Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Buah Penerapan Kapitalisme terhadap Pembangunan di Indonesia


TintaSiyasi.com -- Indonesia negara dengan berjuta pesona meninggalkan kesan yang mendalam bagi siapa saja yang memandangnya. Ada yang menggambarkan negeri ini dengan peribahasa Gemah Ripah Loh Jinawi, yang artinya memiliki kekayaan yang berlimpah, bahkan syair sebuah lagu "Tongkat, kayu, dan batu jadi tanaman" mewaikili tanah Indonesia yang sangat subur. Dengan potensi yang luar biasa dimiliki Indonesia, seharusnya sudah tidak atau minimal sedikit masalah yang dimiliki negara ini. Namun tidak, masalah bertubi-tubi ada dan makin membesar dari hari ke hari. 

Mencoba melihat tanah emas Indonesia, masyarakat paling timur yaitu Papua. Ia mempunyai masalah yang jarang kita ketahui. Baru-baru ini Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Theofransus Litaay menyebut dalam kurun waktu 10 tahun prioritas pembangunan Papua yang dilakukan Presiden Joko Widodo "banyak membawa perubahan dan keberhasilan" di masyarakat paling Timur Indonesia itu. Menurutnya, IPM Papua pada 2010 mencapai 54,45 persen. Angka itu meningkat menjadi 61,39 di 2022. Sementara, tingkat kemiskinan mengalami penurunan signifikan. Yakni dari 28,17 persen di Maret 2010 di Papua menjadi 26,56 persen di 2022 (CNN Indonesia, 11/6/2023).

Sayangnya angka di atas yang dianggap banyak membawa perubahan bagi rakyat Papua masih menyisakan banyak PR. Banyangkan untuk pulau penghasil emas terbaik di dunia, SDA yang tidak diragukan lagi namun pertumbuhan ekonomi masih jauh dari layak, angka kemiskinan dan pembangunan di Papua masih jauh tertinggal.


Buah Penerapan Kapitalisme 

Indonesia sebenarnya adalah sebuah negara kepulauan yang kaya Sumber Daya Alam (SDA). Dari Sabang sampai Merauke SDA tersebar, mulai dari emas, tembaga, minyak, nikel, batu bara, titanium dan masih banyak lagi dimiliki Indonesia, seharusnya mampu mengangkat Indonesia menjadi negara super power, namun tidak. Indonesia masih menjadi negara pengekor dari negara adidaya, itulah sebabnya Indonesia menjadi salah satu sasaran negara jajahan. Penjajahan gaya baru, dengan mengambil alih pengelolaan SDA oleh asing sehingga rakyat pun tidak mendapatkan hasilnya, melainkan sebaliknya.

Kondisi ini sebenarnya wajar terjadi, terlebih kepada negara pengekor negara super power yang memiliki ideologi. Mereka mempraktikkan penjajahan gaya baru, sehingga efek dari penjajahan tersebut tidak lagi dirasakan oleh rakyat. Rakyat disibukkan dengan masalah remeh, sehingga perhatian dialihkan kepada hal-hal remeh. Perkara SDA yang melimpah namun hasilnya tidak lagi dirasakan oleh rakyat tidak mereka ketahui. Penjajahan gaya baru berhasil diterapkan di Indonesia.

Tanggung jawab negara sebagai raain (pengurus) dilemparkan pada korporasi dan para pemilik modal sedangkan negara hanya sebagai regulator. Yang mana fungsi regulator tidak akan bisa mengambil kebijakan sendiri, tidak mampu menyetir arah gerak suatu negara, ia hanya mampu menjadi perpanjangan tangan kepentingan kapital kepada rakyat. UU, arah kebijakan disesuaikan dengan keinginan para kapital sekalipun kebijakan tersebut melukai/menghianti kepentingan masyarakat. Contoh simpelnya yaitu UU Minerba yang lebih menguntungkan pengelolaan SDA ketimbang rakyat.

Semua ini buah penerapan kapitalisme yang sudah mengakar kuat di Indonesia. Lantas pertanyaan, bisakah kita lepas dari cengkraman kapitalisme ini? Bagaimana pandangan Islam berkaitan penguasaan SDA oleh segelintir orang atau para pemilik kapital?


Pandangan Islam 

Ingin diterapkan dan menguasai, itulah sifat dari ideologi. Terlepas ideologi tersebut sahih ataupun batil. Didunia terdapat tiga ideologi, yaitu Islam, sosialisme dan kapitalisme. Untuk sekarang dunia dicengkeram dan dikuasai oleh kapitalisme. Sesuai namanya kapitalis, pemilik modal menjadi aktor dalam ideologi ini. Semboyan yang populer yaitu mendapatkan sebanyak-banyaknya keuntungan namun meminimalisir modal tanpa memperhatikan kemaslahatan orang lain.

Untuk bisa lepas dari ideologi ini, maka kita harus mencari pengganti ideologi yang sahih. Yang ideologi tersebut jika diterapkan tidak akan menindas satu sama lain, mensejahterakan rakyat dan yang paling penting dapat mengembangkan keputusan kepada yang berhak mengatur (zat pencipta dunia dan seisinya).

Islam bukan hanya sekadar agama yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya semata, namun ia merupakan sebuah ideologi seperti kapitalisme ataupun sosialisme namun ia turun dari Zat Pencipta. Islam memuat aturan yang holistik dalam segala aspek, dari urusan individu sampai pada tataran negara diatur. Hal ini sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW saat beliau memimpin Madinah dan diteruskan oleh para sahabat dan generasi setelahnya. Aturan yang lahir dari ideologi Islam tidak akan menyengsarakan rakyat sekalipun itu urusan yang kecil, karena semua akan dipertanggung jawabkan kelak di yaumul akhir.

Islam memandang SDA masuk dalam kategori harta kepemilikan umum, yang mana perseorangan, swasta tidak berhak atau tidak diizinkan untuk menguasai dan mengelolanya, sekalipun mereka mampu membeli SDA tersebut. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing hal ini merujuk pada sabda Rasulullah SAW, "Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api." (HR Ibnu Majah).

Terkait kepemilikan umum, Imam at-Tirmidzi juga meriwayatkan hadis dari penuturan Abyadh bin Hammal. Dalam hadis tersebut diceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasul SAW untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul SAW lalu meluluskan permintaan itu. Namun, beliau segera diingatkan oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mâu al-iddu).” Rasul saw. kemudian bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia.” (HR at-Tirmidzi).

Berdasarkan hadis ini, semua milik umum tidak boleh dikuasai oleh individu, termasuk swasta dan asing. Tentu yang menjadi fokus dalam hadis tersebut bukan “garam” semata, melainkan tambangnya. Dalam konteks ini, Al-Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani mengutip ungkapan Abu Ubaid yang mengatakan, “Ketika Nabi SAW mengetahui bahwa tambang tersebut (laksana) air yang mengalir, yang mana air tersebut merupakan benda yang tidak pernah habis, seperti mata air dan air bor, maka beliau mencabut kembali pemberian beliau. Ini karena sunah Rasulullah SAW dalam masalah padang, api dan air menyatakan bahwa semua manusia bersekutu dalam masalah tersebut. Karena itu beliau melarang siapapun untuk memilikinya, sementara yang lain terhalang.”

Sehingga menurut pandangan Islam, barang tambang yang oleh manusia didambakan dan dimanfaatkan tanpa biaya seperti garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat), minyak bumi, intan dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan (hak kepemilikan individualnya) melainkan harus dikelola oleh negara dan hasilnya dikembangkan kepada rakyat. Rahmat Allah akan kita rasakan secara sempurna jika kita mau mengambil syariat secara sempurna, dari urusan paling kecil hingga urusan paling besar, salah satu Rahmat yang akan kita rasakan adalah periayahan yang baik dari negara kepada kita (rakyat) berupa kebutuhan pokok maupun kebutuhan umum (berupa pendidikan, kesehatan, pelayanan, dll). 

Wallahu a'lam. []


Oleh: Oktavia 
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments