TintaSiyasi.com -- Mustofa (60) warga lampung menjadi sorotan masyarakat setelah melakukan teror penembakan di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pelaku sempat 3 kali mendatangi kantor MUI dan meminta bertemu Ketua MUI sebelum akhirnya melakukan penembakan. Tercatat 2 orang terluka dan beberapa kaca kantor MUI pecah akibat insiden tersebut. Menurut keterangan Mustofa pernah mendeklarasikan diri sebagai utusan nabi pada tahun 1997 silam, setelah dirinya mengaku bermimpi bertemu Rasullulah SAW (Republika.co.id, 2 Mei 2023).
Kasus serupa tercatat sudah beberapa kali terjadi di Indonesia. Yang sempat cukup menyita perhatian publik saat itu adalah kasus Lia Eden. Seorang wanita yang mengaku mendapat wahyu melalui malaikat Jibril. Dia mendapat sejumlah pengikut lewat Tahta Suci Kerajaan Tuhan. Setelah dinyatakan sesat oleh MUI kala itu Lia Eden divonis 2 tahun penjara pada 2006. Setelah sempat bebas kembali ditangkap pada 2008 dan divonis 2,5 tahun penjara. Namun ketika bebas ditahun 2011 Lia Eden mengaku tidak kapok dipenjara dan akan terus menyampaikan ajarannya. Sebelum akhirnya meninggal pada tahun 2021 silam (Detik, 11 April 2021).
Kasus serupa bukan tidak mungkin akan kembali terjadi mengingat masih kurang tegasnya hukum terhadap pelaku penista agama. Apalagi dalam sistem sekuler saat ini yang berdalih toleransi. Sebenarnya fenomena mengaku nabi atau utusan nabi sudah ada sejak zaman Rasulullah dan para sahabat. Namun cara penanganan terhadap pelaku cukup berbeda dengan saat ini.
Dalam sistem sekuler kapitalisme hukum terhadap penista agama tak mampu menghadirkan efek jera bagi pelakunya.
Fenomena nabi palsu tak bisa hanya dianggap sebelah mata karena sangat berdampak besar pada umat Islam. Sistem kehidupan sekuler hanya menempatkan agama Islam sebagai identitas di KTP saja. Hal ini pula yang menjadi salah satu sebab kenapa fenomena nabi palsu masih saja mendapat banyak pengikut. Sejatinya umat sangat haus akan nilai religius. Sayangnya, sistem sekulerisme kapitalisme saat ini menjadikan kurangnya pemenuhan nilai agama dalam masyarakat. Karena sekulerisme sengaja memisahkan urusan agama dengan urusan kehidupan dunia lainnya, menjadikan agama hanya sebatas urusan privat individu dengan Tuhannya saja. Sekulerisme dengan dalih toleransi dan HAM menyebabkan manusia tidak boleh menuding kesalahan dalam beragama sebagai suatu kesesatan. Bahkan berbagai bentuk penistaan terhadap agama pun hanya mendapatkan sanksi ala kadarnya atas nama toleransi. Hal ini sebagai bentuk desakralisasi agama di mana tujuannya agama tak lagi dianggap sesuatu yang perlu diagungkan lagi. Agama dianggap hanya sebatas ritual antara hamba dan Tuhannya saja.
Kasus nabi palsu adalah bentuk penistaan agama. Karena dalam ajaran agama Islam telah jelas disebutkan bahwa Nabi Muhamad adalah nabi terakhir. Dalam khilafah atau negara Islam, hal ini akan dianggap sebagai hal yang sangat penting dan genting sehingga memerlukan penanganan serius dan secepatnya. Sebab keberadaan nabi palsu ataupun yang mengaku wakil nabi akan menyesatkan banyak orang dan tentu saja sangat mengganggu kestabilitasan suatu negara. Negara akan menindak tegas pelaku sebagai bentuk perlindungan negara terhadap rakyat. Termasuk melindungi akidah rakyat dari hal hal yang merusak. Sejarah mencatat bagaimana Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq dengan tegas memerangi Musailamah Al-Khazab yang mengaku nabi palsu pada zaman kekhalifahan beliau sebagai bentuk perlindungan khalifah selaku kepala negara terhadap keselamatan akidah umatnya. Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq menggelar operasi militer di bawah pimpinan Khalid ibn al-Walid, Ikrimah ibn Abi Jahal, dan Syarahbil ibn Hasanah untuk menumpasnya. Pertempuran tersebut berlangsung dengan dahsyat, di mana Musailamah membawa 40 ribu pasukan. Alhasil, kaum muslimin berhasil memenangkan pertempuran dan Musailamah sendiri terbunuh di tangan Wahsyi ibn Harb.
Bahkan, semasa Rasulullah ada seorang yang mengaku nabi yaitu Al-Aswad al-'Ansi .Dia mengaku sebagai nabi di Yaman pada masa akhir-akhir kehidupan Nabi SAW. Ia murtad dari agama Islam dan mengaku mendapat nubuwwah atau kenabian. Ia juga menjadi orang pertama yang murtad pada zaman Rasulullah SAW. Melihat situasi itu, Nabi saw. pun mengirim surat kepada kaum muslimin Yaman yang berisi anjuran perang melawan Al-Aswad.
Dari kisah tersebut menunjukkan bagaimana seharusnya kita menyikapi seorang penista agama. Bagaimana Islam sangat tegas dalam bersikap. Langkah awal sebelum memerangi adalah mendakwahi pelaku. Namun, jika pelaku masih menolak kembali pada ajaran agama Islam, maka dia akan dihukumi sebagai orang yang murtad.
Tak hanya tegas dalam memberi sanksi, dalam negara Islam, pemerintah juga wajib memberikan langkah pencegahan. Kasus mengaku nabi bisa terjadi karena kurangnya pemahaman umat terhadap agamanya. Maka perlu diberikan edukasi dan penanaman nilai Islam sejak dini dengan menetapkan sistem pendidikan Islam kaffah. Selain itu, negara juga wajib melarang segala bentuk penistaan terhadap simbol dan ajaran agama Islam. Termasuk penyebaran ajaran sesat, baik oleh individu maupun kelompok. Yang tak kalah penting adalah kontrol negara terhadap media. Media dalam Khilafah atau negara Islam dilarang menyiarkan apapun yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Sebab, media menjadi salah satu senjata musuh Islam untuk menyebarkan propaganda untuk merusak umat Islam. Adapun sistem sekuler kapitalisme saat ini meniscayakan kasus penistaan agama, khususnya nabi palsu akan terus berulang. Maka kembali ke sistem Islam kaffah adalah satu-satunya solusi. Wallahu a’lam. []
Oleh: Ika Kusuma
Aktivis Muslimah
0 Comments