TintaSiyasi.com -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mencabut izin operasional 23 perguruan tinggi yang tersebar di berbagai provinsi per 25 Mei 2023. Puluhan perguruan tinggi itu disebut bermasalah. "Terdapat 23 perguruan tinggi yang dicabut izin operasionalnya. Karena data bergerak terus," kata Direktur Kelembagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) Kemendikbudristek Lukman. (CNN Indonesia, 26 Mei 2023).
Pencabutan izin operasional perguruan tinggi ini terjadi karena tidak memenuhi ketentuan standar pendidikan tinggi, juga karena melaksanakan praktik terlarang, seperti pembelajaran fiktif, jual beli ijazah, dan penyimpangan beasiswa KIP Kuliah.
Pada prinsipnya pemerintah ingin melindungi masyarakat agar tidak terjebak perguruan tinggi abal-abal. Sehingga dari pada menimbulkan masalah, pemerintah menganggap lebih baik jika ditutup saja. UPT Kemendikbud Ristek juga mengatakan akan membantu mahasiswa, dosen, dan tenaga pendidik terdampak untuk dipindahkan ke perguruan tinggi lain. Namun, dengan syarat mengajukan bukti pembelajaran yang asli.
Namun meskipun demikian, sangat disayangkan jika praktik-praktik tersebut justru mencederai tujuan pendidikan itu sendiri. Kebutuhan akan PT masih tinggi, namun negara tidak mampu menyediakan PT yang mencukupi kebutuhan sehingga tugas ini diambil alih oleh swasta dan swasta justru dengan mudah mengkapitalisasi.
Kasus jual beli ijazah ini ternyata benar adanya, bahkan jika ditelusuri lebih dalam mungkin ada lebih banyak PT yang turut melakukan praktik terlarang ini. Hal ini, tentu terjadi karena adanya permintaan dan penawaran. Sementara pihak masyarakat membutuhkan ijazah untuk dapat memperoleh pekerjaan yang mumpuni. Di samping itu pihak PT hadir untuk memberikan penawaran akan kebutuhan ini. Sehingga, terjadilah transaksi jual beli yang dianggap menguntungkan kedua belah pihak.
Jika normalnya seseorang butuh waktu paling sedikit tiga setengah sampai empat tahun untuk dapat menyelesaikan gelar s1, dengan adanya praktik ini seseorang dapat memperolah ijazah dalam sekejap mata, selama mereka memiliki modal semua bisa didapatkan. Termasuk untuk mendapatkan gelar dan ikut diwisuda tanpa perlu bersusah payah mengikuti rangkaian proses perkuliahan, KKN, PKL, seminar, sidang skripsi dan lain-lain.
Bahkan tingkat Beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-Kuliah) juga turut diselewengkan oleh oknum tidak bertanggung jawab. Padahal Beasiswa KIP ini merupakan beasiswa bagi calon mahasiswa yang diberikan kepada lulusan SMA/sederajat yang memiliki keterbatasan ekonomi dan berprestasi secara akademik. Sehingga, sangat tidak pantas rasanya jika hak-hak dari calon mahasiswa berprestasi yang memiliki keterbatasan ekonomi ini turut dirampas.
Dengan demikian, nyata adanya bahwa kapitalisasi pendidikan ini telah mencederai tujuan pendidikan kita saat ini dan mengubahnya menjadi materialistis. Tujuan kuliah sekadar untuk mendapatkan pekerjaan dan sukses secara finansial. Sedangkan tujuan luhur berupa mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan insan yang bertakwa hanya berhenti sebatas jargon semata. Pada akhirnya, kapitalisasi pendidikan menghasilkan lulusan berupa generasi yang serba boleh (permisif) dan cenderung mengambil solusi instan dalam menyelesaikan problematika hidup (pragmatis).
Inilah wajah buruk sistem kehidupan kapitalisme yang menuhankan materi, selalu mengedepankan asas keuntungan (materialistik), dan menjadikan para kapitalis (pemilik modal) sebagai pemegang kedudukan tertinggi. Mereka tidak takut akan hukum Allah yang jelas-jelas melarang segala bentuk perbuatan tercela termasuk penipuan dan pembohongan publik.
Islam memiliki sistem pendidikan yang handal dan berkualitas tinggi serta murah bahkan gratis. Hal ini karena didukung penuh oleh sistem ekonomi dan politik Islam yang berorientasi penuh melayani rakyat dan berasaskan akidah Islam. Karena itu, seluruh bahan belajar dan metode pengajaran ditetapkan berdasarkan asas tersebut.
Tujuan dari pendidikannya adalah untuk membentuk aqliyah (pola fikir) dan nafsiyah (pola sikap) Islam. Sehingga terbentuklah kepribadian Islam dalam diri setiap individunya.
Mengutip dari (muslimahnews.net, 30 Mei 2023), ada dua tujuan utama sistem pendidikan tinggi dalam Islam:
Pertama, memperdalam kepribadian Islam untuk menjadi pemimpin yang menjaga dan melayani problem vital umat, yakni khilafah; memperjuangkan penegakannya ketika belum ada, melestarikan dan mempertahankannya sebagai institusi politik yang menerapkan Islam ke tengah umat, mendakwahkan Islam ke seluruh penjuru dunia, serta menghadapi ancaman persatuan umat.
Dengan demikian, profil sarjana yang dihasilkan adalah mujtahid, pemimpin, intelektual, hakim, dan ahli hukum (fukaha) yang akan memimpin umat untuk mengimplementasikan, memelihara, dan membawa Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.
Tujuan kedua adalah menghasilkan gugus tugas yang mampu melayani kepentingan vital umat dan membuat gambaran rencana strategis jangka pendek dan jangka panjang.
Hal ini berdasarkan firman Allah SWT, “Allah sekali-kali tidak memberikan jalan kepada orang kafir untuk menguasai orang beriman.” (QS. An-Nisa’ [4]: 141).
Pendidikan tinggi dalam khilafah pun akan terbebas dari praktik curang jual beli ijazah dan kuliah fiktif karena diselenggarakan secara gratis. Mahasiswa tidak perlu membayar satu dirham pun untuk bisa kuliah.
Lantas, dari mana dananya? Semua pembiayaan pendidikan dalam khilafah, termasuk pendidikan tinggi, dibiayai dari baitulmal, yaitu dari pos fai dan kharaj, serta pos kepemilikan umum (milkiyyah ‘ammah). Bukan hanya kuliahnya yang gratis, berbagai riset pun dibiayai oleh negara.
Untuk mewujudkan pendidikan gratis ini, negara tidak sendirian. Banyak individu rakyat yang kaya turut mendukung pembiayaan pendidikan dengan memberikan wakaf. Hasilnya adalah output pendidikan tinggi yang cerdas bertakwa dan turut memberikan sumbangsih bagi peradaban Islam, baik dengan menjadi ulama, politisi, saintis, maupun yang lainnya. Jika kita serius mewujudkan sistem Islam, gambaran pendidikan tinggi yang luar biasa ini akan dapat terwujud. Wallahu a'lam. []
Oleh: Marissa Oktavioni, S.Tr.Bns.
Aktivis Muslimah
0 Comments