Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ironi Lemahnya Ketahanan Pangan Negara Kaya SDA

TintaSiyasi -- Merdeka selama hampir 78 tahun lamanya, ternyata tidak menjamin bangsa Indonesia sejahtera dan benar-benar “merdeka’. Faktanya, bangsa ini masih dihadapkan dengan sejuta persoalan dan sangat bergantung pada negara lain. Bahkan dalam urusan pangan, sebuah urusan dan kebutuhan paling pokok bagi tiap manusia, nyatanya masih belum bisa terpenuhi dengan baik dan mandiri. Ketahanan pangan yang digaung-gaungkan sejak era orde baru sampai saat ini tetap menjadi mimpi yang tak kunjung terwujud.

Baru baru ini, pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp 104,3 triliun — Rp 124,3 triliun untuk meningkatkan produk pangan domestik pada 2024 mendatang. Adapun anggaran ini naik dibandingkan tahun ini sebesar Rp 104,2 triliun. Anggaran tersebut juga akan digunakan untuk penguatan dukungan sarana dan prasarana penyimpanan maupun pengolahan hasil pertanian, penguatan tata kelola sistem logistik nasional dan konektivitas antar wilayah, serta penguatan cadangan pangan nasional (republika.co.id, 04/06/2023).

Sayangnya, nominal anggaran ini ternyata hanya 0,6 persen dari total APBN Indonesia. Bayangkan, untuk pangan seluruh rakyat, anggarannya tidak sampai 1 persen. Bukti bahwa hanya sebesar itulah bentuk kepedulian pemerintah terhadap rakyatnya. Bagaimana mungkin cita-cita swasembada pangan akan terwujud jika perhatian pemerintah begitu minim. Ironis, sangat tidak sesuai, bahkan bertolak belakang antara harapan dan upaya yang dilakukan.

Disisi lain, Indonesia sebenarnya adalah sebuah negara kepulauan yang kaya Sumber Daya Alam (SDA). Kata pepatah, di negeri ini, tongkat, kayu, dan batu pun bisa jadi tanaman. Selain tanah yang subur, Indonesia juga memiliki ribuan tambang yang tersebar di seluruh negeri. Kesuburan dan kekayaan SDA Indonesia telah diakui seluruh dunia. Itulah sebab Indonesia menjadi salah satu sasaran negara jajahan. Sayangnya sampai saat ini semua SDA itu kebanyakan dikelola oleh Asing. Rakyat Indonesia sendiri tidak bisa menikmati hasilnya kecuali hanya limbah dan dampak buruk lingkungan. 

Kondisi ini sebenarnya tidak mengherankan, minimnya perhatian pemerintah terhadap ketahanan pangan adalah cermin praktek kapitalisasi komoditi pangan. Tanggung jawab ketersediaan pangan dalam negeri di lemparkan pada korporasi dan para pemilik modal besar. Tentu, demi keuntungan pribadi  semata, bukan demi kepentingan seluruh rakyat. Pemerintah bekerja sama dengan para pemilik modal untuk meraup keuntungan dari rakyat dalam segala sektor. Bahkan di sektor pangan yang merupakan hajat pokok dan utama. 

Kapitalisasi pangan ini tak pelak menimbulkan berbagai persoalan di tengah masyarakat. Ditambah hobi impor yang selama ini sering dilakukan oleh pemerintah. Mirisnya, keputusan impor seringkali diambil justru ketika petani dalam negeri sedang panen raya. Akibatnya, harga panen merosot dan petanipun merugi. Swasembada pangan pun semakin jauh dari angan dan jangkauan.

Lemahnya ketahanan pangan bahkan menyebabkan tingginya angka stunting. Sungguh menyedihkan melihat anak negeri yang kaya dan subur ini mengalami malnutrisi hingga menyebabkan gagal tumbuh. Generasi yang seharusnya menjadi tumpuan masa depan, malah terpuruk akibat buruknya pengelolaan pangan. 

Kuatnya ketahanan pangan sebenarnya merupakan pondasi utama terbentuknya sumber Daya Manusia (SDM) yang tangguh. SDM ini kemudian menjadi modal utama bagi pembangunan bangsa dan negara. Mustahil negara akan maju dan sejahtera jika kualitas SDM nya rendah. Dengan kata lain, kemajuan dan kesejahteraan sebuah negara mutlak membutuhkan ketahan pangan yang kuat. Harapan ini tidak akan pernah terwujud dalam sistem kapitalisme dan sekulerisme seperti saat ini.

Islam  Mewujudkan Ketahanan Pangan

Islam memiliki aturan lengkap yang tidak akan menyalahi fitrah manusia. Islam memahami bagaimana pentingnya ketahanan pangan bagi individu, masyarakat bahkan negara. Sistem Islam menetapkan bahwa memenuhi semua kebutuhan pokok rakyat, termasuk pangan, adalah tanggung jawab negara.

Pemerintahan bersistem Islam tidak akan menyerahkan tanggung jawab pemenuhan kebutuhan pangan kepada swasta. Ketahanan pangan dalam Islam mencakup tiga pilar utama. Pertama, jaminan pemenuhan kebutuhan pokok pangan oleh negara. Kedua, ketersediaan pangan dan keterjangkauan pangan oleh individu dan masyarakat. Kemudian yang ketiga adalah kemandirian pangan negara.

Meski bukan berarti persediaan pangan sebuah negara bersistem Islam selalu melimpah, namun apabila terjadi krisis, islam memiliki solusi yang telah disesuaikan dengan syariat. Hal ini telah terbukti salah satunya dari sejarah kekhalifahan Umar Bin Khatab. Pada saat itu, pemerintahan Umar Bin Khatab sigap dan serius menghadapi krisis. Upaya yang dilakukan diantaranya adalah meminta pertolongan dari wilayah daulah islam yang kaya, tanpa meminta bantuan negara luar yang akan membahayakan stabilitas negara. Tentu diiringi dengan rasa tawakkal kepada Allah SWT bahwa Allah akan senantiasa memberikan pertolongan dan rahmat bagi orang-orang yang menjalankan syariatNya.

Ketahanan pangan yang kuat tidak akan terwujud dalam sistem kapitalisme. Negara harus mengambil peran penuh dalam mengatur sektor pangan, tidak boleh diserahkan kepada swasta. Pengaturan semacam ini hanya akan terwujud dalam sistem Islam. Sebab hanya Islam yang bertumpu pada aturan Allah SWT sehingga tidak memihak kepentingan dan keuntungan pribadi siapapun selain kemaslahatan umat. Wallahu a'lam bisshawab.

Oleh: Dinda Kusuma W.T.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments