Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kebocoran Data Bank Nasional, Bagaimana Peran Negara Menjaga Keamanan Rakyat?


TintaSiyasi.com -- Baru - baru ini Bank setingkat Nasional yang dikenal dengan Bank Syariah Indonesia (BSI) di Indonesia menjadi korban serangan ransomware Lockbit 3.0 dengan total data yang dicuri oleh hacker dari serangan diduga mencapai 1.5 TB. Data pelanggan yang bocor diantaranya nama, nomor ponsel, alamat saldo di rekening, riwayat transaksi, tanggal pembukaan rekening, informasi pekerjaan, dan data penting lainnya (www.liputan6.com, 13/5/2023).

Seiring kecanggihan teknologi di era digitalisasi, kasus kebocoran data seperti ini sering marak terjadi. Kasus seperti ini menggiring pada pertanyaan siapakah yang bertanggung jawab atas jaminan keamanan dan perlindungan data rakyat. Sedangkan data digital merupakan entitas yang sangat berharga bagi pengelolanya. Bagi perbankan sebagai penyedia jasa layanan keuangan harus menjaga data nasabah secara rahasia agar mereka terus mendapat keuntungan dari nasabahnya. Sedangkan bagi hacker, data tersebut ialah pundi - pundi uang jika berhasil diretas. Data nasabah menjadi penting bagi kedua belah pihak.

Kasus pembobolan menjadi wajar di sistem sekuler kapitalisme. Sistem yang membuat manusia hanya memiliki cara pandang materi dengan berbagai cara meskipun merugikan orang lain, seharusnya negara turun tangan mengatasi kasus ini. Namun sayangnya, Negara dalam sistem kapitalisme hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator. Negara tidak mampu memberikan kenyamanan, perlindungan, dan keamanan bagi setiap warganya. Sehingga wajar kasus yang merugikan rakyat ini hanya disolusi dengan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP). 

Kasus kekacauan pembobolan data seperti ini tidak akan terjadi dalam pemerintah Islam (khilafah). Khilafah adalah perisai yang melindungi warga negaranya. 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad).

Khilafah wajib bertanggung jawab penuh menjadi pelindung warga negaranya. Kasus peretasan atau pembobolan seperti ini tidak terjadi dalam sistem Kkhilafah. Sebab khilafah akan proaktif, menjaga, melindungi dan menjamin keamanan data rakyat, termasuk menjaga harta rakyat. Perlindungan data merupakan suatu hal yang penting karena pertahanan nasional. Khilafah sangat memahami arus digitalisasi yang menawarkan kecepatan dan kemudahan. 

Khilafah akan mengerahkan tim IT negara untuk menciptakan perlindungan terkuat dengan teknologi tercanggih dan terbaru. Khilafah tidak akan berhenti pada sistem mobile app shielding multifactor authentication, dan electronic signature yang saat ini banyak digunakan sebagai pelindung data. Khilafah akan selalu melakukan inovasi, riset, evaluasi teknologi dan peningkatan layanan, tugas ini diemban secara penuh oleh khilafah dan tidak akan membiarkan pihak swasta menjadi pelayan utama pelindung data warga negara seperti dalam sistem kapitalis saat ini.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Sahna Salfini Husyairoh, S.T.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments