TintaSiyasi.com -- Kemacetan lalu lintas merupakan permasalahan yang sudah lama terjadi di kota-kota besar Indonesia. Tidak hanya Jakarta, laporan Bank Dunia tahun ini menyebut kota-kota besar lainnya seperti Padang, Sumatra Barat, Malang, Jawa Timur, Pontianak, Kalimantan Barat, Bengkulu, Jambi, dan Yogyakarta termasuk ke dalam kota dengan rasio waktu kemacetan tertinggi.
Kemacetan menghabiskan banyak waktu keseharian masyarakat. Ambil contoh di ibu kota Jakarta. Setiap tahunnya masyarakat Jakarta menghabiskan lebih dari 400 jam di jalan. Tidak berbeda dengan Jakarta, di kota lain seperti Padang dan Yogyakarta, seperempat waktu perjalanan mereka habis di tengah kemacetan.
Bukan hanya menghabiskan waktu perjalanan bahkan sampai merenggut nyawa.Seperti beberapa pekan terakhir terjadi akibat kemacetan ekstrem selama 22 jam, penumpang ambulans di Jambi harus merenggang nyawa. Begitu juga yang di alami para sopir mereka mengaku mengalami banyak kerugian akibat kemacetan. Salah seorang sopir bernama Doni mengaku rugi banyak karena sebagian besar ikan yang di bawahnya telah mati. Padahal ia ingin membawa ikan itu ke pasar Angsaduo Jambi.
Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Irjen Pol Hendro Sugiatno mengatakan, "masalah angkutan batu bara bukan berada di wilayah kewenangannya, melainkan ada di Kementerian atau Lembaga lain," katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (2/3/2023).
Bukan hanya perkara kemacetan, melainkan juga adanya jalan raya yang berlubang yang mengakibatkan banyaknya kecelakaan hingga sampai merenggang nyawa. Padahal jalan raya adalah jalan utama yang menghubungkan satu kawasan dengan kawasan yang lain. Keberadaan jalan merupakan salah satu faktor terpenting untuk menunjang aktivitas masyarakat.
Tetapi bagaimana jika fasilitas umum ini rusak, seperti banyaknya jalan berlubang yang bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan. Miris jika ini terus dibiarkan tanpa segera diperbaiki.
Bagi pemerintah baik pusat maupun daerah perlu peringatan bahwa ada sanksi apabila membiarkan jalan rusak. Sesuai Pasal 24 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, penyelenggara wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.
Namun faktanya, undang-undang yang dibuat tidak menjadi pijakan jika untuk kepentingan rakyat. Padahal sangat nyata slogan yang ada dalam sistem hari ini adalah "dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat". Jika slogan ini digunakan, yakin dan percaya rakyat akan sejahtera. Akan tetapi, semua itu hanya pepesan kosong dan tak bermakna. Sehingga bisa disimpulkan bahwa undang-undang yang dibuat untuk kepentingan para kapitalis, sedangkan rakyat diabaikan.
Selain itu negara yang menerapkan sistem kapitalisme ini melahirkan penguasa yang tidak bertanggung jawab penuh atas permasalahan dan urusan rakyat termasuk dengan kerusakan jalan. Ditambah lagi posisi negara hanya menjadi fasilitator dan regulator saja, termasuk dalam pembangunan infrastruktur. Negara membangun infrastruktur dengan kualitas bagus, aman dan nyaman jika ada keuntungan materi yang diperoleh sebagaimana berbisnis atau berniaga. Jika jalan dibangun semata-mata untuk kemaslahatan rakyat terbukti dibuat asal-asalan sehingga cepat rusak dan tidak nyaman untuk digunakan.
Keamanan dan kenyamanan bagi rakyat tidak termasuk faktor utama yang harus diwujudkan oleh pemimpin di sistem kapitalisme saat ini. Adakalanya warga suatu desa terpaksa swadaya membeli bahan-bahan seadanya untuk membangun atau memperbaiki jalan yang rusak. Mereka sudah sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun karena ada jalan yang rusak dan pemerintah tidak bertanggung jawab penuh atas hal itu maka mereka harus mengeluarkan uang lebih untuk membangun atau memperbaiki jalan sendiri. Sungguh betapa sengsaranya rakyat yang hidup miskin perhatian pemerintah. Inilah bentuk kezaliman penguasa saat ini ketika sistem kapitalisme sekuler terus diterapkan dalam kehidupan bernegara. Sebab sistem ini enggan menjadikan Islam sebagai aturan bernegara dan bermasyarakat.
kisah Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu tentang jalan berlubang di Irak. Amirul Mukminin Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu yang terkenal tegas dan tegar dalam memimpin kaum Muslim tiba-tiba menangis, dan kelihatan sangat terpukul. Informasi salah seorang ajudannya tentang peristiwa yang terjadi di tanah Iraq telah membuatnya sedih dan gelisah. Seekor keledai tergelincir kakinya dan jatuh ke jurang akibat jalan yang dilewati rusak dan berlobang. Melihat kesedihan khalifahnya, sang ajudan pun berkata: “Wahai Amirul Mukminin, bukankah yang mati hanya seekor keledai?” dengan nada serius dan wajah menahan marah Umar bin Khattab berkata: “Apakah engkau sanggup menjawab di hadapan Allah ketika ditanya tentang apa yang telah engkau lakukan ketika memimpin rakyatmu?”
Dalam redaksi lain yang pernah saya dapatkan Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu berkata, “Seandainya seekor keledai terperosok di Kota Baghdad karena jalanan rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah Ta’ala, ‘Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?’.
Lalu, bagaimana dengan kondisi sekarang? Korban nyawa manusia sudah banyak gara-gara jalan berlubang. Pengendara yang berusaha menghindari jalan berlubang, malah terjatuh dan kemudian terlindas kendaraan yang melaju di belakangnya. Mengerikan. Jika Umar bin Khattab saja peduli dengan keledai yang jatuh gara-gara terperosok jalanan yang rusak, lalu mana tanggung jawab pemerintah yang tak peduli dengan nyawa manusia akibat jalan rusak dan berlubang yang lambat diperbaiki atau tak pernah diperbaiki (atau malah sering diperbaiki tetapi uangnya dikorupsi sehingga kualitas perbaikan jalan tak semestinya)?
Adapun aturan Islam dalam mengelola layanan publik tercakup dalam tiga prinsip:
Pertama, prinsip bahwa pembangunan infrastruktur adalah tanggung jawab negara, bukan hanya untuk lalu lalang manusia, tetapi juga terlalu mahal dan rumit untuk diserahkan ke investor swasta.
Kedua, prinsip bahwa perencanaan wilayah yang baik akan mengurangi kebutuhan transportasi.
Ketiga, negara membangun infrastruktur publik dengan standar teknologi terakhir yang dimiliki. Teknologi yang ada termasuk teknologi navigasi, telekomunikasi, fisik jalan hingga alat transportasinya itu sendiri.
Berharap sistem kapitalis sekuler bisa mengatasi kisruh dalam ranah layanan publik hanya harapan semu yang berujung masalah tanpa solusi. Hanya Islam lah satu-satunya solusi mengatasi beragam masalah umat, penerapan Islam secara menyeluruh dalam semua bidang kehidupan dalam bingkai khilafah yang aturan dan undang-undangnya jelas bersumber dari pemilik kehidupan.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Wakini
Aktivis Muslimah
0 Comments