TintaSiyasi.com -- Jika dirating, kasus korupsi bisa jadi tertinggi di negri ini. Sepanjang tahun tidak pernah sepi dari kasus korupsi. Seakan telah menjadi sebuah tradisi di berbagai instansi mulai dari tingkat RT hingga pejabat teras seperti hidup berdampingan dengan budaya korupsi. Bahkan di BUMN yang mentereng pun berkali-kali terjadi tindak korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaporkan, sejak 2004 sampai dengan November 2022, tipikor atau tindak pidana korupsi di BUMN dan BUMD menduduki posisi keempat di sektor instansi, dengan total 109 kasus. (Fortuneidn.com, 11/1/2023)
Sebagaimana kasus korupsi di tubuh PT Waskita Karya membuat nama BUMN kembali tercoreng. Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya menetapkan Direktur Utama PT Waskita Karya, Destiawan Soewardjono ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (27/3/2023). Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung menyampaikan, kasus mega korupsi ini diduga telah merugikan negara hingga mencapai Rp 2,3 triliun. Kasus korupsi tersebut terjadi pada periode 2016-2020. Namun kasus ini baru dilaporkan pada tahun 2022 karena penyelewengan dana baru terendus. (Suara.com, 4/5/2023)
Mirisnya lagi penggunaan uang supplay chain financing (SCF) tersebut digunakan untuk foya-foya alias gaya hedonisme dan 'bagi-bagi' di pemangku kebijakan tinggi di perusahaan konstruksi milik negara tersebut. SCF yang sudah dicairkan tersebut, menurut Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Kuntadi, memberikan bunga yang tinggi yang harus dilunasi oleh manajemen Waskita Karya kepada pihak perbankan selaku kreditur pemberi pembiayaan. Hal tersebut yang sampai hari ini mencekik keuangan Waskita Karya sebagai debitur. Pun bunga yang tinggi dari pembiayaan SCF tersebut, kata Kuntadi, nyata menjadi kerugian negara. Sehingga kerugian yang diderita Waskita Karya berlarut-larut dan bertubi-tubi (News.republika.co.id, 4/5/2023)
Demokrasi Suburkan Korupsi
Hal mendasar yang menyebabkan tradisi korupsi makin menjadi di negri ini sejatinya adalah efek diterapkannya sistem politik demokrasi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pejabat dan pengusaha adalah pemain utama dalam sistem tersebut. Pengusaha menjadi pihak pemodal bagi si pejabat agar bisa menduduki jabatan penting yang kelak bisa mengakomodir kepentingan sang pengusaha. Pejabat pun sangat terbantukan sebab biaya untuk meraih jabatan penting tersebut tidak lah sedikit. Walhasil hubungan antara pejabat dan pengusaha adalah simbiosis mutualisme. Hubungan ini juga berdiri diatas prinsip hidup sekulerisme, yakni pemisahan urusan agama dengan urusan sehari-hari bahkan urusan tata kelola negara. Akibatnya korupsi tidak dianggap sebagai sebuah kemaksiatan yang tentu saja tidak diridhai Allah.
Adanya berbagai macam lembaga guna mencegah tindakan korupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi bahkan sanksi hukum yang dibuat dalam produk undang-undang pun untuk memberikan efek jera para koruptor tidak mampu menghentikan budaya korupsi ini. Lebih aneh lagi mantan koruptor di negri ini dibolehkan untuk menjadi anggota legislatif maupun pejabat negara lainnya. Padahal mereka adalah pengkhianat konstitusi. Entah logika macam apa yang dimiliki oleh para pemimpin di negara ini dalam menjalankan amanah rakyatnya sebagaimana dalam ajaran demokrasi.
Islam Hentikan Tradisi Korupsi
Ketika sistem islam diterapkan di setiap lini kehidupan, maka segala tindak penyelewengan jabatan dalam pemerintahan Islam akan sangat mudah diselesaikan. Beberapa faktor diantaranya adalah pondasi iman dan takwa adalah suasana yang senantiasa diciptakan oleh negara dalam menjalankan fungsi pemerintahan. Tidak ada bedanya seorang pejabat ketika dia menjalankan tugasnya dengan dirinya saat di kehidupan pribadi rumah tangganya. Pejabat dalam sistem pemerintahan islam tunduk pada syariat Islam. Selain itu proses pemilihan para pejabat tidak serumit dalam sistem demokrasi yang menghabiskan banyak uang. Kesejahteraan para pejabat juga telah dijamin oleh negara. Sehingga celah untuk korupsi amat sangat minim sekali. Pejabat i
Islam bisa fokus menjalankan fungsinya sebagai pelayan umat.
Sistem sanksi dan peradilan Islam bagi siapapun yang terbukti melakukan tindakan korupsi sangat tegas tanpa perlu tingkat banding. Efek moral terhadap masyarakat juga sangat dirasakan sehingga rasa malu luar biasa dirasakan untuk tampil kembali di hadapan umum.
Sungguh, penerapan syariat Islam secara sempurna saja lah yang mampu mengakhiri tradisi korupsi. Sebab ketaqwaan individu tegak, kontrol masyarakat begitu ketat terhadap para penguasa yang menjalankan pemerintahan, dan pilar ketiga yakni negara berdiri diatas landasan aqidah Islam yang meniscayakan kepada para pelaksana pemerintahan untuk menjalankan syari'at Islam saja dalam setiap aspek kehidupan. Tradisi anti korupsi hanya ada pada sistem Islam. Wallahu'alam bishowab
Oleh: Laily Ch. S.E.
Aktivis Muslimah
0 Comments