Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mampukah UU Perampasan Aset Mencegah Pertumbuhan Korupsi?

TintaSiyasi.com -- Kasus korupsi kembali ditemukan, baik oleh pejabat, anggota dewan atau ASN. Tindakan nya tidak dilakukan sendirian melainkan secara berjamaah.

Komisi Pemberantasan Korupsi mencekal 10 tersangka dalam penyidikan kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) pegawai di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun anggaran 2020—2022 ke luar negeri. Penyidik KPK juga telah melakukan penggeledahan di rumah para tersangka tersebut dalam rangka pengumpulan alat bukti.
Sementara itu, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur mengungkapkan modus korupsi dalam kasus ini adalah dengan sengaja salah memasukkan angka tukin yang akan ditransfer.
(m.antaranews.com, 31/03/2023) 

Pegiat antikorupsi dari PUKAT UGM Zaenur Rohman menilai aksi korupsi yang dilakukan Bupati Kapuas, Kalimantan Tengah, Ben Brahim S Bahat dan anggota DPR RI Fraksi Nasdem Ary Egahni Ben Bahat bukan lah modus baru. Zaenur menilai, modus yang dilakukan pasangan suami istri itu kerap dilakukan pejabat lain dengan menyalahgunakan wewenangnya. Zaenur menambahkan, modus korupsi yang paling sering dilakukan pejabat adalah penjualan perizinan, menerima suap atau gratifikasi pada pengadaan barang dan jasa, pengisian jabatan pegawai daerah hingga korupsi anggaran.
( https://tirto.id, 29/3/2023) 

Saat ini Ramai pembahasan tentang RUU perampasan aset tindak pidana, yang hingga kini belum ada kejelasan. Padahal Indonesia telah menandatangani konvensi tersebut pada 2003 dan melakukan ratifikasi dengan membuat Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2006.

UU perampasan aset kembali mengemuka usai Menkopolhukam, Mahfud MD, meminta DPR RI untuk mendukung kehadiran UU tersebut.
Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul merespons desakan Menko Polhukam Mahfud MD agar DPR segera membahas dan mengesahkan RUU Perampasan Aset.

Desakan itu muncul menyusul polemik dugaan transaksi janggal Rp349 triliun di Kementerian Keuangan. Namun, Pacul mengatakan RUU Perampasan Aset bisa gol jika para ketua umum partai menyetujui. Menurutnya, semua anggota DPR patuh pada 'bos' masing-masing. Karena itu, dia menyarankan pemerintah sebaiknya melobi ketua umum partai.
 (cnnindonesia.com, 31/03/2023) 

Melihat gurita kasus korupsi yang tiada henti dinegeri ini dan kuatnya cengkaraman sekulerisme, muncul pertanyaan apakah pengesahan RUU perampasan aset mampu mencegah tingginya kasus korupsi? 

Korupsi lahir dari penerapan sistem demokrasi sekular yang memisahkan agama dari kehidupan.
Aturan agama hanya digunakan saat beribadah kepada Allah dan dicampakkan ketika menjalani kehidupan sehari-hari. Tidak heran jika masalah korupsi dinegeri ini tidak pernah menemui titik puncak penyelesaian. Sebab korupsi lahir dari sistem hidup yang salah dan seolah olah sudah mengakar dalam sistem ini. 

Selain kesalahan sistem, ketaqwaan individu kepada Allah SWT juga lemah dalam sistem sekular ini. Sehingga para koruptor tidak mampu menghindari tindak korupsi sekalipun mereka menyadari bahwa itu adalah perbuatan salah dan haram dilakukan.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 188
"Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui".

Sistem Islam adalah sistem termasyur dalam menyelesaikan segala permasalahan kehidupan baik pribadi, sosial dan pemerintahan. Penerapan sistem kaffah dalam naungan khilafah islam.
Islam memiliki berbagai mekanisme efektif untuk mencegah korupsi, mulai dari penanaman akidah yang kuat pada individu hingga sistem sanksi yang tegas. 

Khilafah menetapkan syarat takwa sebagai ketentuan, selain syarat profesionalitas untuk menjadi pejabat negara. Ketakwaan menjadi kontrol awal sebagai penangkal berbuat maksiat dan tercela. Ketakwaan akan menjadikan seorang pejabat dalam melaksanakan tugasnya selalu merasa diawasi oleh Allah SWT.

Kemudian dalam sistem pemerintahan khilafah islamiyah pelaksanaan politik secara syar’i. Politik itu intinya adalah ri’âyah syar’iyyah, yakni bagaimana mengurusi rakyat dengan sepenuh hati dan jiwa sesuai dengan tuntutan syariah Islam. Bukan politik yang tunduk pada kepentingan oligarki, pemilik modal, atau elit rakus. 

Sanksi tegas diberlakukan demi memberikan efek jera dan juga pencegah kasus serupa muncul berulang. Hukuman tegas tersebut bisa dalam bentuk publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati. 

Negara yang berhasil itu adalah negara yang mampu memberikan kesejahteraan kepada seluruh ummatnya tanpa terkecuali, menjalankan pemerintahan semata-mata menjalankan perintah Allah SWT. Dan negara seperti ini hanya akan terwujud dengan sistem khilafah islamiyah. 

Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Yusniah Tampubolon
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments