Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mengakhiri Derita PMI dengan Solusi Islam

TintaSiyasi.com -- Miris dan pedih ketika membaca artikel tentang Meriance Kabu, seorang ibu empat anak asal desa terpencil di Nusa Tenggara Timur, yang juga seorang mantan PMI (pekerja migran Indonesia) yang mengalami penyiksaan kejam, lebih dari delapan tahun oleh majikannya di Malaysia.

Seperti yang dikutip dari BBC.com (3/032023) di Malaysia ada ribuan kasus yang sama. Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Hermono, mengatakan ia "tak tahu kapan ini akan berakhir karena korban terus berjatuhan, dari penyiksaan, gaji tidak dibayar, dan lain-lain." Untuk gaji yang tidak dibayar menurut Hermono dari lama bekerja sekitar setahun sampai 10 tahun mencapai lebih dari 2.300, berdasarkan data dalam lima tahun terakhir.

Tentu kita bertanya, banyaknya PMI di luar negeri, khususnya di Malaysia, mengapa begitu rentan terhadap kekerasan?apakah hanya sekadar penyalahgunaan oleh majikan? seperti majikan yang memanfaatkan keadaan dengan memaksakan jam kerja yang berlebihan, namun tidak memberikan hak-hak kerja yang layak ataukah ada alasan lain?

Sebenarnya, selain memang ada majikan yang memanfaatkan keadaan seperti itu, juga didukung oleh keadaan PMI yang kurang memiliki pengetahuan tentang hak-hak dan tidak memiliki akses yang memadai terhadap sistem hukum di negara tempat mereka bekerja.

Karena mereka bukan warga negara, sehingga mereka tidak memahami hak-hak mereka, dan biasanya ada juga diskriminasi terhadap PMI di negara-negara tempat mereka bekerja. Mereka dianggap sebagai warga kelas dua dan tidak diakui sebagai bagian dari masyarakat setempat, sehingga lebih berisiko besar menerima kekerasan dan penganiayaan.

Sekalipun pemerintah Indonesia telah mengadakan program pengawasan dan pengawalan pekerja migran, untuk memastikan bahwa mereka diperlakukan secara adil dan tidak dieksploitasi oleh majikan atau agen penempatan di Malaysia, namun faktanya masih terdapat beberapa kasus penyalahgunaan dan eksploitasi yang terjadi terhadap PMI di Malaysia.

Oleh karena itu, solusi masalah ini bukan sekedar perlu dilakukannya kerja sama antara kedua negara dan peningkatan pengawasan untuk memastikan perlindungan yang lebih baik bagi PMI di Malaysia.

Sebab jika dikaji lebih dalam, akar masalah dari semua ini adalah kemiskinan serta sempitnya lapangan pekerjaan di negeri sendiri. Oleh karena itu, pekerja imigran masih tetap nekad memilih untuk bekerja di Malaysia, sekalipun dengan mengambil risiko besar dan meskipun mengetahui banyaknya kasus kekerasan dan penganiayaan, selain mudahnya mendapatkan pekerjaan di sektor rumah tangga di Malaysia, terutama dengan bantuan agen pencari kerja. 

Karena tenaga kerja lokal di negara tersebut cenderung tidak tertarik atau enggan bekerja di sektor rumah tangga, oleh karena itu, pekerja imigran menjadi alternatif yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan pekerjaan di sektor ini. Dan juga bagi pekerja migran upah yang ditawarkan di sana lebih tinggi dibandingkan dengan upah yang mereka dapatkan di negara ini.

Tingkat kemiskinan dan pengangguran di indonesia sangat di pengaruhi oleh ketidaksetaraan ekonomi yang tinggi, 
Akibat sistem kapitalisme yang di anut negeri ini,sehingga sebagian besar kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir orang dan menyebabkan kesenjangan sosial-ekonomi yang besar dan membuat sulit bagi sebagian orang untuk naik ke atas dan keluar dari kemiskinan.

Sementara Pendidikan dan Kesehatan yang menjadi  kebutuhan dasar rakyat begitu mahal, belum lagi banyaknya kebijakan pemerintah yang tidak efektif atau tidak tepat sasaran, bahkan lebih pro kepada para kapital dan mengabaikan kesejahteraan masyarakat kecil, korupsi merajalela kian memperburuk carut marutnya kondisi negri ini, membuat rakyat kian sulit untuk menemukan pekerjaan yang layak dan memiliki penghasilan yang stabil.

Padahal dalam Islam, mencari nafkah adalah suatu kewajiban bagi setiap individu, sehingga di dalam negara Islam, menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya merupakan salah satu prioritas dalam kebijakan ekonomi dan sosial. Hal ini didasarkan pada konsep kepemimpinan yang adil dan bertanggung jawab dalam Islam, negara wajib membuat Kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja, serta memastikan kesejahteraan dan keseimbangan sosial di antara warganya dengan membuka akses ke lapangan kerja yang layak dan sesuai dengan kemampuan mereka. 

Selain itu, dalam Islam juga terdapat konsep zakat, yaitu kewajiban memberikan sebagian dari kekayaan kepada orang-orang yang membutuhkan. Oleh karena itu, negara islam  menggunakan zakat dan dana lainnya untuk membantu mengurangi kemiskinan dan mengembangkan program pelatihan kerja, yang dapat meningkatkan keterampilan dan kemampuan warga negaranya.

Seperti di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang dikenal sebagai salah satu khalifah yang paling berjasa dalam mengatasi kemiskinan di wilayah kekuasaannya. Ia berhasil mengimplementasikan beberapa program dan kebijakan yang efektif dalam mengurangi kemiskinan di masyarakat.

Selain itu, Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga mengimplementasikan kebijakan pembangunan infrastruktur yang memadai untuk membantu masyarakat miskin. Ia memerintahkan untuk membangun jalan, jembatan, irigasi, dan sarana transportasi lainnya yang dapat membantu memudahkan akses masyarakat miskin untuk mengakses bahan pangan, air bersih, dan layanan kesehatan.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga memberikan perhatian khusus pada pendidikan dan keterampilan masyarakat miskin. Ia membuka banyak sekolah dan memberikan bantuan finansial kepada para pelajar agar mereka dapat menyelesaikan pendidikan mereka. Ia juga membangun pusat-pusat keterampilan dan memberikan pelatihan kepada masyarakat miskin agar mereka dapat memperoleh keterampilan yang dapat meningkatkan taraf hidup mereka, hasilnya jelas peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penurunan tingkat kemiskinan selama masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. 

Sepatutnya hal ini menjadi contoh dan inspirasi bagi para pemimpin negara ini dan negara lain dalam menangani masalah kemiskinan.
Selain itu, pendidikan dan pelatihan keterampilan juga harus menjadi prioritas untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia sehingga mereka dapat bersaing di pasar global. 

Tidak lagi tergantung pada pekerjaan di sektor rumah tangga, sebab kita semua harus menyadari bahwa setiap manusia memiliki hak yang sama untuk bekerja dan hidup dengan layak, tanpa harus mengalami penyiksaan dan penganiayaan. 

Namun semua itu tidak mungkin bisa di lakukan, jika menggunakan sistem selain Islam, sebab hanya  sistem Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan hadist sehingga orientasinya adalah keridhoan Allah, bertolak belakang dengan kapitalisme yang berorientasi pada materi dan berasal dari akal manusia sehingga keadilan tidak mungkin bisa di dapatkan, akibat sifat dasar manusia yang condong pada satu sisi.

Oleh sebab itu alangkah baiknya jika campakan saja sistem kapitalisme, toh terbukti banyak kegagalan dalam berbagai aspek, dan menggantinya dengan sistem islam yang juga telah terbukti keberhasilannya sebagai peradaban gemilang. Wallahu'alam bishshawab.[]

Oleh: Indri Wulan Pertiwi
(Aktivis Muslimah Semarang)
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments