Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sistem Sekuler Kapitalisme Ciptakan Manusia Depresi

TintaSiyasi.com -- Kasus pembunuhan nyaris terjadi sepanjang tahun. Bahkan setiap harinya jika kita mengamati berita baik di media TV maupun online, maka terjadi kasus pembunuhan dimana-mana. Kasus pembunuhan yang kian marak dan membuat publik terhenyak adalah pembunuhan anak yang dilakukan oleh orang tuanya sendiri. Motif yang dikemukakan beragam namun mengerucut pada satu hal yakni tak ingin anaknya mengalami penderitaan sebagaimana yang dialami oleh orang tuanya. Kesulitan ekonomi telah menyebabkan berbagai tekanan psikis yang berakibat pada kesehatan mental para orang tua. 

Seperti yang terjadi di Dusun Sumberlanas Barat, Desa Harjomulyo, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember, Jawa Timur, seorang ibu tega membunuh anak kandungnya yang masih berusia 6 tahun dengan cara menggorok lehernya. Setelah itu ibu tersebut mencoba bunuh diri dengan melakukan hal yang sama, namun berhasil diketahui pihak keluarga sehingga langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat. Sampai hari ini kondisinya masih kritis dengan luka sayatan di lehernya. (Kompas.com, 9/6/2023) 

Peristiwa yang sama pun terjadi sehari sebelumnya di Sampit, Kalimantan Tengah. Usai membunuh anaknya yang masih berusia 7 tahun, sang ibu membawa anaknya yang berlumuran darah ke tengah jalan raya, sebab dia juga ingin mengakhiri hidupnya. Tekanan ekonomi telah membuat ibu muda ini menjadi linglung. (Detik.com, 9/6/2023) 

Bulan lalu di Gresik, Jawa Timur, ayah kandung juga membunuh anak perempuan satu-satunya yang masih berusia 9 tahun dengan 24 tusukan hingga menembus punggung dan jantung. Faktor ekonomi dan depresi pemicunya. Istrinya meninggalkan dirinya dan anak semata wayangnya. Bahkan dirinya mengaku tidak menyesal telah membunuh anaknya sendiri sebab meyakini anaknya sudah bahagia di surga. (Detik.com, 12/5/2023) 

Perilaku orang tua yang tega membunuh anak, tentu bukan hal yang wajar, maka kejadian ini disebut kejahatan tak terduga. Dalam terminologi hukum Islam disebut pembunuhan sedarah. Di masa jahiliah dulu, ada orang tua yang tega membunuh bayinya yang terlahir berjenis kelamin perempuan. Kondisi saat ini bahkan jauh lebih parah. Bayi yang baru dilahirkan pun, bahkan sejak dalam kandungan telah dibunuh tanpa memandang jenis kelaminnya apa. 

Adalah menjadi sebuah tanda tanya besar, mengapa orang tua, terutama kaum ibu, yang seharusnya menyayangi dan melindungi sang buah hati, malah membunuhnya? Apakah motif kasih sayang, seperti ingin menyelamatkan mereka dari penderitaan dunia dan agar masuk surga, adalah sesuatu yang wajar? Apa pemicu perilaku tak terduga yang di luar nalar manusia ini? Ke mana fitrah ibu yang lemah lembut itu pergi?

Alam Sekuler Bikin Depresi

Tidak bisa dinafikan jika saat ini kehidupan sekuler kapitalisme tengah mencengkeram semua manusia. Bagi seorang Muslim, sejatinya aturan agama tidak boleh dipisahkan dari kehidupan dan urusan dunia. Akibat sekuler ini, keimanan mudah sekali goyah. Terlebih lagi standar hidup bukan lagi ketakwaan demi meraih ridha Allah. Manusia pun berlomba mencapai kebahagiaan dalam versi terpenuhinya kesenangan dunia yang serba materi. Jika tidak teraih, maka muncullah penyakit mental yang pada akhirnya seseorang menjadi depresi. 

Dalam tatanan masyarakat sekuler tercipta masyarakat yang individualistik. Minim kepekaan sosial sehingga kesenjangan hidup makin lebar. Kalangan menengah kebawah harus bertaruh nyawa demi bertahan hidup. Harus rela menerima fasilitas apa adanya sebab tak punya biasa dalam hal kesehatan, pendidikan dan jaminan keamanan. Hal ini disebabkan karena prinsip negara sekuler kapitalis lebih mengutamakan kepentingan segelintir orang yang punya jabatan dan kekuasaan serta mengabaikan kepentingan mayoritas rakyat yang membutuhkan pelayanan. Hubungan rakyat dengan penguasa tidak beda jauh seperti penjual dan pembeli dalam sebuah pasar. Untuk mencukupi kebutuhan rakyat maka negara berperan sebagai penjual yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat. Jika mampu membeli, maka masyarakat bisa memenuhi kebutuhannya, dan sebaliknya. Tidak ada prinsip pelayanan, yang ada hanyalah transaksional. 

Walhasil, yang kuat dan punya uang saja yang bisa menikmati semua fasilitas yang dibutuhkan. Inilah yang menjadi faktor penyebab depresi sosial di tengah-tengah masyarakat. Kebutuhan pokok tak terpenuhi padahal hanya demi bertahan hidup. Akibatnya banyak manusia memilih jalan pintas yakni bertahan hidup dengan berbuat kriminal atau mengakhiri hidup yang penuh tekanan dan penderitaan. 

Besarnya Tanggung Jawab Negara

Dalam sistem hidup islam sangat berbeda dengan sistem sekuler. Prinsip negara dalam sistem islam adalah sebagai pelayan bagi rakyatnya, bukan transaksional. Penerapan syariat islam secara menyeluruh adalah jaminan terlepasnya manusia dari segala bentuk penderitaan. Sebab syariat Allah turunkan kepada manusia agar banyak kemashlahatan selama hidup di dunia. Sebaliknya, meninggalkan syariat adalah petaka yang tiada habisnya. Negara sepenuhnya menjamin pemenuhan kebutuhan pokok bagi setiap warga tanpa memandang suku, agama, ras, warna kulit, maupun strata sosial. Semua warga memperoleh hak yang sama. Hal ini terwujud dalam pengaturan kepemilikan yang ada dalam islam, sehingga tidak ada segelintir orang yang menguasai harta kepemilikan yang sifatnya umum dibutuhkan oleh setiap warga. 

Sebagimana sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, bahwa "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Hadits tersebut menyatakan bahwa kaum Muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Dan bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu. Sementara itu untuk pengelolaan dan pendistribusian harta umum tersebut diberikan kepada negara. Dengan demikian setiap warga akan merasakan kemanfaatan dari semua sumber daya alam yang telah Allah sediakan bagi manusia. 

Dalam kondisi yang demikian, kesejahteraan bukan lagi sebuah mimpi dan hanya milik segelintir orang saja. Keluarga terjamin kebutuhan pokoknya. Para suami didorong dan difasilitasi oleh negara demi menjalankan kewajiban nafkah bagi keluarganya. Istri dan ibu fokus menjalankan fungsi utamanya sebagai pendidik generasi penerus peradaban, tak lagi tersibukkan dengan pemberdayaan perempuan hingga mengambil alih sebagai tulang punggung keluarga. Hubungan dalam masyarakat pun tercipta rasa kepedulian dan empati sesama sehingga tidak terjadi diskriminasi yang menyebabkan seseorang putus asa sampai berpikir menghilangkan nyawa diri sendiri maupun anggota keluarganya. Negara bertanggungjawab penuh atas jiwa setiap warganya. Sebab di sisi Allah, hilangnya nyawa seorang muslim lebih lebih besar perkaranya daripada hilangnya dunia.

Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Ù„َزَÙˆَالُ الدُّÙ†ْÙŠَا Ø£َÙ‡ْÙˆَÙ†ُ عَÙ„َÙ‰ اللَّÙ‡ِ Ù…ِÙ†ْ Ù‚َتْÙ„ِ Ù…ُؤْÙ…ِÙ†ٍ بِغَÙŠْرِ Ø­َÙ‚ٍّ

“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).

Oleh: Laily Ch.S.E.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments