Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Angan Kesejahteraan Buruh pada Kapitalisme


TintaSiyasi.com -- May day yang diperingati setiap tanggal 1 Mei bukanlah hari libur nasional biasa, namun hari itu merupakan momen peringatan bagaimana buruh memaknai perjuangannya terhadap hak-hak buruh untuk mendapatkan pekerjaan dan gaji yang layak. Organisasi serikat para buruh melakukan orasi di jalan-jalan utama menyampaikan aspirasi dan tuntutannya kepada pemerintah. Dalam orasinya, Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengemukakan ada 7 tuntutan yang disampaikan para buruh kepada pemerintah. Pertama, pemerintah mencabut Omnibus Law atau Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Kedua, pemerintah mencabut Parliamentary Threshold 4% dan Presidential Threshold 20%. Ketiga, segera sahkan RUU PPRT (Perlindungan Pekerja Rumah Tangga) yang sejak 18 tahun lalu belum juga selesai. Keempat, menolak omnibus law RUU Kesehatan yang dinilai merugikan tenaga medis dan masyarakat. Kelima, Ketua Partai Buruh juga meminta reforma agraria dan kedaulatan pangan. Keenam, Partai Buruh menolak koalisi dengan partai yang mendukung omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja. Ketujuh, hapus outsourcing dan tolak upah murah (Belitung.tribunnews.com, 1 Mei 2023).
Sementara itu, pada hari yang sama Kemnaker menggelar dialog dengan pekerja informal dari forum lintas Komunitas Pengemudi Indonesia Tanjung Priok dan Konfederasi Serikat Pekerja BUMN di Jakarta. Kementrian Ketenagakerjaan melalui Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker menanggapi masukan dari pekerja informal (pekerja bukan penerima upah) untuk mengatur kembali regulasi terkait tidak adanya kejelasan status hubungan kerja, waktu jam kerja, upah dan sebagainya (m.jpnn.com, 01 Mei 2023) .

Sejarah Perjuangan para Pekerja dan Buruh

Dalam skala Internasional, perjuangan buruh telah dimulai sejak abad ke-19, puncak revolusi industri. Para pekerja di Amerika dan Eropa yang menuntut hak-hak mereka agar dipekerjakan dan diberi upah dengan layak. Aksi protes dilakukan pada 1 Mei 1886 di Chicago yang diantaranya menuntut jam kerja delapan jam sehari. Namun aksi ini mendapat respon tidak baik dari kepolisian hingga menyebabkan para buruh terluka bahkan tewas. Pada tahun 1891, PBB mendirikan Organisasi Buruh Internasional (ILO) yang mempromosikan hak-hak para pekerja sehingga Hari Buruh diperingati setiap tanggal 1 Mei.

Di Indonesia, cerita perjuangan buruh juga diperingati sejak masa penjajahan Belanda. Para pekerja perkebunan melakukan aksi mogok kerja dan menuntut hak-hak mereka seperti jam kerja yang manusiawi dan kondisi kerja yang aman. Momen perayaan ini tidak hanya sekedar peringatan tanpa makna setiap tahunnya, tapi seharusnya ini menjadi refleksi bagi pemerintah dalam menjamin hak-hak para pekerja di Indonesia.

Harapan Berubah Menjadi Angan Belaka

Hari buruh diperingati setiap tahunnya, maka bersama itu juga buruh merangkum sejumlah harapan dalam setiap aksinya. Dari tahun ke tahun para buruh membawa asa yang sama dan berujung semu. Dilansir dari hukumonline.com, tuntutan buruh tahun 2022 berbunyi sama dengan tuntutan tahun ini, diantaranya menolak omnibus law yaitu UU No.11 Tahun 2020 tentang cipta kerja, mengesahkan RUU perlindungan pekerja rumah tangga (PPRT) dan menghapus alih daya (outsourcing) serta menolak upah murah bahkan banyak lagi tuntutan lainya. Inilah beberapa tuntutan yang kembali disuarakan oleh buruh di tahun 2023 ini yang disampaikan melalui ketua partainya.

Tuntutan buruh tahun ini yang sangat disoroti adalah tentang Undang-Undang cipta kerja yang dinilai merugikan buruh dan berpihak kepada asing. Efek dari pengesahan undang-undang ini adalah memberikan kesempatan yang seluasnya kepada pengusaha untuk mengundang investor sehingga sumber daya alam dan industri di Indonesia dengan mudah dikuasai oleh investor asing. Kemudian, Upah Minimum buruh disesuaikan dengan “indeks tertentu” atau ekonomi global sehingga membuat gaji buruh semakin murah. Ini membuktikan bahwa pemerintah tidak mampu memberikan kesejahteraan kepada buruh dari tahun ke tahun.

Harapan buruh yang selalu disuarakan setiap tahun hendaknya menjadi refleksi dan pecutan bagi pemerintah untuk mengoptimalkan layanan dan jaminan hak-hak buruh. Harapan buruh tahun lalu seharusnya sudah menjadi realisasi tahun ini sehingga buruh tidak menyuarakan lagi tuntutan yang sama, maka kinerja pemerintah dari tahun ke tahun perlu dipertanyakan.

Hanya Berdaya sebagai Regulator

Pada peringatan Hari Buruh 1 Mei lalu, Sri Mulyani, Menteri Keuangan Indonesia turut memberikan tanggapannya bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagian besar didorong dari kontribusi buruh sebagai pelaku utama penggerak ekonomi. Tanggapan beliau menunjukan kesadaran pemerintah bahwa peran buruh sangat penting dalam kemajuan ekonomi negara. Namun, dalam hal kesejahteraan buruh, kebijakan pemerintah seolah tidak mendukung pernyataannya. Pemerintah hanya berperan sebagai regulator saja. Hal ini ditunjukan dengan ketidakberdayaan pemerintah ketika perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja. Pemerintah hanya bisa melakukan lobby kepada pengusaha untuk tidak melakukan PHK. Sementara, keputusan penuh terhadap karyawan tetap berada pada pengusaha yang menginginkan keuntungan sebanyak-banyaknya.

Ketidakberdayaan pemerintah mengeluarkan kebijakan yang menjamin kesejahteraan buruh adalah hasil dari penerapan kapitalisme. Para pemilik modal seperti pengusaha, mempunyai kuasa penuh mengendalikan kebijakan pemerintah. Pemerintah dibuat seperti boneka yang meluncurkan legislasi yang menguntungkan korporat.

Sistem Islam Tidak Pernah Mengecewakan

Islam selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dari tenaga kerja atau buruh. Islam tidak memandang pekerjaan dan tenaga kerjanya sebagai urusan dunia saja. Namun Islam memandang urusan pekerjaan menembus batas kehidupan, yaitu persoalan akhirat sebagai tanggungjawab pihak pengusaha, pemerintah dan pihak pekerja atau buruh.

Islam memandang soal perburuhan ini dengan akad ijarah (bekerja). Dasar hukumnya adalah hadist Rasulullah SAW yaitu, “Berikanlah olehmu upah orang sewaan sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah). Hadis ini dapat menjadi salah satu dasar yang menyatakan bahwa Islam membenarkan adanya perjanjian perburuhan menggunakan tenaga manusia untuk melakukan suatu pekerjaan. Dengan begitu derajat antara orang yang memberi upah dengan orang yang bekerja adalah sama. Akad ijarah ini berbeda dengan perbudakan, dimana posisi majikan lebih tinggi dari pekerjanya.

Prinsip kejelasan akad merupakan keharusan untuk dibuat dalam rangka mengatur secara praktis hubungan pekerja dan majikan meliputi etika, hak, dan kewajiban antara kedua belah pihak. Akad atau perjanjian juga menegaskan nilai keadministrasian dan memegan teguh nilai moral yang berkaitan dengan kehalalan. Sabda Rasulullah SAW bersabda “Orang Islam itu terikat oleh syarat perjanjiannya kecuali syarat yag mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram." (HR. Tirmidzi dari Abu Amir Al-Aqli) .

Begitulah sistem Islam memuliakan pekerjaan seseorang termasuk sebagai buruh yang seharusnya diberikan kesejahteraan dalam hal upah dan kenyamanan bekerja sebagaimana harapan para buruh setiap peringatan bulam Mei. Hendaknya harapan buruh dalam meraih kesejahteraan tidak hanya untuk kebutuhan dunia saja, namun lebih jauh adalah untuk kesejahteraan hakiki dalam rangka menerapkan syariat dari Allah SWT. []


Oleh: Eka Nofrianti
(Aktivis Muslimah)
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments