TintaSiyasi.com -- Bulan suci Ramadhan sangat ditunggu kedatangannya oleh kaum Muslim di seluruh penjuru dunia, mengingat datangnya bulan Ramadhan hanya sekali dalam satu tahun. Di bulan Ramadhan setan-setan dibelenggu dan pintu surga dibuka selebar-lebarnya.
Di bulan Ramadhan ini kita diperintahkan Allah berpuasa selama satu bulan penuh untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita. Banyak sekali keutamaan di bulan ini, bulan yang penuh berkah berkah, waktu yang mustajab untuk berdoa, bulan diturunkannya Al-Qur'an, berlimpah pahala dan dilipatgandakan pahala semua amalan kita.
Sayangnya di bulan yang penuh berkah ini, kaum Muslimin banyak sekali mengalami penderitaan, kesulitan bahkan penjajahan fisik maupun non-fisik. Semua ini terjadi karena tak ada junnah (pelindung) bagi umat Islam.
Seharusnya di bulan suci ini umat Islam makin kuat keimanan, ketakwaan, ukhuwah dan ghirahnya untuk mengembalikan kejayaan Islam seperti pada masa Rasulullah SAW dan sahabat, mirisnya umat Islam malah makin jauh (fobia) dengan Islam. Mana mungkin bisa mengurusi urusan umat (politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lain-lain).
Bahkan sudah menjadi tradisi tiap tahun harga-harga kebutuhan bahan pokok pun mulai merangkak naik, menjelang bulan Ramadhan ataupun perayaan hari raya. Dengan meningkatnya permintaan dan ketidakseimbangan suplai barang. Kesempatan ini dimanfaatkan tengkulak, penimbun, mafia, korporasi maupun kartel-kartel untuk meraup keuntungan. Apalagi negara hanya sebagai regulator, bukan lagi penanggung jawab kebutuhan dasar rakyatnya.
Ibadah haji pun tak pelak di jadikan lahan bisnis untuk keuntungan para pemilik modal dan korporasi. Tabungan calon-calon haji pun dimanfaatkan kepentingan oligarki untuk mengeruk keuntungan yang fantastis, pemerintah lagi-lagi yang menjembatani semua kepentingan ini.
Belum lagi nasib tragis dialami saudara-saudara kita di Palestina yang dijajah Israel. Bertahun-tahun mereka terus berjihad, berusaha diusir dari negerinya, kehilangan pekerjaan, tempat tinggal, harta, sanak saudara, bahkan bertaruh nyawa setiap saat. Sedihnya lagi tak ada satu pun negeri Islam yang berusaha membantu sepenuhnya, mengirimkan pasukannya untuk mengusir Israel. Mirisnya, mereka hanya menonton dan mengamati perkembangan situasi yang terjadi.
Kondisi umat Islam benar- benar memprihatinkan dalam segala hal. Bahkan setiap tahunnya untuk mengurusi urusan penyatuan awal puasa maupun hari raya saja sering terjadi perselisihan. Padahal penentuan puasa berdasarkan rukyatul hilal, berdasarkan sabda Rasulullah SAW: "Berpuasalah ketika melihat hilal dan berhari rayalah jarena melihat hilal." (HR. Muslim)
Semua ini terjadi karena agenda Barat yang memecah belah negeri Islam menjadi terkotak-kotak dalam nation state, bukan lagi menjadi satu kesatuan, untuk memudahkan barat menyetir umat Islam, sehingga Islam mudah diadu domba.
Peran negara yang berkiblat pada sistem kapitalisme neoliberalisme dimana negara hanya sebagai regulator dan hajat hidup rakyat dikuasai oleh swasta, pemegang kekuasaan ataupun oligarki. Tak terasa tetap saja rakyat masih dijajah.
Semua penderitaan yang dialami kaum Muslim karena tak ada junnah (pelindung) yang bertanggung jawab menjaga aqidah rakyatnya, memenuhi kebutuhan dasar seluruh rakyatnya dan melindungi seluruh jiwa rakyatnya.
Persatuan umat manusia bisa tercipta apabila mereka telah paham akan penghalang mereka untuk bersatu,yakni sekat-sekat kebangsaan yang muncul dari nasionalisme. Oleh karena itu pemahaman bahwa nasionalisme adalah ikatan yang rendah harus bisa dicerna dengan baik oleh masyarakat. Namun, ketika menyerukan persatuan umat hendaknya setiap negeri tidak membiarkan sejengkalpun wilayah yang sudah bersatu, lepas karena pihak asing.
Tentu saja bersatunya umat islam dan yang lainnya harus didasarkan pada aturan islam. Walaupun islam sebagai agama namun islam berbeda dengan agama dan kepercayaan yang lain. Islam mempunyai aturan yang menyeluruh dalam mengatur kehidupan dan tidak bersumber pada kecerdasan manusia melainkan bersumber dari aturan sang Khalik. Sedangkan agama dan kepercayaan yang lain hanya bersifat spiritual dan tidak memiliki seperangkat aturan sebagaimana islam, sehingga untuk aturan kehidupan mereka menggunakan aturan buatan akal manusia. Untuk itu islam memiliki kesempatan mengatur dan menyatukan masyarakat islam dan umat yang lain dengan adil dalam Daulah Islamiah.[]
Oleh: Yesi Wahyu I.
Aktivis Muslimah
0 Comments