Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Misteri 349 T Mustahil Terungkap Tuntas dalam Sistem Demokrasi

TintaSiyasi.com -- Misteri 349 T alias temuan PPATK terkait dana 349 triliun berujung di meja legislasi alias gedung DPR (dewan perwakilan rakyat).

DPR memanggil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavananda dan Menko Polhukam Mahfud MD untuk klarifikasi terkait kehebohan publik berkenaan dana 349 triliun dalam Rapat Kerja PPATK dengan Komisi III DPR RI, Selasa (21/3/2023).

Anggota DPR RI Komisi III Arteria Dahlan menyebut bahwa PPATK membuat publik gaduh gegara isu yang dibuat PPATK terkait transaksi Rp 349 T mencuat ke permukaan.

Arteria bahkan mewanti-wanti bahwa dokumen terkait transaksi tersebut harusnya bersifat rahasia, sehingga barang siapa yang membocorkan ke publik bisa terancam pidana. Termasuk menteri ataupun menteri koordinator (menko) pun bisa dipidanakan.

Adapun dalam RDP (rapat dengar pendapat) dengan PPATK, terdapat indikasi tindak pidana pencucian uang yang tidak sepenuhnya berasal dari Kemenkeu. Namun ada indikasi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Alhasil DPR sepakat untuk membentuk pansus untuk mengungkap misteri 349T, agar publik kembali percaya kepada pemerintah.

Apapun bentuknya baik itu korupsi ataupun pencucian uang, publik berhak tahu. Anehnya dalam rapat tersebut nampak hal yang disorot adalah kegaduhan publik atas misteri 349T diciptakan oleh PPATK. Di awal dikatakan korupsi, kemudian di akhirnya dikatakan TPPU alias tindak pindana pencucian uang.

Bagi publik hal itu sama saja, karena sama-sama melakukan penggelapan uang yang bukan menjadi hak mereka.

Narasi hari ini begitu menggurita nan bias, sampai sulit diidentifikasi padahal secara hakikat adalah sama, yaitu mengambil atau merampok uang negara dengan skenario pencucian uang.

Berkenaan dengan pelaku tindak pidana walaupun secara detail diindikasi tak hanya berasal dari Kemenkeu, namun ada dari Direktoral Jenderal Bea dan Cukai, Direktoral Jenderal Pajak namun publik tahu bahwa kedua direktoral tersebut berada dalam naungan Kemenkeu. Apalah arti hal seperti itu diributkan oleh para majelis wakil rakyat. Publik justru semakin curiga atau layak menduga, ada upaya dari wakil rakyat untuk melindungi pihak-pihak yang telah merugikan negara.

Sehingga muncul dukungan dari sebagian netizen untuk mengungkap misteri ini.

Saat ini banyak kasus yang justru harus dikawal publik dalam hal ini netizen hingga viral, kemudian sang Dewan pun ikut mengawal. Entah serius ingin mengawal atau ada kepentingan.

Karena setiap kasus termasuk misteri 349T ini pun nampak tarik ulur, saling sandra, seolah ada saling keberpihakan berbagai kelompok. Terbukti dari tuduhan beberapa anggota Dewan terkait temuan kasus 349T tersebut justru mereka menuduh PPATK ingin memfitnah Kemenkeu. Alih-alih mengapresiasi, yang ada justru ragam tuduhan ke sana-sini.

Publik patut bertanya anggota dewan itu bekerja mewakili siapa? Jika masih sesuai dengan namanya, wakil rakyat harusnya menunjukkan keberpihakannya terhadap rakyat bukan kepada koruptor, oligarki dan golongannya.

Mustahil rasanya, misteri 349 T akan terungkap di dalam sistem demokrasi yang meniscayakan kebebasan, termasuk kebebasan para wakil rakyat dan pejabat yang harusnya sebagai pelayan rakyat. Mereka bebas membuat aturan dengan narasi atas nama rakyat padahal tidak merepresentasikan keinginan rakyat.

Saling sandra kepentingan politik adalah tabiat sesama mereka, saling mendukung jika masing-masing mendapatkan untung, namun sering tak peduli rakyat bernasib buntung.

Inilah bukti demokrasi hanya menyakiti rakyat. Mereka sudahlah menggaji wakilnya untuk suatu kepengurusan atas mereka namun mereka yaitu rakyat kerap dikhianati oleh wakilnya dan penguasanya. Jadi dalam demokrasi nasib rakyat benar-benar memprihatinkan. Sudah jatuh, tertimpa tangga.

Oleh: Heni Trinawati, S.Si.
Analis Mutiara Umat Institute
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments