Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Demokrasi: Sistem yang Menyuburkan Praktik Korupsi


TintaSiyasi.com -- Terjadi lagi dan lagi, korupsi di negeri ini bukan lagi menjadi persoalan yang genting bahkan terkadang tak dianggap penting dalam hal penyelesaiannya. Mengakarnya korupsi pada negeri ini sudah menjadi penyakit akut yang seolah tak ada obat untuk menyembuhkannya. Korupsi seolah dianggap hal sepele yang terkadang sanksi yang diberikan hanyalah sanksi “ecek-ecek” yang tidak memberikan efek jera bagi para pelakunya. Inilah tabiat demokrasi yang dalam hal korupsi sudah ahli, tujuan materi sudah dirancangi dan tentu tidak akan peduli apakah perbuatannya itu akan memberikan efek negatif bagi rakyat dan juga negeri ini. 

Dikutip dari cnnindonesia.com (29/04/2023), Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir bersuara soal langkah kejaksaan Agung menetapkan Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Destiawan Soewardjono menjadi tersangka kasus dugaan korupsi penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan. Terkait kasus ini, BUMN menyampaikan bahwa sangat menghormati proses hukum yang berlaku serta menambahkan dari peristiwa ini sudah sepatutnya menjadi peringatan untuk lebih bekerja lebih profesional, transparan dan bersih. 

Bukan lagi menjadi hal yang tabu ketika korupsi terjadi dinegeri ini, meskipun sudah ada badan khusus untuk menyelesaikan dan menuntaskan perkara korupsi, nyatanya badan tersebut tidak secara tuntas untuk mencegah dan menghentikan kasus korupsi tersebut. Regulasi yang berlaku juga tidak dapat memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi. 

Korupsi adalah sebuah tradisi yang tidak bisa terpisahkan dari sistem demokrasi kapitalisme yang sudah lama di anut oleh negeri ini. Didalam penerapan sistem demokrasi dana yang dibutuhkan tidaklah sedikit, pasalnya biaya politik dalam sistem politik hari ini sangat besar mulai dari biaya penyelenggaraanya hingga biaya kampanye para calon pejabat. Adapun dana kampanye untuk meraih kursi kekuasaan berasal dari kantong pribada dan tentunya diikuti dengan banyak sponsor yang membantu mendanai kampanye tersebut, di mana sponsor tersebut tidak lain adalah para korporat atau pemilik modal. Hal ini, akan sangat berpengaruh ketika kampanye tersebut berhasil, maka para korporat tersebut akan memberlakukan hukum balik modal serta akan terus menjerat para penguasa dengan persiapan modal untuk kampanye selanjutnya. 

Hasil dari kemenangan tersebut justru memicu munculnya korupsi, sebab para pencari kursi kekuasaan harus mengembalikan modal yang telah diberikan kepada para korporat. Selain itu, untuk memudahkan jalannya korupsi mereka juga membuat regulasi sesuai dengan akal mereka sendiri supaya ada cela agar kejahatan tersebut lebih mudah untuk dilakukannya. 

Inilah sistem demokrasi yang menjadi barang bukti atas rusaknya moral individu pada negeri ini. Sistem demokrasi kapitalis telah menetapkan pada masyarakat bahwa standar kebahagian itu berasal dari perolehan materi sebanyak-banyaknya, meskipun jalan yang ditempuh adalah dengan jalan haram. Maka dari itu, perbuatan korupsi tersebut mutlak dan lumrah terjadi pada sistem yang bobrok ini. 

Berbeda dari sistem Islam, kasus korupsi tentu akan mampu dicegah dan dibrantas dengan tuntas melalui mekanisme jitu. Dalam Islam kepemimpinan dan kekuasaan adalah suatu amanah yang harus dijalankan dengan serius, tanggung jawabnya besar tidak hanya dihadapan manusia di dunia tapi juga dihadapan Allah SWT di akhirat. Oleh karenanya, sistem Islam yang bersandar kepada akidah Islam tentu akan memberikan solusi bukan hanya disaat masalah muncul saja, sejak dini Islam mencegah manusia untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik, seperti korupsi dan lainnya. Solusi Islam yang dberikan adalah solusi yang sistematis dan ideologis terkait pemberantasan korupsi. 

Di dalam Islam terdapat beberapa langkah dalam mencegah serta memberantas korupsi, di antaranya: 

Pertama, penerapan ideologi Islam, yakni penerapan syariah Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan, mulai dari politik, ekonomi, hukum, budaya dan lainnya. Syariah Islam yang diterapkan tentunya juga tidak terlepas dari aspek kepemimpinan dalam negara tersebut, karenanya pemimpin dalam Islam (khalifah) diangkat untuk dapat mejalankan pemerintah yang sesuai dengan perintah Allah dan juga sunnah Rasulullah, hal ini juga berlaku bagi para pejabat lainnya, mereka yang telah diangkat menjadi bagian dari pemerintahan harus mampu taat dan patuh untuk menerapakan serta melaksanakan syariah Islam.

Kedua, pemilihan penguasa dan para pejabat yang bertakwa dan zuhud, dalam negara Islam syarat yang diterapkan untuk pemimpin atau pejabat adalah takwa selain dari syarat profesionalitas. Hal ini bertujuan agar para pemimpin dan pejabat dalam menajalankan tugasnya selalu merasa di awasi oleh Allah, mereka mampu memahami bahwa menjadi pemimpin adalah sarana dalam mewujudkan izul Islam wal muslimin bukan dalam rangka untuk meraih materi apalagi untuk mempekaya diri ataupun kelompoknya.

Ketiga, pelaksanaan politik sesuai dengan syariat Islam, di mana politik tersebut adalah riayah syariyah yaitu bagaimana cara mengurusi umat dengan sepenuh hati dan jiwa yang sesuai dengan tuntutan syariat Islam. Tentu berbeda dengan politik yang dijalankan oleh demokrasi kapitalisme yang tunduk pada kepentingan oligarki dan juga para pemilik modal. 

Keempat, adanya sanksi yang tegas dan efek yang jera bagi para pelaku kejahatan seperti korupsi. Tujuan penerapan sanksi ini adalah untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali, hukumannya dapat berupa hukuman publikasi, peringatan, stigmatisasi, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati. 

Kepemimpinan dalam Islam haruslah berbalut keimanan dan juga ketaqawaan, hal ini tentu tidak terlepas dari sistem yang menaungi mereka agar tidak melenceng kearah kemaksiatan juga perbuatan yang buruk, sistem tersebut adalah Khilafah Islamiyah yang berasaskan akidah Islam dan syariat Islamlah yang hanya menjadi satu-satunya aturan yang diterapkan pada negara tersebut. 

Wallahu a'lam. []


Oleh: Sintia Wulandari
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments