Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Market Place Guru, Dagangan Baru?

TintaSiyasi.com -- Terobosan baru dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Nadiem Makarim telah meresahkan nasib guru di Indonesia. Beliau tengah menyiapkan marketplace guru sebagai terobosan untuk memenuhi kebutuhan guru. Nadiem Makarim menyampaikan gagasan tersebut dalam rapat kerja dengan komisi X DPR RI pada tanggal 24 Mei 2023. Dalam rapat tersebut, Nadiem juga menjelaskan bahwa Market place guru atau disebut juga talent pool adalah program data base guru-guru yang boleh mengajar dan dapat diakses oleh semua sekolah yang membutuhkan guru di Indonesia. Program ini mengizinkan sekolah untuk melakukan perekrutan guru sewaktu dibutuhkan, sehingga perekrutan guru tidak dilakukan secara terpusat lagi. (cnbcindonesia.com, 24 Mei 2023)

Program marketplace guru ini direncanakan akan diimplementasikan pada tahun 2024 mendatang. Guru yang dapat mendaftarkan datanya pada marketplace tersebut adalah semua guru yang sudah dinyatakan boleh mengajar yaitu Guru honorer yang lulus seleksi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), lulusan PPG (Pendidikan Profesi Guru) prajabatan, dan calon guru ASN (Aparatur Sipil Negara). Program ini bertujuan agar setiap sekolah dapat merekrut guru sesuai kebutuhan sekolah kapan saja dengan mengakses platform tersebut. Nadiem sendiri menuturkan bahwa dirinya bersama Kementrian Keuangan (Kemenkeu), Kementrian Dalam Negeri (Kemendag), Mentrian Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) sudah mendiskusikan program ini. (Tempo.co, 05 Juni 2023)

Gagasan dari Nadiem Makarim ini sudah diluncurkan ke ranah publik yang tentu mendapat respon dari berbagai pihak. Ketua Forum Honorer K2 Indonesia, Eko Mardiono berharap bahwa dengan program ini, pemilihan formasi dan penempatan akan lebih kondusif sehingga kekosongan guru di sekolah dapat diatasi dengan waktu yang lebih efisien.  Disisi lain, Kepala Bidang Advokasi Guru P2G (Perhimpunan Pendidikan Guru), Iman Zanatul Haeri menuturkan komentarnya tentang  program marketplace guru ini bahwa cenderung mendegradasi kehormatan guru dan tidak semua persoalan dapat diselesaikan dengan menambah platform baru. Program marketplace guru ini tidak menjawab persoalan bagaimana guru honorer dapat diangkat menjadi ASN, apalagi yang sudah mengabdi selama puluhan tahun terus berjuang untuk mendapat pengharagaan yang layak pemerintah sebagi guru untuk kesejahteraan hidupnya. (cnnindonesia.com, 08 Juni 2023)

Pantaskah Profesi Guru Disandingkan Dengan Kata Marketplace?

Mendengar kata marketplace atau loka pasar menimbulkan bayangan tentang barang dagangan yang dapat dimasukan keranjang kemudian di check out oleh pembeli. Bagaimana bisa seorang menteri pendidikan yang berwenang mengatur sistem pendidikan di Indonesia saat ini menyandingkan profesi mulia seorang guru dengan barang dagangan yang bersedia menunggu dipilih tanpa kepastian. 

Menurut  Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 pasal 7 ayat 1, guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Dengan mulia serta sangat berjasanya profesi guru, maka tidak sepantasnya seorang menteri menggunakan kata marketplace untuk menamai platform data guru. Disamping itu, saat ini data guru, peserta didik dan seluruh komponen sekolah sudah terdata dalam platform Dapodik yang masih dapat digunakan sampai saat ini. Lantas mengapa harus membuat anggaran baru untuk platform baru sedangkan Dapodik masih dapat difungsikan sebagaimana mestinya. 

Sistem marketplace ini tentu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan tentang distribusi guru yang tidak merata di Indonesia saat ini. Anggota DPR RI Komisi X, Syaiful Huda menanggapi bahwa sistem tersebut tidak menyelesaikan masalah yang ada, tapi itu hanya sebuah usulan yang sekedar menjawab isu terkait kekurangan distribusi guru dan pengangkatan guru. 
Ada banyak kemungkinan permasalahan baru yang muncul jika sistem marketplace ini direalisasikan. Dalam sistem ini, kebutuhan guru akan ditentukan oleh sekolah itu sendiri, maka keputusan tertinggi ada pada kepala sekolah dan akan sangat rentan dengan praktik nepotisme dan korupsi. Selanjutnya, jika sekolah memilih guru yang berasal dari luar daerah, maka tidak ada lembaga pemerintah yang menjamin kesejahteraan dan perlindungan guru di sekolah tersebut. 

Salah satu masalah terbesar pendidikan Indonesia saat ini adalah soal penyebaran tenaga pendidik. Hadirnya sistem ini justru mendukung permasalahan semakin buruk karena hanya sekolah dengan fasilitas terbaik saja yang akan menang bersaing mendapatkan guru berkualitas. Seiring dengan itu, guru juga tidak akan menyetujui permintaan untuk mengajar di sekolah dengan fasilitas yang minim atau lokasi yang jauh seperti pedesaan.

Lebih lanjut, Iman Zanatul Haeri juga menyarankan agar Kemendikbud Ristek lebih mengutamakan untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan PPPK dan seberapa efektif penggunaan platform yang ada.  Konsentrasi pemerintah seharusnya menuntaskan persoalan yang belum kunjung selesai yaitu penerimaan 1 juta guru honorer menjadi PPPK termasuk penerbitan SK pengangkatan dan penempatan. 
Segala permasalahan dan kekhawatiran yang muncul merupakan dampak dari sistem pendidikan yang dikendalikan oleh sistem kapitalisme. Pemerintah menjadikan pendidikan sebagai komoditas yang menghasilkan keuntungan tanpa harus repot mengurusi mekanismenya. Hal ini terbukti dengan adanya marketplace ini, guru akan menjadi objek “dagangan” yang diserahkan kepada “pasar” yaitu sekolah. Kemudian guru yang telah masuk dalam sistem ini tentu fokus dalam meningkatkan kemampuan kognitif diri agar dapat dipilih oleh sekolah pilihan saja, sehingga lupa dengan tanggungjawab guru untuk mendidik generasi dari segi akhlak dan keterampilan. Pada akhirnya pendidikan akan melahirkan generasi yang berkepribadian buruk.

 Islam Memuliakan Profesi Guru

Islam menempatkan profesi sebagai guru pada derajat yang tinggi dan merupakan pekerjaan yang sangat mulia. Hebatnya seorang professor, dokter, bahkan guru adalah karena ilmu yang diberikan gurunya, sehingga kualitas guru sangat diperhitungkan dalam pendidikan. Dalam negara Islam, kualitas guru terjamin sesuai dengan tujuan pendidikan Islam. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya generasi bersyahkhsiyah Islam yang mampu menjadi uyunul ummah (mutiara umat). Demikian juga halnya bahwa Islam memandang pendidikan adalah kebutuhan semua ummat, Dengan begitu negara memiliki peran sentral dalam mengelola langsung segala persoalan tentang pendidikan termasuk pemerataan guru berikut kesejahteraannya, bukan menyerahkan guru kepada pasar tanpa perlindungan negara.

Sistem negara Islam tidak mengenal adanya perbedaan guru honorer dan guru PNS. Ketika sudah menjadi guru, pemerintah negara Islam tidak lagi memandang ada perbedaan sehingga dijamin kebutuhannya dengan diberikan gaji yang sama diambil dari baitul maal. Hal ini telah dikisahkan dalam sejarah kekhilafahan ‘Abbassiyah. Imam as-Suyuthi berkata, “Dari bentuk perhatian Sultan pada masa itu, beliau memberikan gaji kepada setiap pengajar 40 dinar/bulan (156 juta)/bulan. Begitulah Islam menjamin kesejahteraan guru, dengan demikian guru tidak perlu dibebani permasalahan administrasi yang akan menganggu keprofesionalan guru dalam mendidik muridnya.  Secara keseluruhan Islam jauh lebih kompleks dalam memastikan generasi yang tumbuh membangun peradaban Islam daripada generasi yang tumbuh dari hasil pendidikan sistem kapitalis-sekuler seperti hari ini.

Oleh: Eka Nofrianti
Aktivis Muslimah

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments