TintaSiyasi.com -- Sekretaris Majelis Syuro PA 212 Ustaz Slamet Maarid mengatakan bahwa sistem di Indonesia tidak memberi ruang kepada anak bangsa yang memiliki kulaitas untuk merubah anak bangsa.
“Sistem di Indonesia itu tidak memberikan ruang kepada anak bangsa yang memiliki kualitas dan potensi untuk merubah bangsa ini,“ ujarnya dalam Live: Ramai Copras Capres, Dimana Posisi Umat? di kanal YouTube Media Umat, Ahad, 7/5/2023.
Ia mengatakan bahwa dibuat mindset seolah-olah umat yang ingin memperbaiki nasib bangsa atau mengkritik pemerintah dianggap dan jadi musuh bersama sampai keakar rumput.
“Ini yang harus disadari umat Muslim Indonesia bahwa sistemnya harus berubah, jika tidak maka akan begini terus, akan berulang-ulang, kita akan jatuh kelubang yang sama berkali-kali karena sistemnya membuat seperti ini," ujarnya.
Sehingga menurutnya harus ada kesadaran umat dan tokoh umat termasuk pemimpin umat untuk merubah itu semua. Kalau umat tidak memiliki kedasaran seperti itu maka mereka akan terus memainkan irama-irama diatas penderitaan umat Islam yang mayoritas.
Lebih lanjut ia mengatakan dari pengalaman tahun 2019 lalu tidak boleh terulang kembali bagaimana potensi umat Islam yang luar biasa besarnya mereka telah berjuang untuk tegaknya perubahan di indonesia.
“Mereka akan menggunakan politik identitas untuk kepentingan politiknya. Mereka tidak ingin umat Islam masuk pemerintahan tapi mereka menggunakan identitas umat Islam untuk mengambil suara kita," imbuhnya.
Makanya, kata Slamet umat sudah bisa melihat capres-capres yang ada mulai menggunakan identitas umat Islam. "Yang nggak biasa pakai peci, pakai peci, yang nggak biasa pakai, sorban pakai sorban yang biasa jauh dari kiai dekat sama kiai," ujarnya.
Dia mengatakan mereka (calon presiden dan calon presiden) memainkan politik belah bambu, yang satu diangkat yang satu diinjak, yang pro dengan mereka di beri ruang, kekuasaan, fasilitas, sementara kelompok yang berseberangan oleh mereka diinjak habis habisan.
"Bahkan mereka masuk ke jantung kelompok yang diinjak dengan berbagai trik-trik mereka, kemudian sasama umat Islam saling berbenturan. Asal mereka bicara syariat sudah dicap kelompok khilafah, kemudian kelompok yang satunya bicara keadilan dianggap kelompok radikal, teroris," pungkasnya. [] Rohadianto
0 Comments