Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sistem Pendidikan Sekuler Membentuk Generasi Bar-Bar?

TintaSiyasi.com -- Mengapa anak sekolah perbuatannya seolah tak menggambarkan sebagai anak yang sudah atau sementara menuntut ilmu? Perbuatan mereka sangat bar-bar dalam menyelesaikan masalah, tidak menjadikan diri mereka sesuai apa yang menjadi tujuan pendidikan nasional yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan memiliki budi pekerti yang luhur.

Sebagaimana yang dilansir telisik.id, seorang pelajar SMKN 5 Kabupaten Kolaka Utara, nyaris terkena sabetan parang dan tikam keris oleh 11 orang temannya sendiri. Menurut Kapolsek Pakue, IPDA Badmar, peristiwa yang hampir merenggut nyawa pelajar inisial AT (17) itu, bermula saat ia bersama pelajar lainnya pulang sekolah sekitar pukul 11.30 Wita, Selasa (30/5/2023) kemarin.

Dikasus yang lain juga terjadi telisik.id, kurang dari 24 jam, terduga pelaku pengeroyokan hingga mengakibatkan meninggalnya satu korban di kawasan Sepande, Sidoarjo pada senin (22/5/2023) lalu, ditangkap polisi. “Tidak sampai sehari kasus ini terungkap, ada sepuluh pelaku sebagian besar masih bawah umur, berstatus pelajar yang kami amankan,” ujar Kapolresta Sidoarjo, Kombes Pol Kusumo Wahyu Bintoro, Rabu (24/5/2023).

Kasus di atas merupakan sebagian dari kasus-kasus yang dilakukan generasi muda saat ini. Namun, adanya kasus tersebut seolah masyarakat tidak peduli dengan kondisi perilaku sadis generasi saat ini. Mereka menggangap sebagai hal yang lumrah dan hal yang wajar dilakukan anak muda sekarang dalam proses mencari jati dirinya.


Faktor Penyebab Perilaku  Generasi

Adanya perilaku sadis generasi ini dipicu oleh berbagai hal, di antaranya generasi dengan akidah yang rapuh, kontrol sosial atau amar makruf nahi mungkar yang lemah dari keluarga, masyarakat, dan negara.

Semua ini terjadi karena sekularisme yang memberikan peluang pada generasi untuk berperilaku sadis dan hidup ala kaum liberalis yakni keinginan hidup bebas bahkan tiada batas. Rapuhnya akidah generasi di sini pada dasarnya negara punya peran untuk mencerdaskan melalui kurikulum pendidikan yang mumpuni. Seyogyanya tak sekadar mencerdaskan, negara pun perlu memberikan pendidikan yang tepat agar output sesuai dengan cita-cita bangsa, yakni berakhlak mulia.

Namun, tujuan ini terpacung karena tidak didukung dengan sistem yang hakiki. Hal ini dapat dilihat dari kurikulum pendidikan, di mana ilmu agama justru dimoderasi. Asesmen pendidikan pun mengacu pada literasi, numerasi, dan sains semata (PISA: Programme For Internasional Student Assessment). Fokus perhatiannya justru keahlian dalam bidang tersebut tanpa menyeimbangkannya dengan materi keagamaan untuk meningkatkan akhlak yang mulia.

Kurangnya kontrol amar makruf nahi mungkar dari keluarga dan masyarakat juga menjadi pemicu adanya kebebasan berperilaku. Ditambah tayangan sehari-hari yang tidak mendidik, baik di televisi dan media sosial yang sering dicontoh oleh generasi saat ini semakin memperparah kondisi.

Agama tidak diberi ruang untuk andil dalam pendidikan. Pendidikan saat ini kehilangan peran utamanya sebagai pencetak generasi penerus peradaban yang berkepribadian Islam. Pendidikan sekuler justru mencetak peserta didik agar menjadi buruh yang siap bekerja memenuhi pasar industri kapitalis mereka dituntut untuk tinggi dalam akademis namun pemahaman agama dan moralnya minimalis.


Islam Solusi Tuntas

Dengan demikian, sangat diperlukan adanya regulasi ke arah sistem pendidikan Islam untuk menyelesaikan persoalan dan mengembalikan jati diri generasi menjadi Muslim sejati. Karena pada dasarnya sistem pendidikan Islam dibangun atas dasar paradigma Islam. Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian Islam, menguasai tsaqafah Islam, dan ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keterampilan) kemudian  kurikulumnya berbasis akidah Islam. Kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Di dalamnya berisi perangkat pembelajaran secara menyeluruh. Dalam Islam, kurikulum yang disusun harus berbasis akidah Islam. Tidak ada dikotomi antara agama dan ilmu kehidupan. Dengan paradigma ini, pendidikan berjalan secara berkesinambungan pada seluruh jenjang pendidikan, baik dari perangkat materi pelajaran, metode pembelajaran, strategi belajar, dan evaluasi belajar juga hal yang terpenting adalah fasilitas pendidikan yang memadai. Semua jenjang pendidikan harus memiliki fasilitas yang sama agar semua peserta didik di setiap wilayah dapat menikmati fasilitas pendidikan. Semua itu menjadi tanggung jawab negara selaku penyelenggara pendidikan.

Daulah Islamiyah memikul tanggung jawab. Sementara sistem sekuler saat ini justru membawa pada kerusakan. Oleh karenanya upaya penyelamatan generasi secara masal hanya dapat dilakukan dengan menerapkan sistem pendidikan Islam secara menyeluruh di tengah-tengah masyarakat. Hanya dengan sistem pendidikan Islamlah yang dapat membangun kepribadian Islami dengan aqliyah dan nafsiyah yang kuat untuk meraih pahala dan keridhaan Allah SWT. Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Nani, S.Pd.I.
Pemerhati Remaja Andoolo
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments