TintaSiyasi.com -- Akhir-akhir ini, kejahatan yang dilakukan remaja makin marak terjadi. Yang sangat menyedihkan, kasus kejahatannya pun makin sadis. Berdasarkan data yang didapat pada Maret 2023, Sumatera Barat mengalami kenaikan untuk kasus kenakalan remaja yang makin meningkat, Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah mengajak warga di provinsi ini lebih peduli terhadap perilaku generasi muda. Pada 24 Maret 2023 kemarin, dihebohkan dengan kasus yang dialami oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Barat, Ficky Tri Saputra, jadi korban aksi kekerasan di jalanan Kota Padang. Ia nyaris dibacok sekelompok remaja (tvone.news, 23/3/2023).
Selain itu, terdapat kasus remaja yang melakukan perang sarung di wilayah hukum Polsek Bungus. Namun mendengar konteks perang sarung kini menyeramkan. Di balik sarung kadang terdapat batu sampai senjata tajam yang dimodifikasi sedemikian rupa hingga bisa melukai pihak lawan. Ironisnya, kegiatan ini selalu meminjam momen bulan puasa, sehingga harus dilakukan upaya pencegahan oleh pihak kepolisian (topsatu, 28/3/2023).
Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah mengajak warga di provinsi itu lebih peduli terhadap perilaku generasi muda. Pemerintah Kota Padang menargetkan di bulan Ramadan anak -anak yang melaksanakan pesantren di Kota Padang hafal juz 30 Alquran. Upaya tersebut membentuk generasi muda agar lebih beriman dan taat kepada Allah SWT. Hendri Septa menjelaskan bahwa pemerintah telah merancang berbagai program kepada generasi muda-mudi sebagai calon ahli surga (harihaluan.com, 25/3/2023).
Makin Merajalela
Memang benar bahwa keluarga dan lingkungan masyarakat memberi pengaruh besar bagi maraknya kejahatan anak. Demikian halnya dengan mudahnya anak mengakses informasi lewat internet dan memiliki smartphone untuk berkomunikasi yang tidak kita mungkiri memberi peran terjadinya kasus ini. Bahkan, tidak jarang demi eksis di hadapan sebayanya, tetapi tidak didukung dengan dana yang memadai, membuat sebagian anak nekat untuk mendapatkan sesuatu dengan cepat. Namun, sesungguhnya ini semua hanyalah dampak. Akar masalahnya adalah akibat dari penerapan sistem sekuler kapitalisme di negeri ini.
Dengan asas sekularismenya yang memisahkan agama dari kehidupan, nilai-nilai moral dan agama telah dicabut. Asas ini melahirkan paham liberalisme yang mengagung-agungkan kebebasan, baik kebebasan berakidah, berpendapat, berkepemilikan dan bertingkah laku hingga aturan-aturan agama pun makin dipinggirkan. Padahal, kekuatan ruhiyah yang lahir dari pemahaman terhadap agama adalah satu-satunya yang mampu menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan.
Sekolah sebagai institusi pendidikan, alih-alih mampu mencetak anak-anak atau remaja yang berkualitas yang memiliki kepribadian yang kuat, tetapi justru melahirkan remaja yang banyak masalah. Kurikulum yang diterapkan pun tidak mampu mengarahkan para pelajar untuk bersikap baik atau beradab. Nyatanya, sistem sekuler kapitalisme adalah sistem yang rusak dan merusak, menggiring manusia pada keburukan dan kenestapaan tanpa pandang bulu. Orang dewasa, remaja, bahkan anak-anak pun menjadi korbannya. Sudah seharusnya kita membuang sistem rusak seperti ini dan menggantinya dengan sistem kehidupan yang benar, sistem kehidupan yang datang dari Allah SWT, yang tidak lain adalah sistem Islam.
Sistem Islam Mengatasi Kejahatan Remaja
Negara Islam bertanggung jawab menerapkan aturan Islam secara utuh dalam rangka mengatur seluruh urusan umat sehingga umat mendapatkan jaminan keamanan dan kesejahteraan secara adil dan menyeluruh. Oleh karenanya, upaya pencegahan kejahatan anak hanya akan terwujud dengan tiga pilar, yaitu pertama, ketakwaan individu dan keluarga, yang akan mendorongnya senantiasa terikat dengan aturan Islam secara keseluruhan. Demikian pula keluarga, dituntut untuk menerapkan aturan di dalam keluarga. Aturan inilah yang akan membentengi individu umat dari melakukan kemakshiatan dan dengan bekal ketakwaan yang dimiliki.
Pilar kedua, kontrol masyarakat. Ia akan menguatkan apa yang telah dilakukan oleh individu dan keluarga, sangat diperlukan untuk mencegah menjamurnya berbagai bentuk kejahatan yang dilakukan anak-anak. Budaya beramar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat serta tidak memberikan fasilitas sedikit pun dan menjauhi sikap permisif terhadap semua bentuk kemungkaran akan menentukan sehat tidaknya sebuah masyarakat sehingga semua tindakan kriminalitas anak dapat diminimalisir.
Pilar ketiga, yaitu negara. Negara Islam wajib menjamin kehidupan yang bersih rakyatnya dari berbagai kemungkinan berbuat dosa, yaitu dengan menegakan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Islam pun mewajibkan negara menjamin setiap warganya agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu sandang, papan dan pangan. Dengan terpenuhinya kebutuhan hidup rakyatnya, maka akan terhindar dari berbagai tindak kejahatan.
Selain itu, negara akan menjaga agama dan moral serta menghilangkan setiap hal yang dapat merusak dan melemahkan akidah dan kepribadian kaum Muslim, seperti peredaran minuman keras, narkoba, pornografi, termasuk berbagai tayangan yang merusak, seperti media sosial. Ini karena dalam Islam negaralah satu-satunya institusi yang dapat melindungi anak dan yang mampu mengatasi persoalan kejahatan anak ini secara sempurna. Ini semua hanya akan bisa diterapkan dan dilaksanakan jika aturan Islam diterapkan secara keseluruhan dalam sebuah institusi negara, yaitu Khilafah Islamiyah. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW terkait tanggung jawab pemimpin negara:
Imam (kepala negara) itu adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus. (HR. Muslim dan Ahmad)
Rasulullah saw. bersabda : Sesungguhnya imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya (HR Muslim).
Pemberlakuan Punishment bagi Pelaku Pelaku Kejahatan dalam Islam
Dalil bahwa anak di bawah umur dan orang gila tidak dapat dihukum, sabda Rasulullah SAW, "Telah diangkat pena bagi tiga golongan, yaitu dari orang tidur hingga ia bangun, dari anak kecil hingga ia balig, dan dari orang gila hingga ia berakal (waras)." (HR Abu Dawud).
Anak di bawah umur yang melakukan perbuatan kriminal (jariimah, crime), misalnya mencuri, melakukan pengeroyokan (tawuran), membunuh tanpa sengaja (misal kecelakaan), dan sebagainya, tidak dapat dijatuhi sanksi pidana Islam (uqubat syariyyah), baik hudud, jinayah, mukhalafat, maupun takzir. Ini karena anak di bawah umur belum tergolong mukalaf yang harus memenuhi tiga syarat mukalaf; yaitu akil (berakal), balig (dewasa), dan mukhtar (melakukan perbuatan atas dasar pilihan sadar, bukan karena dipaksa atau berbuat di luar kuasanya).
Kesimpulan
Permasalahan ini hanya bisa diselesaikan, jika semua pihak turun tangan dalam menyelesaikannya, yaitu individu atau keluarga, masyarakat dan tidak kalah pentingnya adalah negara yan menerapkan Islam secara sempurna, termasuk dengan menjatuhkan sanksi bagi para pelaku. Hanya saja, ini semua harus dilakukan dengan perubahan secara mendasar pada aspek-aspek yang menjadi pemicunya. Sudah seharusnya negara dan masyarakat belajar, terus berulangnya kasus serupa membuktikan bahwa sistem yang saat ini diterapkan, yakni sekuler kapitalisme telah gagal membentuk generasi berkepribadian mulia. Sudah saatnya sistem ini dihentikan, diganti dengan sistem yang telah terbukti menghasilkan generasi berkualitas, yakni sistem Islam. []
Oleh: Halimah
Aktivis Muslimah
0 Comments