TintaSiyasi.com -- Kabar gembira yang dirilis oleh Organisasi kesehatan dunia atau WHO dalam laman resmi instagramnya menyatakan bahwa WHO mengumumkan bahwa darurat global Covid-19 telah berakhir (Voaindonesia.com, 5/5/2023). Setelah tiga tahun lamanya dunia berada dalam kunkungan kehidupan yang tidak pasti akibat serangan virus yang berbahaya bahkan tercatat hingga menewaskan kurang lebih tujuh juta jiwa akibat virus ini.
Namun berita bahagia ini tidak lantas menjadikan dunia aman sentosa. Bahkan didalam negeri saja pasca mudik lebaran penyebaran covid ini masih meresahkan. Setidaknya tercatat dalam kurun waktu satu pekan terakhir ada rilis Laporan Harian Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia per 2 Mei 2023, kasus aktif meningkat dalam dua minggu terakhir, dari 8.566 kasus menjadi 12.728 kasus (Liputan6.com, 5/5/2023).
Menyusul peningkatan ini, Juru Bicara Kemenkes RI Mohammad Syahril mengimbau masyarakat untuk lebih hati-hati dan waspada terhadap ancaman penularan Covid-19. Salah satunya, mewaspadai tempat-tempat kerumunan.
Ancaman Virus Masih Tetap Ada, Negara Harus Siap Siaga
Berdasarkan grafik dari data yang dilansir dari databoks.katadata.co.id (7/5/2023), terdapat beberapa negara yang dalam waktu sepekan mencapai 1 juta terpapar Covid-19 mulai dari Siprus, disusul oleh Korea Selatan dan Qatar. Sedang Indonesia berada diuruta ketiga belas. Dari sini kita harus selalu mawas diri untuk terus memperketat tracing dan pengamanan wilayah agar episode kelam Covid-19 di tahun 2019 tidak terjadi lagi.
Virus masih tetap ada, namun masing-masing negara diberi kebebasan dalam menanggulanginya sendiri. Bagi masyarakat, berarti pembiayaan jika terinfeksi Covid-19, tidak lagi ditanggung pemerintah. Tanpa ada edukasi akan kondisi ini, dapat terjadi miss persepsi atas penyakit ini di tengah masyarakat. Kita lihat saja masih banyak masyarakat kita yang masih minim edukasi akan pentingnya mencegah diri agar tidak tertular ataupun berpotensi menularkan. Contoh kecil protokol kesehatan masih diabaikan.
Butuh koordinasi yang terjalin dari berbagai kalangan. Dimulai dari penguasa yang aware akan penjagaan terhadap kesehatan rakyatnya juga termasuk di dalamnya adalah penyediaan fasilitas kesehatan yang masih menjadi PR besar negara ini.
Bagaimana kita melihat kondisi 3 tahun ke belakang rumah sakit over kapasitas akibat membludaknya pasien Covid-19 saat ini. Jelas ini harus menjadi evaluasi perbaikan atas pelayanan kesehatan yang menjadi tanggung jawab negara. Tak lupa bahwa aturan yang dibuat harus bersifat tegas tidak bersifat kompromi, aturan yang dibuat bukan hanya untuk kepentingan ekonomi sedang nyawa menjadi taruhannya. Bagaimana dahulu aturan PPKM dilonggarkan dengan alasan ekonomi lebih penting.
Kesehatan Rakyat: Tanggung Jawab Negara
Islam memandang kesehatan adalah tanggung jawab negara atas rakyat yang harus dipenuhi setiap saat, dalam berbagai bentuk layanan kesehatan termasuk promotif dan preventif.
Menghadapi Covid-19 setidaknya butuh langkah pencegahan dan penanganan. Tindakan preventif adalah ketika sudah terdengar wabah disuatu wilayah hendaknya penguasa yang memiliki kapasitasnya untuk me-lock down wilayah tersebut agar orang tidak keluar atau masuk kewilayah wabah.
Langkah penanganan adalah ketika wabah telah terjadi maka penyediaan layanan kesehatan harus lengkap dan mumpuni termasuk penyediaan vaksin. Kita tahu bahwa penanganan virus yang sifatnya sudah mendunia seperti ini membutuhkan pendanaan yang besar mulai dari pendanaan riset oleh ilmuwan, laboratorium hingga pengembangan teknologi medis dibutuhkan.
Hal ini berjalanan tentu bukan semata-mata untuk kepentingan ekonomi saja namun kepentingan rakyat yang nyawa mereka diatas segalanya. Apalah artinya ekonomi baik yang dipaksakan namun justru pelakunya “sakit”.
Tak lupa negara juga tetap harus memberikan edukasi, karena masyarakat masih harus peduli terhadap upaya pencegahannya dan menyadari adanya ancaman infeksi. Ini adalah bagian dari tanggung jawab negara yang berfungsi sebagai rain (pengurus urusan rakyat) dan fungsi junnah (pelindung). Rasulullah SAW bersabda, “Imam atau kholifah adalah pengurus, dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang di urusnya.“ (HR Ahmad).
Dalam Islam mekanisme pengurusan kesehatan sudah diatur adalah negara bertanggung jawab penuh terhadap penanganan dan juga menyediakan fasilitas kesehatan yang terjangkau bahkan gratis. Ini didapatkan dari pendanaan Baitul Mal, juga diperoleh dari pengelolaan sumber daya alam seperti tambang dan minyak bumi. Dikelola oleh negara untuk semata-mata digunakan demi hajat hidup rakyatnya.
Namun sayangnya, hari ini kondisi ini tidak terjadi dalam sistem demokrasi kapitalisme dimana negara lebih mengedepankan kemajuan ekonomi meski kondisi kesehatan rakyatnya pesakitan. Terbukti covid belum berakhir bahkan sub varian baru masih mengancam negara ini masih tetap bergeming dan fokus dengan pembangunan IKN. Kita tunggu saja perkembangan virus ini, apakah negara mengambil langkah antisisipatif atau malah diam dan ingin “berdamai” dengan virus ini?
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Nurhayati. S.ST.
(Aktivis Muslimah)
0 Comments