Tintasiyasi.com -- Indonesia adalah negara dengan kekayaan alam yang begitu luar biasa banyaknya, namun kekayaan tersebut nyatanya tidak mampu memakmurkan rakyatnya. Hal ini terbukti dari banyaknya pengangguran yang dialami oleh rakyat Indonesia, mendapatkan pekerjaan yang layak di negeri ini diibaratkan seperti mimpi disiang bolong. Fenomena pengangguran sudah menjadi hal yang biasa pada negeri ini, negara bukannya memberi solusi yang solutif tapi justru lapangan pekerjaan dipersempit sehingga membuat masyarakat menjadi semakin sulit.
Dikutip dari CNNIndonesia.com, Jumat (05/05/2023) Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran yang masih ada sebanyak 7,99 juta jiwa per Februari 2023. Dimana jumlah tersebut setara dengan 5,45 persen dari sebanyak 146,62 juta orang angkatan kerja.
Edy Mahmud Deputi Bidang Neraca dan Analisi Statistik mengatakan bahwa tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2023, mengalami penurunan dari data Agustus 2022 yang sebanyak 8,42 juta orang atau 5,86 persen. Menurut jenis kelamin, pengangguran terbanyak diduduki oleh laki-laki yakni sebesar 5,83 persen dan perempuan sebanyak 4,86 persen. Sedangkan berdasarkan wilayah, pengangguran diperkotaan tercatat sebanyak 7,11 persen dan pedesaan hanya 3,42 persen.
Pengangguran adalah salah satu persoalan krusial dalam bidang ekonomi yang sampai hari ini terus mengintai negeri. Pengangguran sebagaimana disebutkan dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) merupakan suatu kondisi atau keadaan tidak melakukan apa-apa alias tidak bekerja.
Status semacam ini bukanlah status yang dapat dibanggakan, terlebih ada banyak individu yang ingin hidup sejahtera dan kebutuhannya tercukupi. Jumlah pengangguran meningkat seiring dengan dengan adanya pertambahan jumlah penduduk dan ditambah dengan kurangnya perhatian negara dalam menciptakan lapangan kerja bagi masyarkatanya.
Maraknya pengangguran terjadi akibat abainya negara akan rakatnya serta menunjukkan kegagalan pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai bagi masyarakatnya. Begitupula, pengangguran yang dialami oleh para lulusan baru, seperti lulusan universitas hingga lulusan SMK menunjukkan bahwa besarnya kegagalan pemerintah dalam merancang pendidikan yang erat kaitannya dengan pembangunan.
Disamping itu, jumlah angkatan kerja terus bertambah dibandingkan penciptaan lapangan kerja. Bukannya memberi solusi, pemerintah justru membuka keran investasi secara besar-besaran bagi para korporat atau pemilik modal, lalu dengan leluasa memberikan serapan tenaga kerja pada mekanisme pasar.
Pada faktanya, memudahkan investasi bagi para investor nyatanya lebih cenderung bersifat padat modal ketimbang padat tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa industrialisasi dalam negeri begitu lemah dan penerapan ekonomi kapitalisme telah menjadi “biang keladi” dari terjadi permasalahan tersebut.
Sistem ekonomi kapitalisme yang dianut oleh negara ini meniscayakan industri yang ada bukan tercipta untuk memenuhi kebutuhan melainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan dan pesanan para oligarki. Selain itu pendidikan ala kapitalisme, juga membatasi rakyatnya untuk dapat mengenyam pendidikan yang layak, pendidikan yang dikomersialisasikan justru memberikan pengaruh yang buruk bagi pengetahuan serta skill rakyatnya.
Pengangguran yang tidak teratasi dengan baik akan memberikan pengaruh yang negatif bagi kondisi ekonomi, tingginya angka kemiskinan menjadi penyebab ketidakmampuan mayarakat dalam memenuhi asasiyah, diantaranya gizi yang cukup, pendidikan yang layak serta kesehatan.
Didalam kapitalisme pemenuhan tersebut tentu tidak bisa kita dapatkan dengan percuma, malainkan harus menggunkan materi. Adapun dampak negatif lainnya dari pengangguran adalah meningkatnya angka kriminalitas, ketiadaan pendapatan dan didukung dengan sistem yang salah menjadikan setiap individu lemah akan keimanannya, sehingga mendorong para penganggur untuk melakukan tindak kriminalitas. Pengangguran juga dapat menyebabkan produktivitas suatu negara melemah atau tidak optimal, hal ini dikarenakan sebagian penduduk yang produktif menjadi tidak terbedayakan.
Inilah gambaran dari sistem kapitalisme yang telah nyata membingungkan masyarakat dalam mencari pekerjaan dan terus menyiksa dalam kesengsaraan. Berbeda dari sistem Islam, sistem Islam yang berada dalam naungan Khilafah tentulah akan memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya, dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai dan layak.
Dalam sistem Islam, kepala negara (khalifah) memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakatnya sebagai bentuk realisasi politik ekonomi Islam. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Rasulullah saw “Imam atau Khalifah adalah pemelihara urusan rakyat dan ia dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Islam dalam hal pemenuhan asasiyah rakyat memiliki pandangan yang khas, dimana negara harus memastikan setiap kebutuhan asasiyah masyarakatnya terpenuhi dengan baik, mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan perindividunya.
Dalam Khilafah kekayaan alam dipandang sebagai milik umum yang harus dikelola oleh negara, dimana hasilnya tentu akan diberikan kepada rakyat dalam pemenuhan hajat kehidupannya.
Diharamkan bagi negara untuk menjual kekayaan alam kepada swasta baik lokal maupun asing. Sumber Daya Alam (SDA) dalam negara Islam akan dikelola secara mandiri tanpa ada campur tangan asing maupun aseng dan begitupula infrastruktur lainnya. Dengan demikian terbukalah lapangan pekerjaan yang sangat luas bagi setiap individu masyarakatnya yang tentunya akan meminimalisir jumlah pengangguran.
Selain itu, negara Islam juga akan memberikan subsidi untuk kaum fuqara’ dan masakin (orang-orang kurang mampu) dalam jumlah yang cukup besar dalam memulai kegiatan bisnisi tanpa adanya kompensasi. Subsidi yang diberikan tidak hanya dibagi rata dalam jumlah yang kecil-kecil, tetapi negara juga menjamin bagi mereka selama satu tahun agar tidak kekurangan. Hal semacam ini telah dicontohkan sejak masa Rasulullah hingga khulafaur rasyidin yang telah membantu rakyatnya dalam mendapatkan pekerjaan, seperti memberikan bantuan modal dari Baitul Mal secara cuma-cuma dalam hal mengelola pertanian.
Adapun pendidikan, negara Islam akan menjamin setiap warganya mendapatkan pendidikan yang layak dan tentunya gratis hingga keperguran tinggi. Dengan demikian, selain mendapatkan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian tentunya rakyatnya juga akan dibekali dengan skill dan pengetahuan unuk dapat menjalani kehidupan dengan baik. Rancangan sistem pendidikan dengan sistematis dan terarah, sehingga tidak ada lulusan yang tidak termanfaatkan.
Penerapan sistem Islam dalam khilafah terbukti telah mampu dalam mensejahterakan rakyatnya dan tidak akan membingungkan rakyatnya dalam dalam hal pekerjaan maupun dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hanya dengan mekanisme Islamlah secara mantap dapat menyelesaikan pengangguran pada seuatu negara melalui penerapan Islam secara kaffah dibawa naungan Khilafah Islamiyah. Wallahu’alam bishshowab.[]
Oleh: Sintia Wulandari
(Aktivis Muslimah)
0 Comments