TintaSiyasi.com -- Jalan merupakan salah satu infrastruktur yang sangat penting bagi masyarakat. Maka kondisi jalan yang layak sangat didamba masyarakat. Sayang, dalam kapitalisme, kelayakan dan kenyamanan jalan kurang diperhatikan. Maka wajar, sering dijumpai jalan rusak dan berlubang, terutama didaerah-daerah. Mirisnya, banyak pejabat yang kurang peka bahwa jalan yang layak merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan, baik terhadap rakyat maupun kelak diakhirat.
Lampung menjadi viral setelah konten kreator asal Kabupaten Lampung Timur, Bima Yudho Saputro mengkritik pembangunan kampung halamannya di TikTok. Bima menyebut Lampung tak kunjung maju karena banyak jalan yang rusak. Bukannya berbenah, Bima justru dilaporkan seorang advokat. Namun Polda Lampung menghentikan penyelidikan karena tidak ditemukan unsur pidana (CNN Indonesia, 6/5/2023).
Ruas jalan Rumbia memang sudah lama rusak. Jalan ini viral di sosial media, ketika sebuah video menampilkan sopir truk yang protes kepada gubernur karena truknya mengalami patah as ketika melintas; juga saat seorang ibu mancing dan berkubang di tengah jalan (BBC News Indonesia, 3/5/2023).
Pemprov Lampung sudah mengangkat bendera putih. Alokasi pemeliharaan jalan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) hanya Rp72,44 miliar. Kurang dari satu persen dari total APBD (CNN Indonesia, 5/5/2023).
Presiden Joko Widodo pun turun lapang. Didampingi Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, mengecek jalan yang rusak. Hasilnya, Pemerintah Pusat melalui Kementerian PUPR menyiapkan anggaran sebesar Rp625 miliar dari APBN untuk memperbaiki 14 ruas jalan di Lampung (cnnindonesia.com, 6/5/2023).
Fenomena Gunung Es
Jalan rusak bukan hanya di Lampung. Di wilayah lain kondisi jalannya tidak jauh berbeda. Tidak sedikit jalan yang kurang layak. Ibarat fenomena gunung es, yang tampak dipermukaan hanya sedikit, sementara yang tidak tampak justru jauh lebih banyak.
Turunnya penguasa setelah viralnya sebuah video pertanda abainya penguasa terhadap pengurusan dan pelayanan terhadap rakyat. Terlebih, jalan tersebut dalam kondisi rusak sudah bertahun-tahun. Mirisnya, jalan rusak pun bisa jadi ajang pencitraan baik bagi penguasa atau politisi yang maju kontestasi, terlebih tahun-tahun menjelang pemilu.
Hal yang wajar dalam sistem kapitalis demokrasi. Pencitraan merupakan ajang untuk meraih kekuasaan. Kekuasaan ketika sudah berada dalam genggaman, bukan untuk mengabdi dan melayani rakyat, justru untuk memperkaya diri, kroni dan oligarki. Rakyat hanyalah sebatas pendorong mobil mogok, suara rakyat hanya dibutuhkan pada bilik- bilik pemilu. Ketika sudah meraih kursi, rakyat ditinggal pergi untuk mengabdi pada oligarki.
Kekuasaan Adalah Amanah
Islam memandang kekuasaan adalah amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah. Kekuasaan hendaklah diberikan kepada orang yang memang punya kapasitas dan kapabilitas. Sebagaimana pesan Baginda Nabi SAW kepada Sahabat Abu Zar dalam hadis sahih:
"Dari Abu Żar -raḍiyallāhu 'anhu- ia berkata, "Aku berkata, 'Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak memberiku kekuasaan (jabatan)?' Beliau memegang pundakku dengan tangannya lalu bersabda, 'Wahai Abu Żar, sesungguhnya engkau adalah orang yang lemah dan kekuasaan itu adalah amanah. Sesungguhnya kekuasaan itu pada hari kiamat menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mendapatkan kekuasaan tersebut dengan haknya dan melaksanakan kewajibannya pada kekuasaannya itu.'" (HR Muslim).
Menyia-nyiakan dan mengabaikan amanah, termasuk mengabaikan urusan rakyat merupakan dosa besar, sebagaimana hadis sahih Baginda Nabi SAW. Ma'qil bin Yasār -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan secara marfū':
"Tidaklah seorang hamba dibebani amanah oleh Allah untuk memimpin rakyat lalu mati dalam keadaan berkhianat kepada rakyatnya; melainkan Allah akan mengharamkan surga baginya." (Muttafaq 'alaih).
Para sahabat yang mulia sangat berhati- hati ketika mendapatkan amanah kekuasaan. Sahabat Ali bin Abi Thalib memandang kekuasaan dan jabatan yang pernah beliau pegang tidaklah lebih berharga dari sandal yang penuh jahitan yang beliau pakai, kecuali jika jabatan tersebut dipakai untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.
Amirul Mukminin Umar bin Khattab sangat takut dan berhati- hati melaksanakan amanahnya. Sebagaimana perkataan beliau ra, "Seandainya seekor keledai terperosok ke sungai di kota Baghdad, nicaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya dan ditanya, ‘Mengapa engkau tidak meratakan jalan untuknya?’."
Jalan Merupakan Kebutuhan Umum
Jalan merupakan salah satu infrastruktur yang dibutuhkan rakyat. Maka kewajiban penguasa mengadakan jalan yang layak sehingga memudahkan transportasi baik manusia maupun barang.
Penguasa wajib mewujudkannya hingga terpenuhi kebutuhan rakyat dengan baik. Untuk membangun infrastruktur yang layak, maka pembiayaan bisa diambil dari baitul mal. Bisa diambil dari pos pengelolaan kepemilikan bersama seperti, hutan, laut, bahan tambang dan sebagainya. Bisa juga diambil dari pos kepemilikan negara, yakni jizyah, rikaz ghanimah, faui kharaj dan usyr.
Apabila jalan yang layak belum mencukupi sementara baitul mal kosong, maka pembiayaan bisa diambil dari dharibah atau pajak dari golongan kaya dan sifatnya temporer (sementara waktu). Sumber pembiayaan terakhir adalah utang. Utang bisa dilakukan untuk membangun jalan utama bukan jalan alternatif, dengan syarat tidak ada riba dan bukan sebagai alat musuh untuk menghegemoni.
Khatimah
Untuk mewujudkan infrastruktur yang layak, tidak cukup hanya dengan pencitraan. Butuh pemimpin yang amanah, juga sistem yang mendukung penerapan Islam secara kaffah.
Pemimpin yang amanah dan pembiayaan infrastruktur yang sesuai syarak hanya terwujud ketika Islam diterapkan secara kaffah.
Wallahu a'lam. []
Oleh: Ida Nurchayati
Aktivis Muslimah
0 Comments