Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UU Perampasan Aset Mencegah Korupsi, Mungkinkah?

TintaSiyasi.com -- Apabila mengucapkan kata " korupsi" nampaknya sudah tidak asing di telinga, bak seperti jamur yang berkembang di setiap musimnya. Walaupun berbagai macam kebijakan sudah dilakukan oleh penguasa negeri ini, namun tak bisa menghambat laju perkembangan korupsi.

Di tengah terungkapnya kekayaan fantastis para pegawai pemerintahan, urgensi pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset kembali digaungkan. RUU yang sudah dibahas sejak 2006 itu dipercaya bisa merampas “aset yang tidak seimbang dengan penghasilan atau sumber penambahan kekayaan yang tidak dapat dibuktikan”.

Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Ganarsih, mengatakan RUU itu tidak hanya digunakan untuk merampas aset para koruptor, tapi juga pelaku tindak pidana ekonomi lainnya, seperti pengusutan perolehan harta dalam kasus Rafael Alun sampai harta-harta yang didapatkan dari perdagangan narkoba.

“Karena undang-undangnya namanya asset recovery, berkaitan dengan aset hasil kejahatan, jadi semua hal yang berkaitan dengan aset hasil kejahatan yang sedang diproses, diatur dan diawasi dengan baik,” kata Yenti kepada BBC News Indonesia, Selasa (28/03).

Secara umum perampasan aset dapat diartikan sebagai tindakan negara untuk mengambil harta kekayaan seseorang yang ilegal karena merupakan hasil kejahatan untuk kemudian menjadi milik negara atau dikembalikan kepada seseorang yang berhak.

Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sesungguhnya sudah mengatur mengenai perampasan aset baik secara pidana maupun perdata. Perampasan aset secara pidana diatur diantaranya dalam ketentuan Pasal 18, 38 ayat (1), 38 ayat (5), dan 38 B. Sementara itu, perampasan aset secara perdata diatur dalam ketentuan Pasal 32, 33, 34, dan 38 C.

Pernyataan Mahfud MD beberapa waktu lalu, “Menoleh ke mana saja ada korupsi,” menunjukkan budaya korupsi makin menggila di lembaga pemerintahan. Sebagai contoh, KPK mencekal ke luar negeri terhadap 10 tersangka kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja pegawai di Kementerian ESDM pada tahun anggaran 2020 – 2022. Terbaru, Bupati Kapuas, Kalimantan Tengah, Ben Brahim S. Bahat dan anggota DPR RI Fraksi Nasdem Ary Egahni ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan korupsi berupa pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara disertai dengan penerimaan suap di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Pasangan suami istri tersebut diduga menerima uang sebesar Rp8,7 miliar.

Korupsi sudah menjadi tradisi dalam kalangan para pejabat negara, bahkan mereka tak sungkan untuk memamerkan harta yang di dapat dari hasil korupsi tersebut. Mereka seakan lupa dengan janji-janji manis yang dulu pernah mereka ikrarkan untuk duduk di kursi kekuasaan.

Bak seperti pepatah lama" kacang lupa kulitnya" padahal harta yang di dapatkan dari hasil keringat rakyat yang di paksakan untuk membayar berbagai tuntutan, salah satunya pajak. Sungguh miris hidup dalam peri'ayahan  sistem kapitalis yang eksis sekarang ini, hidup serba di komersilkan. Kesehatan di komersilkan, pendidikan, dan bahkan kepemilikan individu pun di komersilkan dengan dalil wajib pajak.

Semua itu membuka topeng buruk dan kegagalan sistem kapitalis, apa yang di dapatkan hanya kesengsaraan. Berbeda halnya dengan sistem Islam yang memiliki mekanisme penyelesaian secara menyeluruh.

Dalam aspek preventif, Islam melakukan langkah berikut: 

Pertama, penanaman akidah Islam setiap individu. Dengan akidah yang kuat akan terbentuk kepribadian Islam yang khas. Pembentukan akidah ini dilakukan secara berkesinambungan melalui sistem pendidikan Islam yang akan menghasilkan individu-individu beriman dan bertakwa. Kesadaran iman dan ketaatan inilah yang akan mencegah seseorang berbuat maksiat.

Kedua, penerapan sistem sosial masyarakat berdasarkan syariat secara kafah. Dengan penerapan ini, pembiasaan amar makruf nahi mungkar akan terbentuk. Jika ada anggota masyarakat yang terindikasi berbuat kriminal atau korupsi, masyarakat dengan mudah bisa melaporkannya pada pihak berwenang. Tradisi saling menasihati dan berbuat amal saleh akan tercipta seiring ditegakkannya hukum Islam di tengah mereka.

Ketiga, mengaudit harta kekayaan pejabat secara berkala. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pengontrolan dan pengawasan negara agar mereka tidak menyalahgunakan kekuasaan untuk meraup pundi-pundi uang ke kantong pribadinya. Khalifah Umar bin Khaththab ra. selalu mengaudit jumlah kekayaan pejabatnya sebelum dan sesudah menjabat.

Demikianlah langkah preventif yang akan Islam lakukan untuk menghilangkan budaya korupsi di kalangan pejabat negara. Wallahu a'lam bishshowab.[]

Oleh: Wakini
(Aktivis Muslimah)

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments