Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Perundungan Anak Marak dan Sadis Akibat Kapitalisme

TintaSiyasi.com -- Kasus bullying semakin marak. Baru-baru ini terjadi kasus bullying terhadap anak. MHD bocah SD berusia 9 tahun di Sukabumi meninggal dunia diduga akibat dikeroyok oleh kakak kelasnya, juga diduga mendapat bullying beberapa kali.

Dilansir dari Kompas.com, 20/05/2023, MHD (9), bocah kelas 2 di salah satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Jabar), meninggal dunia akibat dikeroyok oleh kakak kelasnya pada Senin (15/5/2023).

Bullying Anak Marak, Kenapa?

Fakta ini makin menambah deretan daftar pelaku kekerasaan usia anak-anak. Sebenarnya ada banyak faktor penyebab terjadinya kasus bullying anak ini. Mulai dari kurikulum pendidikan, pola asuh di keluarga, kebiasaan di masyarakat hingga tontonan yang sering dikonsumsi oleh anak-anak.

Kurikulum pendidikan saat ini hanya berorientasi pada pencapaian nilai akademik. Nilai-nilai agama yang seharusnya ditanamkan sekarang tidak diutamakan. Begitu pula dalam keluarga, sebagian orang tua tidak mendidik anak-anaknya dengan standar agama, sehingga mereka tumbuh dengan jiwa antisosial, pemarah, tidak mau kalah dan miskin empati.

Negara juga mandul untuk mengatasi lingkungan sosial remaja yang hedonis. Selain itu, tontonan yang bisa menjadi sumber inspirasi kekerasan sangat mudah diakses dan beredar luas tanpa ada pengawasan dari negara. Kehidupan yang tidak sehat ini membuat kasus bullying semakin marak dan semakin sadis, bahkan sudah terjadi di kalangan anak sekolah dasar (SD).

Inilah gambaran nyata kehidupan yang diatur oleh sistem yang memisahkan agama dari kehidupan yakni sistem sekularisme. Hal ini menjadikan negara ini darurat bullying akibat dari diterapkannya sistem buatan manusia ini dan seharusnya umat mencari solusi alternatif yang terbukti mampu melahirkan generasi-generasi mulia.

Islam Adalah Solusi Alternatif 

Solusi alternatif ini adalah sistem Islam yang diterapkan oleh sebuah negara yang berlandaskan aqidah Islam di dalam seluruh aspek kehidupan bernegara. Seluruh umat yang berada di bawah naungan kekuasaan Islam, landasan perbuatannya adalah keimanan dan hukum syari'at.

Sehingga, ketika syariat mengatakan bullying adalah perbuatan dosa, karena termasuk dalam perbuatan merendahkan, berperilaku jahat, dan tindakan sadis kepada orang lain, maka semua warga negara tersebut akan menjauhinya atas dorongan keimanan, baik itu anak-anak, pemuda atau orang tua sekalipun.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al Hujurat: 11 yang artinya,

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim."

Ayat tersebut secara gamblang menggambarkan kepada kita bahwa bullying adalah tindakan tercela. Pemahaman dan sikap demikian jelas tidak akan hadir dengan sendirinya. Banyak upaya yang harus dilakukan agar mafahim (pemahaman), maqayis (tolak ukur), qanaat (penerimaan) masyarakat terutama anak-anak sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Upaya ini pun tidak kemudian dibebankan kepada individu atau keluarga saja, melainkan juga dibebankan kepada negara.

Syariat Islam memerintahkan keluarga sebagai benteng pertama untuk mendidik dan membentuk anak-anak agar mereka memiliki karakter yang sesuai dengan syariat Islam. Orangtua harus menjadi teladan bagi anak-anak mereka dalam berkata dan bertindak. Sebab, tidak jarang kasus bullying dipicu karena melihat adegan kekerasan dalam rumah.

Sementara dalam kehidupan di masyarakat, Islam memerintahkan untuk melakukan amar makruf nahi munkar. Dalam Islam masyarakat memiliki kepekaan sehingga tidak segan-segan untuk mengingatkan satu sama lain, mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari berbagai tindakan yang tercela. Masyarakat tidak boleh abai dengan kondisi yang ada disekitarnya. Karena itu, dalam Islam semua bibit pelanggaran mudah untuk dideteksi.

Sebab, masyarakat akan cepat melaporkan kepada pihak yang berwenang tanpa menunggu kasus tersebut viral terlebih dahulu atau setelah terjadi keburukan yang besar. Tugas keluarga dan masyarakat akan semakin dikuatkan dengan kehadiran negara Islam. Negara Islam tentu memiliki banyak instrumen untuk menjaga warga negaranya mulai dari memastikan aqidah mereka, membangun kepribadian Islam warganya, menjaga mereka agar selalu taat dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah subhanahu wa ta'ala.

Dengan demikian, terwujudlah individu beriman, berakhlak mulia, dan terampil di semua lapisan usia termasuk anak-anak. Negara Islam akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang berbasis pada aqidah Islam sehingga terbentuk generasi-generasi yang berkepribadian Islam, yakni mereka memiliki pola pikir Islami dan pola sikap yang Islami. Artinya, seseorang itu mampu berpikir dan berbuat sesuai dengan syariat Islam. Karena itu, standar pendidikan negara Islam tidak hanya dilihat dari kemampuan anak dalam menyelesaikan eksak, tetapi juga bagaimana mereka mampu berpikir dan berbuat pada saat menghadapi persoalan.

Sistem pendidikan ini tentu akan menutup celah kasus bullying di manapun termasuk di lingkungan sekolah. Tidak hanya itu, negara Islam akan memberi batasan konten media yang akan ditayangkan. Adegan kekerasan, pembunuhan tanpa haq dan sebagainya akan dilarang. Konten yang diperbolehkan adalah konten yang semakin meningkatkan keimanan warga negara kepada Allah SWT, meningkatkan kewibawaan Islam di kancah nasional maupun mancanegara, serta menjadi sarana propaganda agar dakwah semakin meluas dan mudah diterima.

Kebijakan seperti ini mampu menghilangkan sumber inspirasi tindak kekerasan. Sehingga, fenomena tindak kekerasan seperti bullying tidak akan muncul. Oleh karena itu, menyelesaikan kasus bullying diperlukan sinergitas dari orang tua, masyarakat dan peran negara.

Hanya saja, sinergitas ini tidak akan terwujud kecuali dengan menggunakan sistem kehidupan manusia yang shahih yakni diterapkan sistem Islam dalam bingkai negara Islam. Wallahu a'lam bishshowab.[]

Oleh: Endang Widayati
(Komunitas Tinta Pelopor)

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments