TintaSiyasi.com -- Upaya pemberantasan barang haram narkoba seakan tak menemukan titik terang. Padahal, berbagai kebijkan dan petisi telah dirumuskan untuk memutus rantai peredaran barang haram tersebut. Namun masih saja terjadi dan terus berulang.
Seperti yang terjadi di Palembang. Pasangan suami istri (pasutri) kembali ditangkap polisi lantaran menjual narkotika. Padahal, satu tahun yang lalu mereka baru keluar dari penjara dengan kasus yang sama. Kedua pasutri penjual narkoba itu adalah MR (53) dan FW(45) warga Lorong Tepian Musi Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Gandus, Palembang.
Tertangkapnya pasutri ini berawal dari penyelidikan lanjut oleh Unit Gakkum Satpolairud yang menerima informasi dari warga yang menjual sabu-sabu di kawasan Gandus.(tribunnews.com, 25/5/2023)
Makin Subur
Peredaran narkoba bukanlah hal yang baru. Berbagai upaya terus dilakukan. Namun, bukannya hilang, tetapi malah berkembang.
Jika diamati secara mendalam, maka akan didapat beberapa faktor penyebab masyarakat termasuk generasi terjerat narkoba. Di antaranya, salah pergaulan, terpengaruh budaya fun, ingin cepat kaya dengan cara instan, pelarian dari masalah baik dengan teman ataupun keluarga. Bahkan ada yang awalnya hanya korban.
Dari semua alasan itu, sejatinya sebab utama adalah jauhnya mereka dari agama. Mereka menjadikan agama sebatas identitas. Mereka merasa agama tidak berhak melarang mereka memakai atau mengedarkan barang haram tersebut.
Inilah hasil dari penerapan demokrasi, dimana sistem pemerintahan ini memiliki standar ganda. Sistem ini hanya melarang peredaran narkoba lantaran dipandang dari dampak negatifnya, menafikan titah Sang Khaliq dan menempatkan kedaulatan di tangan manusia.
Sungguh, peredaran narkoba kian mengkhawatirkan. Ia tak memandang lagi tua ataupun muda. Siapa pun yang kena akan tersandera. Bahkan aparat yang seharusnya menjadi penegak hukum pun tidak luput dari jerat narkoba. Maka wajar kasus narkoba di negeri ini terus menggila.
Maraknya penyalahgunaan narkoba di kalangan artis, pejabat dan aparat menjadi cermin maraknya peredaran barang haram ini di tengah masyarakat. Meski mayoritas penduduk negeri ini adalah muslim, ternyata Indonesia justru menjadi pasar peredaran narkoba. Tidak hanya pasar, bahkan sudah menjadi produsennya.
Halal haram tidak lagi menjadi tolok ukur dalam sistem yang diterapkan saat ini. Semua hal dianggap sah sah saja, asalkan menyenangkan meski haram dan berbahaya. Narkoba, tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang buruk, haram, dan berbahaya, justru dianggap sebagai bagian dari modernitas, gaya hidup kekinian, dan cermin kemapanan finansial.
Di sisi lain, kehidupan sekuler telah menjadikan masyarakat individualis. Sehingga meninggalkan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Kontrol sosial tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Banyaknya kasus narkoba yang kian menggila ini membuktikan betapa hingga hari ini para pengedar dapat bergerak dengan leluasa menjerat masyarakat hingga generasi. Bahkan negeri ini pun menjadi primadona para pebisnis narkoba. Besarnya perputaran uang dalam bisnis haram ini mampu membutakan mata dan pikiran. Begitu juga dengan sistem sanksi yang berlaku saat ini juga tidak membuahkan efek jera bagi para pelaku.
Selama ini, pemberantasan terhadap masalah narkoba oleh penguasa tidaklah menyentuh akar persoalan. Seharusnya, pengguna atau pengedar narkoba diposisikan sebagai tindak kejahatan dan harus dihukum berat. Namun pengguna narkoba hanya diposisikan sebagai “korban” sehingga justru “dihadiahi” rehabilitasi medis. Alhasil pengistimewaan ini menjadikan para pengguna dan pengedar narkoba tidak kapok, toh sanksinya hanya diharuskan rehabilitasi.
Pemberantasan yang Efektif
Islam dengan seperangkat aturannya memiliki solusi sahih dan paripurna terhadap persoalan peredaran narkoba. Islam secara gamblang telah menetapkan narkoba hukumnya haram. Dari Ummul Mukminin Ummu Salamah ra.,
“Bahwa Nabi Saw. telah melarang setiap zat yang memabukkan (muskir) dan zat yang melemahkan (muftir).” (HR Abu Dawud no. 3686 dan Ahmad no. 26676).
Dalam sistem Islam yakni khilafah, hukum syara merupakan tolok ukur perbuatan. Sesuatu yang haram dikonsumsi, seperti narkoba, akan dilarang dan diberantas peredarannya. Untuk memastikan tidak ada peredaran narkoba di tengah masyarakat, maka negara akan memberlakukan patroli oleh polisi. Semua perbatasan, baik darat, laut, maupun udara akan dijaga ketat oleh aparat agar tidak ada narkoba yang bisa masuk ke wilayah Khilafah dalam bentuk apapun.
Khilafah akan menerapkan sanksi tegas bagi pengguna, pengedar, dan produsen narkoba. Sanksinya adalah takzir, yaitu jenis dan kadarnya ditentukan oleh kadi, misalnya dipenjara, dicambuk, bahkan bisa pada tingkat hukuman mati. Inilah gambaran solusi efektif yang bisa memberantas narkoba hingga tuntas.
Wallahu 'alam bishowwab
Oleh: Mutiara Aini
Pegiat Literasi
0 Comments