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral dalam rangka menjaga kestabilan harga dan mata uang negara tersebut. Kebijakan moneter sendiri memiliki beberapa instrumen, seperti politik diskonto (menaikkan suku bunga), operasi pasar terbuka (jual beli surat berharga), menaikkan kas rasio, dan politik pengaturan kredit.
Sebagai contoh pada September 2022 lalu, The Fed (bank sentral AS) menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin, kali kelima setelah sebelumnya menaikkan suku bunga pada 17 Maret, 5 Mei, 16 Juni, dan 28 Juli.
Bukannya menangani secara tuntas, politik diskonto sejatinya menimbulkan resiko masa depan serta memberi beban pada pelaku ekonomi. Kenaikan suku bunga, akan meningkatkan biaya aktivitas ekonomi, biaya modal, dan ekspektasi pengembalian pinjaman utang bagi investor.
Akibatnya, dunia usaha akan meredup, aktivitas produksi akan menurun, lalu berujung pada banjir PHK massal yang merugikan rakyat.
Instrumen lainnya dari kebijakan moneter ialah operasi pasar terbuka. Bank sentral akan menjual surat berharga SBI jika ingin mengurangi jumlah uang dari masyarakat. Sebaliknya, jika ingin menambah jumlah uang yang beredar maka Bank sentral akan membeli surat berharga tersebut dari masyarakat. Sekilas tampak berhasil dalam menjaga kestabilan mata uang, namun transaksi asset dalam pasar non riil adalah kegiatan yang akan berpengaruh besar dalam nasib ekonomi suatu negara.
Transaksi asset non riil hanya akan menimbulkan gejolak ketidakstabilan pada supply dan demand di pasar.
Cara Islam Menuntaskan Inflasi
Berbeda dengan Kapitalisme, Islam memiliki solusi yang tuntas dan mengakar dalam menekan laju inflasi. Islam tidak mengakui kebijakan moneter, kebijakan fiskal, kebijakan riil, atau kebijakan apapun itu yang digunakan dalam sistem ekonomi ribawi saat ini.
Islam tidak akan menaikkan suku bunga, karena bunga itu sendiri adalah riba dan diharamkan dengan tegas dalam Al-Quran.
Islam juga tidak akan menerapkan operasi pasar terbuka, sebab perdagangan dalam pasar non riil hanyalah ilusi semata yang akan meledak suatu saat dan diharamkan dalam Islam.
Lebih dari itu, Islam juga memiliki mata uang tetap yang terjaga stabilitasnya, yakni dinar (emas) dan dirham (perak). Mata uang dalam Islam tidak boleh diperjualbelikan sehingga tidak ada lagi cerita melemahnya nilai rupiah ataupun naiknya kurs dollar.
Dalam menghadapi kelangkaan barang, Islam berupaya keras untuk menghadirkan barang tersebut melalui dana dari Baitul Mal. Islam juga mengharuskan adanya subsidi bagi rakyat, menyuplai dan memasok seluruh kebutuhan pangan secara merata dan maksimal, menjaga kestabilan harga, memastikan semua pelaku ekonomi mendapat maslahat, serta masih banyak lagi metode-metode yang dicontohkan oleh para sahabat dan pengikutnya dalam mengelola perekonomian negara.
Hal itu karena Islam memiliki tujuan utama dalam menjalankan pemerintahan, yakni melayani dan mengayomi kebutuhan masyarakat. Termasuk menghilangkan seluruh krisis dan madharat yang dialami rakyat. Naiknya harga pangan termasuk telur adalah krisis dan madharat, maka Islam akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengatasi problem tersebut sampai ke akarnya. Tak lain dan tak bukan adalah dengan menerapkan kembali sistem ekonomi Islam non ribawi, yang sudah terbukti berhasil dalam prakteknya selama hitungan abad lamanya.
Sistem ekonomi seperti ini hanya ada dalam naungan suatu negara yang menjalankannya. Adalah Negara Islam Khilafah Rasyidah yang di dalamnya menganut hukum dan perundang-undangan samawi, yang Allah turunkan langsung kepada Nabiyyuna Muhammad SAW ribuan tahun silam, semata agar kita umat manusia mendapat petunjuk dan rahmat sepanjang hayat.
Kesejahteraan tentulah sangat kita dambakan. Oleh karena itu sudah saatnya kita kembali kepada fitrah dan memperjuangkan gemilangnya kejayaan Islam.
Marilah kita bersungguh-sungguh dalam mewujudkan kembali janji Allah yang sudah dekat, kobarkan semangat dakwah, langitkan seluruh doa, dan bersama-sama kita tegakkan kembali syariat Islam secara menyeluruh. Di sini, di bumi Allah yang amat kita sayangi.
Wallahu a’lam bishhawwab.
Oleh: Zahira Farasya F.
Aktivis Muslimah
0 Comments