Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kebutuhan Pokok Sulit, yang Disubsidi Malah Mobil Listrik

TintaSiyasi.com -- Pada bulan April lalu, pemerintah kembali meluncurkan peraturan baru terkait subsidi kendaraan listrik. Kementrian keuangan Sri Mulyani, telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2023 tentang Standar Biaya Masukan (SBM) Tahun Anggaran 2024. Dalam lampirannya dijelaskan berbagai SBM untuk pengadaan-pengadaan termasuk kendaraan listrik (Tempo.co, 15 Mei 2023).

Berikut beberapa anggaran yang tertera dalam peraturan Kemenkeu tersebut diantaranya adalah untuk motor listrik dianggarkan Rp28 juta per unit, sedangkan kendaraan listrik untuk operasional kantor bisa dianggarkan sampai 430 jutaan per unit. Pemberian subsidi ini diperuntukan kepada ASN dengan pangkat Eselon I, Eselon II, untuk kendaraan operasional kantor, dan untuk kendaraan roda dua (CNNIndonesia.com, 22 Mei 2023).

Sri Mulyani menuturkan bahwa subsidi motor listrik ini hanya berlaku selama 2 tahun saja. Beliau juga menjelaskan rinciannya yaitu pada tahun 2023, subsidi yang diberikan senilai Rp1.75 Triliun untuk 200 ribu motor listrik baru dan 50 ribu motor listrik konversi. Sedangkan, untuk tahun 2024, subsidi yang diberikan dengan anggaran Rp5.25 Triliun untuk 600 ribu motor listrik baru dan 150 ribu motor listrik konversi. Kemudian, Sri Mulyani juga mengatakan bahwa pemerintah memberi dukungan berupa insenif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mobil listrik  (CNNCIndonesia.com, 22 Mei 2023).

Kebijakan itu Untuk Siapa?

Pemerintah berperan sebagai pelayan masyarakat yang bertanggugjawab mengurus semua keperluan rakyatnya. Dalam hal mengurusi urusan rakyat, pemerintah hendaknya memegang prinsip sebagai pelayan masyarakat sehingga pemerintah dapat menjadikan kebutuhan masyarakat sebagai urgensi untuk mengeluarkan berbagai kebijakan.

Bulan April lalu pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan untuk memberikan subsidi dari APBN untuk mengadakan kendaraan listrik untuk Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun, jika bertolak pada prinsip bahwa pemerintah sebagai pelayan rakyat, munculah pertanyaan apakah kebijakan ini benar untuk keperluan rakyat.

Amnu Fuady, merupakan Kasudbit Standar Biaya menyatakan bahwa tujuan pemerintah membuat anggaran ini adalah untuk bukti komitmen Indonesia dimata global untuk menurunkan emisi karbon. Alasan ini sesungguhnya terlihat dipaksakan karena jika memang pemerintah ingin menunjukan partisipasi dalam mengurangi emisi karbon, seharusnya pemerintah mengurangi jumlah kendaraan yang ada atau membenahi transportasi umum.

Alasan pemerintah ini sulit diterima sehingga kritikan muncul dari berbagai kalangan. Lampiran peraturan Kemenkeu menyatakan bahwa kendaraan listrik yang akan diberi subsidi akan digunakan oleh ASN dengan berbagai pangkat. Dalam hal ini, urgensi pemerintah terhadap sasaran dari kebijakan ini perlu dipertanyakan kembali.

Bagaimana bisa pemerintah memberikan anggaran subsidi untuk pengadaan kendaraan listrik dimana kendaraan tersebut akan digunakan oleh orang-orang yang mempunyai gaji yang sudah mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka. Ironisnya, setelah memberikan anggaran subsidi kendaran listrik, pemerintah juga memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang semula 11% diturunkan menjadi 1% saja. Dengan kebijakan ini, menunjukkan secara terang keberpihakan pemerintah kepada kalangan menengah ke atas alias orang-orang kaya.

Prioritas yang diabadikan julukan negara Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memang tak perlu diragukan lagi, ditambah dengan posisi geografis yang strategis. Oleh sebab itu, rakyat Indonesia sudah selayaknya disejahterakan oleh hasil bumi diantaranya pertanian. Namun hal tersebut berhenti pada khayalan ketika pemerintah memberikan kebijakan yang tidak sesuai dengan urgensinya.

Sejumlah wakil rakyat dari berbagai fraksi ikut memberikan tanggapan dan kritikan. Salah satunya dari Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel yang menyampaikan kritikannya bahwa pemerintah seharusnya fokus membangun pemerataan ekonomi dan memperkuat sector pangan pada umumnya.

Kebijakan pemerintah berbanding terbalik ketika berkaitan dengan sector pangan. Fauzi Amro, Fraksi Nasdem mengutarakan data bahwa subsidi pupuk semakin berkurang setiap tahunnya selama 5 tahun terakhir dengan total pengurangan hampir Rp10 Triliun.

Sungguh kebijakan ini menciderai keadilan bagi masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah. Kebanyakan dari mereka memenuhi kebutuhan hidup dari hasil pertanian. Jika pemerintah mau membuka mata, maka Indonesia punya kesempatan sejahtera dengan memprioritaskan dan memaksimalkan potensi pertanian yang ada.

Selayaknya pemerintah memperhatikan subsidi untuk pertanian seperti subsidi pupuk untuk mengembangkan pertanian sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Kebijakan Pemberian Subsidi dalam Perspektif Islam

Pemerintahan dalam sistem Islam niscaya mengambil keputusan yang bermanfaat untuk kemaslahatan rakyatnya. Pemerintahan negara Islam dengan sistem khilafah akan memprioritaskan pemenuhan kebutuhan vital rakyat salah satunya berupa produksi pangan demi kesejahteraan rakyatnya. Khalifah, sebagai pemimpin negara Islam tidak akan mengambil kebijakan yang tidak tepat sasaran.

Dalam daulah Islam, khalifah mengatur jalannya perekonomian sesuai dengan syariat Islam. Jika melihat adanya ketimpangan ekonomi pada masyarakat, khalifah sebagai pemimpin negara wajib memberikan subsidi kepada masyarakat.

Hukum asal pemberian subsidi adalah boleh karena termasuk pemberian harta negara kepada individu yang membutuhkan. Hal ini pernah dicontohkan oleh khalifah Umar bin Khatthab ketika memberikan harta dari baitul mal kepada para petani di Irak agar petani dapat mengolah lahan mereka. 

Tujuan pemberian subsidi adalah untuk menciptakan keseimbangan ekonomi. Keseimbangan ekonomi dapat tercipta jika harta dapat beredar keseluruh individu, oleh sebab itu Islam melarang perputaran harta hanya pada golongan tertentu, sebagaimana firman Allah SWT:

“Supaya harta itu jangan beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kalian." (QS. AL-Hasyr:7). 

Inilah konsep subsidi didalam khilafah yang akan memberikan keberkahan pada perekonomian masyarakat karena sejatinya keadilan dan kesejateraan dapat dirasakan ketika terjaminnya kebutuhan ekonomi masyarakat.[]

Oleh: Eka Nofrianti
(Aktivis Muslimah)
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments