TintaSiyasi.com -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan Indonesia akan mengalami kekeringan panjang akibat fenomena El Nino yang kemungkinan akan terjadi pada Juli hingga akhir 2023 (katadata.co.id, 11Juni 2023). Kekeringan adalah salah satu bencana yang ditandai dengan keadaan kurangnya persediaan air pada suatu wilayah dalam jangka waktu berkepanjangan (berbulan-bulan atau bertahun-tahun). Bencana ini menimbulkan dampak serius mulai dari matinya berbagai tanaman, minimnya sumber air minum dan sanitasi (pusatkrisis.kemkes.go.id).
Indonesia memiliki dua musim yakni musim kemarau dan penghujan, ditambah perubahan iklim maka ancaman kekeringan bukanlah hal yang baru. Salah satu program yang dilakukan pemerintah hanya sosialisasi kepada masyarakat untuk hemat air. Tanpa fasilitasi dan pemberian sanksi dari pemerintah pada pelaku ilegal logging, hanya sekedar imabauan tanpa solusi. Fakta di lapangan, 20% - 40% mata air di Indonesia mengering dan hilang karena degradasi daerah tangkapan air (kabar24.bisnis.com, 22 Maret 2018). Belum lagi 26,8 juta hektar hutan Indonesia gundul sepanjang 2001 - 2019 (databoks.katadata.co.id, 20 Januari 2021).
Kekeringan seharusnya bukan ancaman bagi negeri tropis yang hampir setiap tahun diguyur hujan. Saat musim hujan datang, air hujan yang melimpah bisa dimanfaatkan melalui teknik pemanenan air hujan, yaitu upaya mengumpulkan air hujan di saat curah hujan tinggi serta dimanfaatkan pada saat musim kemarau. Salah satu penelitian berhasil memangkas biaya pemakaian air dan mengurangi volume limpahan air hujan. (Jurnal Jati Emas/Vol.6 No 1/Maret2022). Jika semua rumah tangga menerapkan ini, salah satu pengeluaran rutin bisa dipangkas. Disaat tarif air Rp 2.800 per kubik. Sungguh sayang, air terbuang percuma tanpa dimanfaatkan. Ironisnya negeri ini, sumber air melimpah tapi masih bayar air dan kekeringan.
Pemanenan air hujan menjadi maksimal dengan dukungan negara. Mulai dari sosialisasi ke tiap rumah, menyediakan alat dan bahannya, menjaga sumber mata air, sampai memberi sanksi tegas bagi perusak hutan. Namun, apalah daya ketika negri ini menerapkan sistem ekonomi kapitalis. Di mana, pengelolaan kekayaan alam, hutan, sumber air diserahkan kepada swasta bermodal besar dan dekat dengan kekuasaan. Semua upaya yang mengancam kepentingan mereka pasti tidak didukung. Dari teknik pemanenan air hujan jika diaplikasikan, dipastikan bisnis air akan mati.
"Kaum Muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api." (HR Abu Dawud).
Air adalah milik umum, termasuk sumber mata air yang kini dikuasai perusahaan multinasional. Rakyat harus membayar mahal untuk setiap tetes air yang dikonsumsi. Padahal seharusnya dikelola negara dan dibagikan gratis ke setiap rumah. Pun termasuk hutan, dikelola oleh negara. Bukan negara demokrasi yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis, tetapi khilafah yang menerapkan sistem ekonomi Islam. Dalam sistem ini, ada Baitul Mal yang akan mengatur pemasukan dan pengeluaran negara. Termasuk memberikan pos untuk menghadapi bencana, sekaligus mencegah bencana terjadi (dalam jangkauan kemampuan manusia) seperti menjaga ketersediaan air tanah, mengelola alam secara syariah, dsb. Akhirnya setiap orang yang hidup di dalamnya akan hidup sejahtera. []
Oleh: M.Vidya Anggreyani. S.I.Kom
(Aktivis Muslimah)
0 Comments