TintaSiyasi.com -- Lampung viral setelah putra daerah setempat bernama Bima Yudho Saputro mengkritik pembangunan kampung halamannya di TikTok. Pemuda yang kini berstatus sebagai mahasiswa di Melbourne, Australia itu menyebut, Lampung tak kunjung maju karena banyak jalan yang rusak. Atas kritikan pedasnya itu, Bima sempat dilaporkan ke polisi oleh seorang advokat. Namun, Polda Lampung memutuskan untuk menghentikan penyelidikan kasus Bima karena tidak ditemukan unsur-unsur pidana.
Merasa daerahnya menjadi sorotan publik, pemerintah Provinsi Lampung menyatakan tidak sanggup untuk membiayai perbaikan jalan yang rusak di wilayahnya. Pasalnya, alokasi dana untuk perbaikan jalan dari APBD tahun ini nilainya tidak sampai satu persen, yaitu Rp72,44 miliar dari total Rp7,38 triliun. Untuk diketahui, kondisi jalan di Provinsi Lampung, sepanjang 1.693 KM jalan provinsi 23% nya dalam kondisi rusak. Sedangkan sepanjang 1.298 KM jalan nasional hanya 5% nya saja yang kondisinya rusak. Juga sepanjang 17.700 KM jalan kabupaten/kota 50% nya dalam kondisi rusak berat, sedang, dan ringan. (cnnindonesia.com, 6/5/2023)
Beberapa pekan berikutnya, Presiden Jokowi berkunjung ke Provinsi Lampung untuk mengecek jalanan tersebut. Presiden menyinggung dampak jalan rusak terhadap harga sembako di pasar. Infrastruktur, terutama jalan menjadi bagian penting dalam pembangunan. Sebab, jalan akan berdampak pada distribusi logistik termasuk bahan makanan. "Biaya logistik itu sangat bergantung baik tidaknya infrastruktur yang kita miliki ya," ujarnya di Pasar Natar, Lampung Selatan, Jum'at (5/5). Presiden segera memerintahkan Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) membantu daerah tersebut untuk memperbaiki Jalan. Warga Lampung berharap presiden memperbaiki jalan secara menyeluruh, tidak hanya di daerah yang viral saja.
Betul, jalan merupakan infrastruktur distribusi logistik di dunia perdagangan. Rusak tidaknya kondisi jalan mempengaruhi harga-harga. Lebih dari itu, jalan menjadi tulang punggung aktivitas masyarakat, baik ekonomi maupun sosial. Pantas saja jika ada kritik, suatu daerah tidak akan maju jika sebagian besar kondisi jalannya rusak.
Pembangunan fisik terhambat apalagi pembangunan SDM-nya. Taraf berfikir masyarakat rendah karena kurang pengajaran. Mengingat jalan rusak berat yang viral di Lampung adalah akses jalan menuju Universitas Institut Teknologi Sumatera (Itera). Bagaimana jika daerah lain di negeri ini mengalami kondisi yang sama? Sudah biaya pendidikan mahal, akses jalan menuju ke lembaga pendidikan terhambat jalanan yang rusak.
Kegaduhan akan terus terjadi di negeri ini selama menjadikan demokrasi kapitalisme dan sistem pemerintahan buatan manusia sebagai asas kepengurusan umat. Motif mencari keuntungan materi lah yang membuat pemerintah pusat lemah melakukan pengawasannya. Juga membuat pemerintah daerah saling lempar tanggung jawab kepada swasta dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, bahkan pemerintah sering mengabaikannya. Di Lampung yang viral tersebut, sempat terjadi pula polemik antara pemerintah dengan perusahaan-perusahaan yang diklaim sebagai penyebab jalanan rusak. Pemerintah enggan memperbaiki jalan dengan alasan minim anggaran, sedangkan perusahaan-perusahaan tak mau tahu karena sudah membayar pajak kepada pemerintah. Karena tak tahan dengan kondisi yang ada masyarakat bersuara, dan viral. Banyak pihak dipermalukan akhirnya pembangunan dijalankan.
Menunggu viral sebagai cara pengambilan solusi menunjukkan kurangnya kompetensi dan lemahnya komitmen aparatur negara dalam sistem demokrasi. Pemerintah bahkan kurang menyadari tanggung jawabnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam memberikan pelayanan demi kemudahan hidup hingga menyejahterakan mereka. Padahal pemerintah mempunyai banyak wewenang dan kekuasaan, seharusnya mudah untuk menunaikan tanggung jawab kepemimpinannya. Wajar jika publik menilai, merupakan kesalahan fatal jika pemerintah tergerak hanya karena viral. Harapan masyarakat terhadap perbaikan jalan secara menyeluruh akan kandas jika pembangunan dilakukan karena viral.
Demokrasi dengan liberalisasi di sektor ekonomi yang memberi kebebasan kepada swasta untuk mengelola harta milik umum, seperti hutan, minyak, gas alam, emas dll membuat negara kehilangan kekayaan alam miliknya. Negara diambang kemiskinan karena APBN hanya bertumpu pada pajak dan utang luar negeri. Konsekuensinya, jika negara ingin membangun infrastruktur harus dengan menambah utang dan penarikan pajak. Rakyat makin terbebani biaya hidupnya, rakyat akan terus dihadapkan pada kondisi yang sulit.
Berbeda dengan sistem Khilafah yang menjadikan hasil pengelolaan SDA (Sumber Daya Alam) sebagai salah satu sumber APBN. Salah satu cara Khilafah membangun fasilitas umum adalah dengan memproteksi kepemilikan umum. Khalifah bisa menetapkan hasil pengelolaan kilang minyak, gas dan sumber tambang tertentu untuk membiayai pembangunan infrastruktur, seperti jalan raya, jalan tol, jalan kereta cepat, dll. Hal ini juga pernah dilakukan oleh Khalifah Umar Bin Khattab yang memproteksi lahan tertentu untuk digunakan sebagai padang rumput milik umum. Semua warga bebas menggembalakan hewan ternaknya di padang gembalaan tersebut.
Syariat Islam adalah sumber solusi kehidupan. Apalagi pemimpin, harus lah dapat memahaminya lalu menjadikan Penegakan Syariat Islam Kaffah sebagai komitmennya. Dengan memahami Islam dan meneladani kepemimpinan Rasulullah Muhammad Saw dan para Khalifah sesudahnya, para pemimpin dan aparatur pemerintahan di negeri ini akan mempunyai kompetensi dan kepedulian yang tinggi terhadap kehidupan rakyat yang dipimpinnya. Wallahu a'lam bi ash-Shawaab.
Oleh: Liyah Herawati
Kelompok Penulis Peduli Umat
0 Comments