Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pemilu Pelanggeng Sistem Demokrasi

TintaSiyasi.com -- Angin segar persiapan pemilu mulai terlihat lagi di tahun ini, seperti kirab pemilu tahun 2024 pada Selasa, 9 Mei 2023, dari Jalur IV yang sudah tiba di Kota Surabaya Jawa Timur. Hal ini, ditandai dengan prosesi serah terima yang dilakukan KPU Jatim dari KPU Kalimantan Timur dengan suguhan penampilan Reog Ponorogo, bujang ganong, warok, dan jathilannya. Disebutkan juga bahwa kirab Pemilu Tahun 2024 adalah wujud sosialisasi dan pendidikan pemilih berbasis kolosal dan kultural (jatim.viva.co.id,09/05/2023).

Selain itu, sistem pemilu 2024 juga disoroti dan Mahkamah Konstitusi diminta untuk menolak uji materi perubahan sistem pemilu. Meskipun diakui pentingnya evaluasi sistem pemilu yang awalnya sistem proporsional terbuka berganti menjadi tertutup dan evaluasi tersebut diminta dilakukan setelah Pemilu 2024 (kompas.id,09/05/2023).

Dikutip dari laman kompas.com (02/06/2022), disebutkan bahwa pada tahun 2024 akan menjadi tahun politik besar-besaran di Indonesia karena pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) akan digelar serentak yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Hal ini, dilakukan karena dinilai akan menghasilkan pemerintahan yang stabil.

Hanya saja, penyelenggaraan pemilu dan pilkada yang serentak juga berimplikasi pada membengkaknya anggaran di tahun 2024. Pada 2019, anggaran pemilu sebesar Rp 25 triliun dengan realisasi Rp 23 triliun. Angka itu melonjak 3 kali lipat di Pemilu 2024 menjadi Rp 76,6 triliun.

Angin segar pemilu ini sebenarnya adalah dalam rangka melanggengkan sistem demokrasi yang saat ini diterapkan. Pemilu yang disiapkan jauh-jauh hari dan anggaran pemilu 2024 melonjak sebanyak tiga kali lipat daripada sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa harga mahal yang harus dikeluarkan untuk melanggengkan demokrasi.

Selain itu, harga mahal pemilu sebelumnya yaitu ratusan petugas dalam pemilu yang harus meregang nyawa karena pemilu dan penyebabnya pun yang beredar nyatanya simpang siur tidak masuk akal.

Pemilu dan pilkada yang sebelumnya belum pernah dilaksanakan bersamaan. Tapi pemilihan mendatang akan dilakukan serentak dengan harapan akan menghasilkan pemerintahan yang stabil. Yang menjadi pertanyaan, apakah benar menstabilkan pemerintahan ataukah melanggengkan penjajahan dan kerusakan yang dihasilkan sistem demokrasi?

Dalam sistem demokrasi yang menjunjung tinggi kebebebasan, dimana kebebasan yang sekilas dinilai baik yaitu bisa melakukan apapun tanpa paksaan dan tidak ada yang dirugikan. Namun nyatanya tidak demikian, kebebasan hanya berlaku jika seorang sesuai dengan aturan dan hukum yang berlaku sesuai demokrasi. 
Lantas dimana ketidaktepatannya? Benar jika dikatakan taat hukum itu baik.

Baik, jika hukum itu sesuai dengan aturan Pencipta manusia. Aturan hukum yang dijalankan dan dibuat dalam demokrasi saat ini tidak tepat. Bahkan jika aturan hukum tepat sesuai aturan pencipta, mekanisme yang terdapat dalam demokrasi bertentangan dengan aturan pencipta. 

Hak pembuat hukum dalam Islam itu mutlak di tangan Pencipta. Berbeda dengan hak pembuat hukum dalam demokrasi yang menjadikan hal pembuat hukum di tangan manusia. Allah menetapkan kewajiban bagi muslim dan pengaturan sistem kehidupan manusia secara umum, maka tugasnya manusia hanya patuh dan taat. Tidak seperti dalam demokrasi yang mendiskusikan terlebih dulu apakah akan dilakukan atau tidak hukum tersebut.

Jika sesuai demokrasi maka akan diberlakukan dan jika tidak sesuai maka akan ditolak, meskipun itu adalah aktifitas individu. Jika semua rakyat sepakat maka akan menjadi kewajiban dan jika tidak sepakat maka hukum tersebut menjadi tidak wajib padahal yang didiskusikan adalah kewajiban yang berasal dari Allah SWT.

Selanjutnya, dalam demokrasi juga menjungjung tinggi kebebasan. Sedangkan umat Islam mau tidak mau juga teraruskan mengambil demokrasi yang sepaket dengan empat kebebasan yang diterapkan di negeri ini, yaitu:

Pertama, kebebasan beragama. 
Ide dalam kebebasan beragama ini salah satunya melahirkan paham pluralisme dalam agama, yaitu menganggap semua agama benar. Padahal jelas dalam islam bahwa agama yang di ridhoi Allah hanyalah Islam. Bahkan kebebasan beragama ini membiarkan seorang tidak memiliki agama. Bahkan, ajaran Islam banyak diselewengkan dan banyak pemurtadan yang terjadi pada umat Islam dengan iming-iming sembako.

Kedua, kebebasan berperilaku. 
Kebebasan dalam hal ini menjadi penyumbang kemaksiatan yang tidak sedkit bukan hanya orang non-muslim saja yang melakukan, tapi Kaum Muslim juga turut melakukan kemaksiatan yang di suasanakan oleh sistem. Banyaknya pegaulan bebas hingga elgibiti yang turut merusak generasi.

Ketiga, kebebasan berpendapat. 
Kebebasan yang membiarkan setiap orang mengekspresikan apa yang ada dalam pikirannya. Seorang bebas memiliki pemikiran menyimpang atau apapun, kecuali pemikiran Islam yang akan dihalangi untuk disampaikan. Segala pemikiran yang berasal dari Islam ketika disuarakan di cap negatif dan tidak sesuai dengan sistem yang bercokol. Padahal apa yang Islam syariatkan itulah aturan terbaik berasal dari Pencipta Manusia.
 
Keempat, kebebasan berkepemilikan
Manusia memiliki naluri untuk eksistensi diri, salah satunya ingin memiliki apapun yang diinginkan. Hal ini difasilitasi oleh sistem saat ini kekayaan alam bebas dikuasai juga diprivatisasi yang seharusnya merupakan kepemilikan umum yang dikelola negara dan dikembalikan untuk kepentingan rakyat malah diprivatisasi.

Kekayaan alam negeri ini justru dikuasai aseng asing. Negeri ini belum merdeka, nyatanya masih dijajah tapi dengan gaya baru dan justru penjajahnya diundang dengan legal melalui UU yang diterapkan di negeri ini. Penjajah agar tetap bisa menjajah membutuhkan UU yang diterapkan untuk menjamin para asing aseng menguasai negeri ini, sehingga harus tetap sistem demokrasi yang diterapkan dan akan memberikan jaminan kepemilikan bagi penjajah.

Maka tidak tepat, jika dikatakan pemilu yang dilakukan adalah untuk menstabilkan pemerintahan, justru lebih tepat jika dikatakan pemilu saat ini untuk melanggengkan penjajahan dan demokrasi. Sehingga ketika ingin penjajahan di negeri ini berakhir. Hanya satu caranya, yaitu dengan mengganti demokrasi dengan sistem kehidupan Islam yang berasal dari Pencipta manusia. Ketika islam diterapkan pasti akan memberikan rahmat bagi seluruh alam, setiap muslim dan non-muslim.[]

Oleh: Faridatus Sae, S. Sos
(Aktivis Dakwah Kampus)


Baca Juga

Post a Comment

0 Comments