Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Baby Blues Tinggi, Akibat Supporting System Rendah


TintaSiyasi.com -- Belakangan ini makin marak ibu hamil dan menyusui mengalami gangguan kesehatan mental, persentase gangguan kesehatan mental di kalangan ibu hamil dan menyusui ini cukup tinggi di Indonesia.

Jika permasalahan ini terus berlarut-larut dan tidak ditangani, kondisi ini bisa berujung depresi. "Gangguan kesehatan mental banyak terjadi pada ibu hamil, ibu menyusui, dan ibu dengan anak usia dini," kata Ketua komunitas Wanita Indonesia Keren dan psikolog Dra Maria Ekowati ketika ditemui detikcom di kawasan Jakarta Selatan (DetikHealth, 26/5/2023).

Gangguan kesehatan mental yang dialami ibu yang barusaja melahirkan bayinya dikenal dengan istilah baby blues.

March of Dimes sebuah organisasi nirlaba di Amerika yang fokus pada peningkatan kesehatan ibu dan bayi menyampaikan bahwa empat dari lima wanita (80 %) pasangan baru mengalami baby blues. Di Indonesia penelitian skala nasional menunjukkan lima puluh samai tujuh puluh persen ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues. Angka ini tertinggi ketiga di Asia.

Berbeda dengan depresi pascamelahirkan, keluhan baby blues bersifat hilang timbul dan umumnya bertahan tidak lebih dari dua minggu, jika tidak ditangani berpotensi menyebabkan depresi pascamelahirkan dan hal ini berbeda dengan sindrom baby blues. Fatalnya, jika kurang perawatan akan berdampak buruk pada kesehatan mental orang tua, terlebih pada perkembangan anak.

Baby blues merupakan depresi ringan yang terjadi pada ibu setelah melahirkan. Biasanya, gejala yang dirasakan pada setiap ibu berbeda-beda. Umumnya, ditandai dengan reaksi depresi atau sedih, menangis dengan tiba-tiba, mengalami perubahan suasana hati, mudah tersinggung, cemas, perasaan yang labil, cenderung menyalahkan diri sendiri, hingga gangguan tidur dan nafsu makan.


Penyebab Baby Blues

Penyebab pasti baby blues belum diketahui dengan pasti. Meski demikian, baby blues disebut memiliki keterkaitan dengan perubahan hormon yang terjadi selama masa kehamilan dan terjadi lagi setelah sang ibu melahirkan. Namun, banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya baby blues.

Kehamilan hingga persalinan bukanlah fase ringan sehingga memiliki dampak psikologis pada perempuan. Bahkan di dalam Al-Qur'an sendiri mengakui bahwa betapa beratnya beban yang dipikul oleh seorang ibu. Allah SWT berfirman,

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ

Artinya: Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu. (QS. Luqman :14).

Sejak mengandung, melahirkan, hingga proses menyusui pada sebagian mereka memberi tekanan emosi yang dikenal dengan sindrom baby blues. Al-Qur'an menggambarkan proses ini sebagai wahnan ala wahnin.

Menurut al-Qurthubi dalam tafsirnya al-Jami' li Ahkam, istilah wahnan ala wahnin digunakan karena pada dasarnya perempuan adalah makhluk yang lemah secara fisik, kondisi kehamilan menyebabkan bertambahnya kelemahan tersebut.

Realita di sistem kapitalisme yang diterapkan hari ini tidak mampu meyiapkan para perempuan untuk siap menjalani peran sebagai seorang ibu, melainkan hanya siap untuk menjadi istri. Kurikulum pendidikan yang ada dalam sistem kapitalisme tidak menekankan kesiapan untuk menjadi orang tua sebagai kompetensi, sehingga saat memasuki jenjang rumah tangga orangtua merasa gagap dan asing dengan peran yang harus dihadapi dalam kehidupan rumah tangga mereka, hingga akhirnya membuat mereka merasa tertekan.

Parahnya lagi, kapitalisme dengan sekulerismenya yang memisahkan agama dari kehidupan membuat nilai -nilai agama yang semestinya menjadi pegangan dalam kehidupan justru dipinggirkan dan diabaikan .

 
Peran Negara sebagai Supporting System

Negara memiliki peran yang penting untuk memberikan supporting system bagi warga negaranya, khususnya perempuan. Supaya mampu menjalani perannya sebagai seorang ibu. Pendidikan yang diselenggarakan oleh negara hari ini, sangat jauh berbeda dengan pendidikan yang diselenggarakan oleh Negara Islam. Dalam Negara Islam penyelenggaraan proses pendidikannya akan membentuk perempuan - perempuan yang memiliki pemahaman strategisnya ketika dia menikah, yaitu sebagai ummu warabatul bayt. Peran tersebut akan menuntut perempuan menjadi seorang ibu yaitu sebagai pendidik utama dan pertama putra putrinya, serta sebagai pengatur rumah tangga suaminya. Tak hanya peran strategis, pendidikan dalam negara Islam akan memastikan perempuan juga paham akan peran politisnya sebagai bagian dari masyarakat  yang memiliki kewajiban melakukan amar maruf nahi munkar dalam kehidupan umum.

Keberhasilan negara yang menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan khususnya pendidikan telah terbukti sepanjang keberlangsungan negara Islam selama 13 abad. Banyak teladan sosok ibu yang berhasil menjalankan perannya sebagai seorang ibu, seperti Al Khansa, ibu dari kalangan shahabiah yang senantiasa menyiapkan anaknya menjadi mujahid. Fatimah binti Ubaidillah Azdiyah adalah contoh Ibu yang begitu sabar mendidik anak-anaknya hingga anaknya menjadi ulama terkemuka yaitu Imam Syafi'i. Ummu Ashim adalah ibu yang luar biasa mendidik anaknya sehingga menjadi sosok Khalifah terbaik untuk umat.

Keberhasilan ini bukan semata-mata karena kehebatan seorang Ibu, namun ada peran negara sebagai institusi yang mengambil peran dalam menyiapkan generasi mereka. Melalui kurikulum yang ada dalam sistem pendidikan Islam, negara berhasil mencetak para generasinya memiliki kepribadian Islam yaitu terwujudnya pola pikir islami dan pola sikap islami. Bukan hanya itu, generasi akan dididik untuk menguasai tsaqofah dan Ilmu pengetahuan serta teknologi sehingga mampu menyelesaikan semua masalah kehidupan dengan keilmuan mereka. 

Keberadaan negara seperti inilah yang dikenal dengan Daulah Khilafah Islamiyah . Maka keberadaan Daulah Khilafah sajalah yang akan mampu memberikan supporting system, bukan hanya perempuan yang siap menjadi istri dan ibu, namun juga memastikan bahwa laki-laki siap menjalankan perannya sebagai suami dan ayah.Dengan demikian, akan terbentuklah satu bangunan keluarga yang kokoh di mana ayah dan ibu menjalankan perannya dengan kesadaran dan kesungguhan. []


Oleh: Atiqah Muthi'ah
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments