Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ancaman Kekeringan di Depan Mata, Bagaimana Peran Negara ?

TintaSiyasi.com -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperingatkan bencana kekeringan yang akan melanda Indonesia pada semester dua tahun ini. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, ancaman kekeringan ini disebabkan dua fenomena, yaitu El Nino dan Indian Ocean Dipole atau naik turunnya suhu di permukaan laut di Samudera Hindia yang makin menguat. Apalagi diprediksi musim kemarau tahun 2023 akan tiba lebih awal dari sebelumnya. Fenomena ini akan berdampak pada semakin berkurangnya curah hujan di sebagian wilayah Indonesia selama periode musim kemarau ini. Bahkan sebagian wilayah Indonesia diprediksi akan mengalami curah hujan dengan kategori di bawah normal, atau lebih kering dari kondisi normalnya (m.kbr.id, 06/06/23).

Kondisi tersebut tentu akan berdampak pada munculnya bencana kekeringan yang bisa mengancam sektor kehidupan seperti pertanian, kebakaran hutan, krisis air, hingga sejumlah penyakit yang muncul akibat perubahan cuaca ekstrim. Dikutip dari sumut.antara.news.com, 10/06/23, BMKG mengimbau masyarakat untuk memaksimalkan cadangan air dan menghemat penggunaan air demi mengantisipasi kekeringan panjang sebagai dampak fenomena El Nino. Kelangkaan air juga akan sangat berpengaruh pada sektor pertanian dan ketahanan pangan. Oleh karena itu Presiden telah mengingatkan agar impor beras dilakukan untuk memastikan ketahanan pangan.

Di tengah perubahan iklim, ancaman kekeringan adalah sesuatu yang niscaya terjadi. Namun upaya antisipasi negara dalam menangani bencana kekeringan di negeri ini  tidak menyentuh akar persoalan. Himbauan penghematan air bersih pun hingga mempercepat impor tidak bisa memastikan dapat memenuhi kebutuhan rakyat secara menyeluruh selama masa kekeringan terjadi. Hingga saat ini negara belum berupaya untuk melakukan pemetaan mulai dari pemetaan iklim, kondisi cuaca panas maupun hujan termasuk dampak terhadap pertanian berikut solusi yang dibutuhkan di wilayah berbagai negeri ini saat menghadapi cuaca ekstrim.

Kekeringan yang terjadi pasti ada sebabnya. Kekeringan selain disebabkan oleh faktor alam juga dipengaruhi oleh perilaku manusia terhadap bumi. Dari faktor alam, tidak bisa dipungkiri di beberapa wilayah di negeri ini berpotensi mengalami anomali iklim  yang bisa mengganggu siklus hidrologi diantaranya fenomena El Nino yang berdampak pada kekeringan di suatu wilayah. Akan tetapi perilaku manusia pun juga ternyata turut andil di dalamnya. Penelitian terkini dari para ahli menunjukkan bahwa deforestasi atau penggundulan hutan turut menjadi pemicu meningkatnya suhu bumi. Deforestasi juga berpengaruh besar terhadap pemanasan global dan kenaikan suhu udara.

Jika kita cermati, di negeri ini begitu banyak terjadi pembukaan lahan melalui penggundulan hutan secara liar serta pembakaran hutan secara sengaja untuk kebutuhan perkebunan kelapa sawit atau pun perkebunan lainnya. Tidak jarang pula, lahan dibuka untuk pembangunan kawasan ekonomi. Laju deforestasi  sebagai perubahan tata guna lahan yang begitu pesat seperti liberalisasi SDA kehutanan, pertambangan, hingga pembangunan kawasan ekonomi khusus dan energi baru terbarukan terjadi akibat tekanan politik globalisasi. Belum lagi pembangunan pabrik-pabrik di sejumlah daerah. Akibatnya hutan tidak bisa lagi menyimpan cadangan air yang cukup dan adanya pembuangan limbah pabrik di sembarang tempat, yang kemudian mengakibatkan kurangnya pasokan air bersih terhadap kelangsungan hidup ekosistem alam serta masyarakat.

Penerapan sistem ekonomi kapitalisme dan sistem politik demokrasi lah yang melegalkan liberalisasi sumber daya alam di bawah kendali negara. Alhasil negara mengeluarkan kebijakan yang melancarkan bisnis para pemilik modal. Mirisnya di saat yang sama negara abai terhadap kepentingan-kepentingan rakyat. Demokrasi kapitalisme memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga manusia bebas semaunya membuat aturan sendiri, tidak memikirkan dampak buruk yang terjadi di kemudian hari. Maka jangan heran bila kemarau panjang  dan kekeringan melanda negeri ini, terutama di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim terbesar di dunia. 

Selain itu kapitalisme juga mengutamakan kepemilikan individu dan pendekatan yang mementingkan kemanfaatan. Hal ini menjadikan eksploitasi besar-besaran atas sumber daya alam yang mengabaikan aspek moralitas. Akhirnya ini yang mengakibatkan hak penguasaan sumber daya alam, khususnya hutan bisa jatuh ke tangan individu. Padahal kelestarian hutan sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan alam yang dibutuhkan bagi kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan, serta seluruh ekosistem. Di sisi lain kebijakan liberalisasi sumber daya air telah menyuburkan maraknya perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) milik korporasi dan alih fungsi hutan menjadi lahan industri. Ini semua membuat kerusakan lingkungan yang berdampak kekeringan. Ditambah dampak perubahan iklim maka akan memperburuk kondisi kesehatan,  berdampak secara ekonomi dan menurunkan kualitas pemenuhan kebutuhan pangan. Kondisi beberapa wilayah Indonesia yang berulang mengalami kekeringan pun tidak mendapat kebijakan yang menyelesaikan kebutuhan air.

Dari sini jelas bahwa prinsip kapitalisme yang mementingkan keuntungan dan mengutamakan kepemilikan individu terhadap sumber daya alam berakibat rusaknya keseimbangan alam. Selama ide kapitalisme masih diemban, maka kehidupan dan alam akan senantiasa pada posisi yang tidak seimbang. Akibatnya, musibah akan senantiasa mengancam kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan. 
 
Allah berfirman yang artinya : “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (TQS. Ar-Ruum : 41)

Ayat Allah diatas menjelaskan bahwa kerusakan yang terjadi di darat dan di laut karena aktivitas manusia yang tidak mengikuti jalan yang benar (syariat Allah). Akibatnya, musibah akan senantiasa mengancam kehidupan manusia. Oleh karena itu, penerapan syariat Allah merupakan satu-satunya jalan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan yang telah terjadi. Sedangkan syariat Allah hanya bisa diterapkan apabila ada institusi yang menerapkannya.

Khilafah adalah institusi satu-satunya yang akan menerapkan syariat Allah di muka bumi. Penerapan syariat yang sesuai kehendak Allah sebagai pemilik bumi dan seisinya tentu akan mampu memberikan keseimbangan alam. Karena itu, sudah menjadi kewajiban Khalifah sebagai pemegang amanah dari Allah untuk senantiasa berusaha menjaga keseimbangan alam dan menghilangkan segala bentuk kemudharatan atau bahaya yang akan menimpa seluruh kehidupan akibat aktivitas manusia. 

Islam memandang kekeringan sebagai persoalan sistemik. Penguasa yang bertanggung jawab mengurus umat, berperan besar mengatasi persoalan sistem. Jika sistem yang ada sekarang terbukti merusak dan menimbulkan banyak permasalahan, maka solusi hakiki adalah mengganti sistem. Liberalisasi hanya menguntungkan para kapital, tidak menyelesaikan permasalahan umat.

Air adalah salah satu kebutuhan dasar rakyat yang sangat berkaitan dengan kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu negara wajib menjaga daur air dan segala aspek yang menjaga keberlangsungannya. Baik hutan, iklim, sungai dan danau. Islam telah menempatkan air sebagai harta kepemilikian umum rakyat yang tidak boleh dikuasai segelintir orang termasuk pihak swasta. Sebab hal tersebut akan menghambat sebagian yang lain untuk mengaksesnya hingga membahayakan nyawa manusia .

Penguasa wajib menerapkan solusi mengatasi problem kekeringan akibat kondisi fisiologis wilayah, dan juga mandiri dalam membuat program mengatasi dampak perubahan iklim.  Solusi tersebut harus lahir dari aturan Islam. Program tersebut itu solusi teknis maupun non teknis. Solusi teknis yaitu mulai dari mengkaji secara menyeluruh dan mendalam penyebab kekeringan, melakukan riset atasnya, kemudian memetakan wilayah kekeringan dan dampaknya terhadap kehidupan makhluk. Serta melakukan upaya pencegahan, rehabilitasi dan solusi bersama-sama antara Khalifah sebagai penguasa dengan umat. Tentunya upaya ini juga harus melibatkan orang-orang yang berkapasitas memberikan pendapat hasil risetnya , misalnya para ilmuwan lingkungan, biologi, geografi dan lain-lain, mengingat masalah lingkungan membutuhkan pendapat para ahli untuk membantu Khalifah mengeluarkan kebijakan melalui rekomendasi hasil riset mereka. 

Adapun upaya Khilafah menghadapi dampak dari anomali iklim dapat dilakukan dengan beberapa langkah. Pertama, mengedukasi masyarakat secara terus menerus dalam rangka membangun kesadaran dan melibatkan seluruh masyarakat secara sistematis menghadapi bencana kekeringan. Kedua, membangun, merehabilitasi dan memelihara jaringan irigasi serta konservasi lahan dan air. Ketiga, memberikan bantuan sarana produksi seperti benih, pupuk dan pompa spesifik kepada masyarakat. Keempat, mengembangkan budaya hemat air bersama masyarakat.

Solusi non teknis adalah dengan mendekatkan diri kepada Allah. Khalifah mengajak umat meninggalkan segala bentuk kemaksiatan, bertaubat dan kembali kepada Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Memohon pertolongan pada Allah SWT melalui doa serta ibadah Salat Istisqo, agar Allah mengangkat musibah kekeringan yang terjadi.

Inilah mekanisme Khilafah mencegah terjadinya kekeringan dan menghadapi dampak kekeringan. Semua ini hanya terwjud melaluli penerapa syariah Islam kaffah. Jika langkah ini dilakukan maka Islam akan menjadi rahmat bagi semesta alam. Manusia, hewan, tumbuhan dan seisi alam semesta akan merasakan penjagaan Islam. Saat manusia merusak alam, lingkungan sosial pun akan terganggu. Lebih dari itu merusak alam adalah perbuatan maksiat yang dibenci Allah. Oleh sebab itu kita kembali pada Islam adalah solusi hakiki mengatasi kekeringan dan berbagai dampak yang muncul di tengah umat. Wallahu ‘alam.

Oleh: Hanum Hanindita, S.Si
Sahabat TintaSiyasi

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments