Tintasiyasi.com -- Pada pertengahan Februari ini terdapat pernyataan salah satu tokoh negeri yang memimbulkan kontroversi, ”Saya lihat ibu-ibu tuh ya, maaf ya, sekarang kan kayaknya budayanya, beribu maaf, jangan lagi nanti saya di-bully, kenapa toh senang banget ngikut pengajian. Iya lo, maaf beribu maaf.”
Ia pun melanjutkan, “Saya sampai mikir gitu, ini pengajian ki sampai kapan to yo, anakke arep diapake (anaknya mau diapain)?” Hal ini disampaikan oleh Megawati Soekarnoputri dalam suatu forum Seminar Nasional Pancasila di Jakarta Selatan pada Kamis, 16 Februari 2023 (news.republika.co.id, 19/2/23).
Pernyataan tersebut amatlah menyinggung perasaan para muslimah yang menjadi seorang Ibu. Terlebih bila terlibat aktif menuntut ilmu yang terdapat dalam pengajian. Ibu adalah sosok panutan dalam keluarga, sebagai madrasatul ula (sekolah pertama) bagi anak-anaknya. Anak dibawah didikannya lah yang akan menjadi generasi penerus bangsa.
Apakah mungkin Ibu bisa mendidik generasi kalau tidak dengan mengkaji Islam dan hanya mencukupkan pendidikan dengan kurikulum saat ini?
Mengkaji Islam adalah Obat Kegilaan di Akhir Zaman
"Boleh, bukan berarti enggak boleh (ikut pengajian). Saya juga pernah ikut pengajian kok. Maksud saya, nanti Bu Risma saya suruh, Bu Bintang saya suruh, tolong bikin manajemen rumah tangga," kata Megawati (nasional.sindonews.com).
Kalaupun begitu, mengapa yang dicontohkan dalam penyebab stunting adalah pengajian? padahal pengajian diadakan paling tidak 2-3 jam, sehingga masih ada waktu lain yang cukup untuk mengurusi keluarga. Mengapa tidak mencari alternatif contoh yang lebih jelas saja dan tidak menimbulkan kontroversi?
Misalnya karena ekonomi keluarga yang tidak tercukupi. Lapangan pekerjaan sulit sehingga menyebabkan orang tua bekerja dengan pekerjaan seadanya dan gaji secukupnya. Ironinya biaya hidup semakin mahal. Atau yang lebih jelas lagi seperti anak-anak yang terlantar sampai stunting disebabkan orang tua korban married by accident yang melarikan diri dari tanggung jawabnya.
Bahkan Andi Nurpati (mantan komisioner KPU) mengatakan, "Sangat tidak pantas menyoal ibu-ibu pengajian, kenapa enggak menyoal ibu-ibu yang dugem (dunia gemerlap, red) ke diskotik? Ibu-ibu yang bekerja full day?" (nasional.sindonews.com, 19/2/23).
Ketika kita telisik lebih jauh lagi, pada faktanya tidak sedikit ibu-ibu yang memiliki peran lain. Bukan hanya sebagai Ibu dan seorang muslimah, ia juga memiliki tambahan peran lainnya seperti menjadi seorang bidan, dosen atau pengusaha. Seorang ibu pastinya harus profesional dalam menjalankan peran tersebut.
Islam menuntun umatnya dengan pedoman berupa Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’, dan Qiyas untuk bekal menyelami kuatnya gelombang kehidupan. Menjadi hal yang penting bagi orang tersebut untuk belajar Islam dalam pengajian agar dapat menjalankan perannya dengan baik. Sehingga misalnya ketika menjadi pengusaha, ia tidak curang terhadap usahanya tersebut (tidak riba) dan tetap dermawan.
Jika menjadi seorang guru ia akan mendidik generasi dengan sungguh-sungguh. Lebih dari itu, menuntut ilmu agama adalah fardu’ain, setiap muslim dibebani kewajiban tersebut dan tidak akan gugur suatu kewajiban selain ia sendiri yang melakukannya. Jika hanya bersandar pada kurikulum, pendidikan agama yang diajarkan hanya dua jam pelajaran tidaklah cukup menjadi bekal kehidupan.
Selain itu pendidikan materi agama yang diberikan berulang-ulang mengenai sholat, wudhu, tayamum, sholat jenazah, dan lain-lain. Padahal masalah akidah belum tuntas. Hal tersebut menyebabkan banyak orang lalai hingga meninggalkan syari’at karena tidak mengerti akidah atau strong why melakukannya. Sehingga membentuk seorang muslim yang jauh dari menjalankan Islam dan akhirnya banyak melakukan kerusakan.
Penyebab Stunting dan Permasalahan Lain di Negeri ini
Permasalahan yang ada di negeri ini, termasuk stunting, pengangguran, married by accident dan semacamnya bukan karena banyaknya orang yang ikut pengajian, tetapi justru sebaliknya. Semakin banyak orang yang jauh dari ajaran Islam, semakin banyak pula kemaksiatan yang tampak.
Mulai dari korupsi para pejabat, penyalahgunaan fasilitas pejabat, penyalahgunaan narkoba, hubungan sesama jenis, perzinahan, dana bansos yang salah sasaran, terpaksa merampok-mencuri karena harus mencukupi keluarga, dan masih banyak lagi. Kegilaan inilah yang disebabkan oleh manusia-manusia yang enggan taat terhadap perintah Tuhannya.
“....Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya dia telah benar-benar tersesat.” (Qs. Al-Ahzab: 36).
Bukankah dengan mengaji kita jadi mengetahui apa yang Allah minta dan apa yang Allah larang untuk kita? Kita adalah seorang hamba lemah, terbatas, banyak ketidaktahuan. Sedangkan Allah kuat, tidak terbatas, dan Maha Tahu atas segala apa yang terbaik untuk hamba-Nya. dengan begitu, selamatlah kehidupan kita jika mengetahui syari’at Allah, karena itu yang terbaik untuk kita.
Hikmah selalu menyertai setiap syari’at yang Allah beri, meskipun kadang hanya Allah yang tahu hikmah dari syari’at tersebut. Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan bahwa setiap ibadah pasti ada hikmahnya, entah itu kita tahu atau pun tidak.
Syari’at Allah-lah yang paling tepat dijadikan pedoman dan solusi dari segala permasalahan hidup. Mengatur dari hal semudah tidur hingga yang seserius membangun negara. Dalam negara yang memberlakukan sistem Islam, ia bertanggung jawab atas segala hal. Mulai dari ekonomi, politik, sosial, pendidikan, dan kesehatan.
Termasuk bertanggung jawab akan kebutuhan ummat supaya gizi terpenuhi. Menyediakan fasilitas-fasilitas yang diperlukan ummat untuk menyelesaikan masalah-masalah secara struktural. Bukan hanya menuntut masyarakat ini dan itu, tanpa melakukan aktivitas nyata memperbaiki masalah-masalah secara struktural yang merupakan tanggung jawab negara.
Orientasi kepemimpinan Islam menuntut untuk amanah, karena jabatan adalah sesuatu yang akan dihisab di hari akhir. Sehingga para pemimpin dalam sistem Islam akan senantiasa mengerahkan tenaga untuk kebaikan negerinya serta untuk memperoleh ridha Allah. Hal tersebut tidak akan terjadi dalam sistem sekuler-kapitalis saat ini, dimana orientasinya adalah memisahkan agama dengan kehidupan, serta berorientasi pada materi.
Sehingga tak heran ada beberapa pemimpin yang korup, mengingkari janji, dan mengambil hak rakyatnya.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (Al-Anfal : 27).
Tugas seorang ibu sangat luar biasa. Ia memiliki tanggung jawab berupa anak dan suami yang harus diurusi. Itu adalah kewajiban seorang Ibu yang sama-sama tidak bisa ditinggalkan sebagaimana mengkaji Islam.
Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim dan muslimah.” [H.R. Ibnu Majah]
“Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya selain pendidikan yang baik.” [H.R. Al Hakim].
Tidak bisa diberatkan salah satu antara mengurus rumah ataukah mengkaji Islam keduanya, karena keduanya saling berkaitan. Ibu merupakan pendidik generasi maka ia harus menyiapkan ilmunya dahulu sebagai amunisi mendidik anak.
Permasalahan yang tengah melanda negeri saat inipun termasuk stunting, hanya dapat diselesaikan secara tuntas bila syariat Islam diterapkan secara menyeluruh. Karena mengembalikan tanggung jawab penyelesaian masalah yang terbukti sistematis di tengah-tengah ummat kepada negara, memfasilitasi apa-apa yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Langkah awal mengembalikan penerapan Islam pun juga hanya bisa dilakukan dengan mengkaji Islam. Lalu “aktif mengaji Islam” masihkah menjadi masalah?
Wallahu a’lam bishshowab.[]
Oleh: Fahmaddin
Aktivis Muslimah
0 Comments