Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mayday : Sekedar Peringatan Tanpa Makna

TintaSiyasi.com -- Partai Buruh dan organisasi serikat buruh  menggelar aksi peringatan May Day atau Hari Buruh Internasional pada Senin, 1 Mei 2023 di lebih 300 kabupaten/kota secara serentak sejak pagi hari untuk menyuarakan empat tuntutan. Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyatakan, untuk wilayah Jabodetabek aksi akan dipusatkan di tiga tempat yakni Istana Negara, Mahkamah Konstitusi, dan DPR. (nasional.sindonews.co, 26 April 2023)

Setiap tahun peringatan hari buruh ini selalu diselenggarakan, baik di Indonesia bahkan internasional. Namun tetap saja nasib buruh tak makin sejahtera, bahkan makin berat hidupnya. Hari buruh seolah hanya sekedar peringatan tanpa makna. pemerintah tak jua mampu mengatasi persoalan-persoalan maupun tuntutan tuntutan dari hak-hak buruh yang disuarakan oleh para buruh setiap tahunnya pada peringatan Mayday.

Ada beberapa poin penting yang disuarakan dalam peringatan Mayday tahun ini, diantaranya pencabutan omnibus law Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Kedua, pencabutan UU terkait parliamentary threshold 4%. Ketiga, tolak RUU Kesehatan. Keempat, sahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). 

Terkait dengan penolakan terhadap UU Cipta Kerja, sangat wajar apabila banyak pihak-pihak selain buruh yang juga turut serta menolak UU ini, dikarenakan begitu banyak kebijakan didalamnya yang merugikan para buruh. Mulai dari upah murah (upah minimum tidak dirundingkan dengan serikat buruh), outsourcing seumur hidup untuk semua jenis pekerjaan (perbudakan modern/modern slavery), buruh dikontrak terus-menerus tanpa periode, pesangon rendah, pemutusan hubungan kerja (PHK) dipermudah, istirahat panjang dua bulan dihapus, dan buruh perempuan yang mengambil cuti haid dan melahirkan tidak ada kepastian mendapatkan upah.

Poin berikutnya adalah buruh yang bekerja lima hari dalam seminggu hak cuti dua harinya dihapus, jam kerja buruh menjadi 12 jam sehari karena boleh lembur empat jam per hari sehingga tingkat kelelahan dan kematian buruh akan meningkat, buruh kasar tenaga kerja asing mudah masuk, dan adanya sanksi pidana yang dihapus.

Dalam Aksi MayDay ini juga para buruh turut menyuarakan isu tentang petani, terkait dengan keberadaan bank tanah yang memudahkan korporasi merampas tanah rakyat. Hal lain yang dipersoalkan adalah diperbolehkannya importir melakukan impor beras, daging, garam, dan lain-lain saat panen raya. Serta dihapusnya sanksi pidana bagi importir yang mengimpor saat panen raya.

Kemudian dalam konteks RUU Kesehatan, Para Buruh berpandangan bahwa RUU ini tidak sejalan dengan prinsip jaminan sosial karena akan menempatkan BPJS di bawah kementerian dan tidak lagi di bawah Presiden seperti yang saat ini berjalan. Ada beberapa bahaya dari pembentukan RUU Kesehatan ini, diantaranya :

Pertama, proses pendekatan omnibus law Berpotensi melanggengkan Praktik Pembentukan Perundang-Undangan Buruk yang tidak transparan dan tidak partisipatif. 

Draf RUU Kesehatan yang sudah diposting pada website DPR RI ternyata belum melibatkan organisasi profesi (OP) secara menyeluruh diantaranya IDI, PDGI, PPNI, IBI, dan IAI. Artinya, proses legislasi dalam pembentukan RUU Kesehatan minim partisipasi bahkan dari kelompok profesi di bidang Kesehatan itu sendiri. Pola ini sangat mirip dengan apa yang terjadi pada UU Cipta Kerja dan RUU Sisdiknas. 

Kedua, draf beredar memuat substansi yang bermasalah yang memberikan kewenangan besar dan tidak terkontrol (Super-body) pada pemerintah dalam mengatur profesi kesehatan. Dari perbincangan publik yang berkembang, salah satunya menyoal diambilnya beberapa kewenangan OP dan dialihkan ke Menteri Kesehatan sehingga memarjinalkan peranan OP.

Ketiga, tidak adanya urgensi yang jelas dalam rencana pembentukan omnibus law Kesehatan dalam upaya menjawab permasalahan kesehatan. Alih-alih menyelesaikan sengkarut masalah kesehatan di Indonesia, Pemerintah justru membentuk suatu aturan yang tidak menjawab kebutuhan masyarakat. Rasanya, setiap permasalahan yang sudah ada hanya akan ditumpuk dengan masalah lain melalui solusi palsu yang ditawarkan oleh Pemerintah.

Begitulah adanya, ketika aturan yang diterapkan untuk mengatur kehidupan manusia bersumber dari kejeniusan akal manusia, bukan dari Allah. Padahal, tidak mungkin Allah SWT menciptakan sesuatu tanpa aturan yang menyelamatkan. Maka sudah saatnya kita kembali pada aturan2 Allah Al-Khalik, menerapkan kembali syariat Islam ditengah kehidupan bermasyarakat.

Islam memiliki solusi tuntas untuk menyelesaikan persoalan buruh akibat penerapan kapitalisme dan menjamin kesejahteraan nyata bagi para buruh. Hal tersebut dapat terlihat dari beberapa mekanisme hukum syariah yang diterapkan sebagai undang-undang bagi negara.

Terkait perburuhan, Islam memiliki konsep antara buruh dan pemilik modal. Hal ini diatur dalam aqad ijarah, dalam aqad ini baik buruh maupun pemilik modal memiliki hak dan kewajiban yang tidak boleh dilanggar satu sama lain. Bagi pemilik modal, hak mereka adalah mendapatkan jasa yang diberikan buruh sesuai kesepakatan. Sedangkan kewajibannya adalah menjelaskan kepada buruh secara detail mengenai waktu atau durasi pekerjaan, besar upah yang diterima, jenis pekerjaan, tempat pekerjaan dan hal-hal yang terkait dengan pekerjaan.

Pemilik modal tidak boleh mengulur pembayaran upah, tidak boleh memberi beban kerja diluar kontrak kerja, mendzolimi hak-hak buruh misalnya tidak memberi waktu libur, wak tusholat dsb. 

Dalam Islam upah tidak ditentukan berdasarkan upah minimum suatu wilayah atau daerah. Besaran upah harus disesuaikan dengan besaran jasa yang diberikan oleh buruh, jenis pekerjaan, waktu bekerja dan tempat bekerja. Tidak dikaitkan dengan standar hidup minimum masyarakat.

Buruh yang profesional atau mahir dibidang ya akan mendapatkan upah lebih tinggi, dibandingkan buruh pemula. Ketentuan ini wajib dipenuhi oleh pemilik modal yang mempekerjakan buruh. 

Sementara hak kaum buruh adalah mendapat jaminan upah, keselamatan ditempat kerja, tunjangan sosial, dsb. Kaum buruh wajib memenuhi aqad ijarah dan memberikan jasa mereka kepada pemilik modal yang telah membayarnya. 

Mereka juga tidak boleh merusak alat produksi, atau melakukan perbuatan lainnya yang berpotensi merugikan pemilik modal. Jika ada permasalahan yang muncul antar buruh dan pemilik modal, Negara Khilafah hadir sebagai penengah keduanya.

Khilafah akan menyediakan khubara’ (tenaga ahli perburuhan) untuk menyelesaikan masalah diantara keduanya secara netral. Disamping itu Khilafah sebagai pengurus kebutuhan rakyat, akan memastikan kebutuhan pokok tersedia secara cukup dan terjangkau bagi masyarakat. Adapun kebutuhan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan akan disediakan secara gratis oleh negara.

Jaminan seperti ini akan membuat masyarakat terpenuhi kebutuhannya secara layak, sekalipun mereka adalah kaum buruh. Demikianlah cara Khilafah menyelesaikan tuntas persoalan buruh yang menuntut keadilan dan kesejahteraan. 


Oleh: Marissa Oktavioni, S. Tr. Bns
Aktivis Muslimah

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments