Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kasus Sifilis Anak Naik 70 Persen, Efek Sekularisme Makin Mengerikan


TintaSiyasi.com -- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengimbau masyarakat Indonesia untuk mewaspadai risiko penularan penyakit menular seksual pada anak. Juru Bicara Kemenkes, dr. Mohammad Syahril, menyebutkan ada tiga penyakit menular seksual yang paling berisiko menjangkit anak, yakni human immunodeficiency virus (HIV), sifilis (raja singa), dan hepatitis B. Ia mengungkapkan, sebagian besar penyakit menular seksual tersebut ditularkan dari ibu kepada anak. Untuk sifilis sendiri, Dr Syahril mengungkapkan dalam kurun waktu lima tahun terakhir, yakni 2018 sampai 2022 kemarin, terjadi peningkatan kasus hampir 70%. Dari 12 ribu kasus jadi 21 ribu kasus saat ini.

Sementara itu, penularan sifilis dari jalur ibu ke anak menyumbang persentase yang tinggi, yakni sebesar 69% hingga 80%. Umumnya, risiko yang akan terjadi pada bayi berupa risiko abortus alias keguguran, anak lahir mati, atau sifilis kongenital alias sifilis bawaan pada bayi baru lahir. Syahril mengatakan bahwa hingga saat ini, hanya sekitar 40% ibu hamil penderita sifilis yang sudah diobati. Ia mengatakan, rendahnya angka pasien yang diobati karena faktor suami yang tidak mengizinkan istri untuk tes sifilis dan stigma masyarakat (cnbcindonesia.com, 08/05/2023).


Efek Mengerikan Sekularisme

Merespon kasus kenaikan sifilis pada anak, pengamat masalah perempuan, keluarga, dan generasi dr. Arum Harjanti mengatakan, ini sungguh mengerikan dan mirisnya penularan pada anak dari jalur ibu ke anak mencapai prosentase tertinggi, bahkan mencapai angka 80%. Artinya, ada banyak ibu yang menderita infeksi sifilis. Lebih miris lagi ketika ibu penderita sifilis hanya 40% yang mendapatkan pengobatan. Makin miris ketika penyebab tidak berobatnya ibu karena larangan suami.

Penyakit sifilis ini berasal dari gaya hidup bebas. Kebebasan yang selalu diagung-agungkan adalah akibat dari ide HAM yang selalu dipropagandakan secara luas. Atas nama HAM, manusia bebas berperilaku dan menentukan pilihan, misal mau seks sesama jenis, seks di luar nikah, mengkonsumsi narkoba, melakukan penyimpangan seks dan lain sebagainya. Akhirnya buah dari perilaku bebas ini, menjadi andil dalam peningkatan kasus kenaikan sifilis, bahkan tertular pada anak. Keegoisan orang dewasa yang berbuat tanpa berpikir panjang, berperilaku hanya untuk memuaskan hawa nafsu semata, apalagi mengindahkan larangan agama, akhirnya membawa celaka untuk diri sendiri dan anak-anak mereka. 

Peningkatan penderita sifilis pada anak menggambarkan rusaknya kehidupan masyarakat saat ini, juga menggambarkan betapa anak menjadi korban perilaku buruk orang dewasa. Terlebih, mengingat sifilis adalah penyakit menular seksual, maka tergambar jelas adanya praktek seks bebas atau berganti pasangan. Hal ini menunjukkan kalau kebebasan berperilaku yang diusung HAM, sebagai ide turunan sekulerisme membuat tata pergaulan masyarakat menjadi kacau balau dan melanggar fitrah. Maraknya kasus ini menjadi salah satu efek mengerikan dari eksisnya sekulerisme yang dijadikan sebagai sistem kehidupan saat ini. Sekulerisme membuat individu bebas berbuat, demi kenikmatan duniawi dan tidak peduli terhadap kehidupan setelah mati. Sementara itu demokrasi yang senantiasa bergandengan dengan sekulerisme telah menjadikan akal sebagai penentu aturan sehingga melahirkan aturan-aturan yang bertentangan dengan aturan agama. Akibatnya, rusaklah masyarakat. Individu, termasuk orang tua tidak peduli lagi dengan risiko penyakit yang dideritanya karena hanya mencari kenikmatan duniawi. Bahkan tidak peduli dengan bahaya yang mengancam buah hati.


Islam Memberikan Solusi Paripurna

Islam memandang bahwa sifilis bukanlah semata-mata persoalan kesehatan (medis) namun merupakan buntut panjang dari pergaulan bebas. Sebab telah terbukti penyebab terbesar penularan penyakit ini adalah perilaku seksual yang beresiko dari orangtua. Islam memiliki beberapa mekanisme untuk menyelesaikan persoalan ini.

Pertama, melakukan pencegahan munculnya perilaku beresiko sifilis dengan melakukan pendidikan dan pembinaan kepribadian Islam. Hal ini dilakukan dengan sistem pendidikan Islam yang diterapkan secara menyeluruh mulai dari level keluarga, masyarakat dan sekolah-sekolah yang difasilitasi oleh negara. Pendidikan Islam akan membentuk aqidah seorang muslim menjadi kuat dan memunculkan pola pikir serta pola sikap yang taat kepada Allah. Dengan ini, maka seseorang memiliki batas ketika berperilaku dan tidak akan berani melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Allah SWT. Individu dan masyarakat yang kuat aqidahnya tidak akan terjerumus dalam seks bebas atau berganti pasangan karena perbuatan itu adalah zina dan terkategori dosa besar. Individu yang beriman, akan takut berbuat dosa sehingga meninggalkan perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri juga membahayakan orang lain.

Kedua, memberantas perilaku beresiko penyebab sifilis dengan menutup pintu-pintu yang mengakibatkan munculnya segala peluang menuju seks bebas. Negara wajib memutus rantai pornografi-pornoaksi, tempat prostitusi, tempat hiburan malam dan lokasi maksiat lainnya. Selain itu pemberian sanksi tegas akan diberlakukan oleh negara kepada pelaku zina, seks menyimpang, termasuk pihak-pihak terkait yang menjadikan seks bebas beserta fasilitasnya sebagai bisnis mewah. Maka tidak mungkin, negara akan membiarkan ada bisnis maksiat bisa beroperasi dengan leluasa seperti saat ini. Sanksi yang diberikan mampu memberikan efek jera melalui penegakan sistem hukum dan sistem persanksian Islam. 

Ketiga, pencegahan penularan kepada orang sehat yang dilakukan dengan mengkarantina atau memisahkan pasien terinfeksi sifilis untuk memastikan tidak terjadi peluang penularan. Negara harus melakukan skrining atau pendeteksian secara konkret. Negara bisa memaksa pihak-pihak yang dicurigai rentan terinveksi sifilis untuk diperiksa darahnya. Karantina bukanlah diskriminasi, akan tetapi ini sebagai bentuk kewajiban negara dalam menjamin hak-hak hidup seluruh rakyatnya. Ajaran Islam menganjurkan umatnya untuk memperhatikan dan memperlakukan dengan baik kepada orang-orang yang sakit, termasuk orang yang menderita sifilis. Namun, para ulama mengingatkan agar jangan sampai perlakukan yang baik itu justru akan mengorbankan orang lain yang tak terkena menjadi tertular. Hal itu dibenarkan dalam kaidah Islam. ''Bahaya itu tidak boleh dihilangkan dengan mendatangkan bahaya yang lain.''

Negara akan memberikan fasilitas pelayanan kesehatan terbaik dan juga gratis kepada para penderita. Bentuk kepengurusan yang dilakukan negara adalah karena negara wajib memberikan pelayanan kesehatan kepada warganya, apapun jenis penyakitnya.

Islam pun menghormati janin yang dikandung oleh seorang ibu yang menderita sifilis. Seorang ibu hamil yang menderita sifilis, dilarang menggugurkan kandungannya. Dalam proses kelahiran bayinya, negara harus memfasilitasi agar ditangani tim medis yang terlatih untuk menghindari kemungkinan penularan. Bayi-bayi yang sudah terlahir dengan kondisi tertular juga diberikan perawatan secara khusus. Selain dirawat dengan baik, penderita sifilis yang melakukan seks bebas itu juga harus diajak untuk bertobat kepada Allah SWT, selain tetap bagi mereka akan dijatuhi sanksi Islam sesuai perbuatannya.

Di sisi lain, negara wajib mengerahkan segenap kemampuannya untuk membina dan memberi pemahaman kepada warganya terkait bahaya penyakit sifilis, sehingga tidak ada stigma negatif kepada pasien-pasien tertular yang harus melakukan pengobatan. Dengan demikian, diharapkan penderita bisa disembuhkan. Di sisi lain upaya ini juga akan membuat masyarakat menjauhi segala hal yang bisa mendekati kepada penularan sifilis. Inilah langkah-langkah yang mampu menyelesaikan permasalahan seks bebas dan penularan sifilis hingga ke akar-akarnya. Namun patut diketahui, bahwa seluruh mekanisme tersebut hanya bisa dilaksanakan manakala aturan Islam ditegakkan dalam bingkai negara. Selama sistem sekuler masih bercokol, maka selama itu pula kasus seks bebas dan sifilis yang mengikutinya akan menjadi efek mengerikan yang senantiasa menghantui mayarakat.  

Oleh karena itu sudah selayaknya, kita membuang jauh-jauh sistem sekuler yang sudah jelas-jelas hanya mendatangkan keburukan bagi manusia, dan menjauhkan kita dari ridha Allah SWT. Hanya dalam negara yang menerapkan Islam kaffahlah setiap individu, masyarakat termasuk anak akan terhindar dari penyakit membahayakan ini. Aturan Islam kaffah yang diterapkan dalam masyarakat dan menjadikan akidah sebagai landasan hidup akan melahirkan seorang Muslim yang taat pada aturan Allah, menjauhkan diri dari maksiat, dan takut siksa di akhirat. Lebih dari itu penerapan aturan Islam akan mencegah terjadinya kerusakan di masyarakat. Justru akan tercipta masyarakat islami yang kehidupannya tenang, tentram dan mebawa keberkahan dalam kehidupan. Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Hanum Hanindita, S.Si.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments