Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mengais Rupiah dari Sampah di Negeri Gemah Ripah


TintaSiyasi.com -- Subdit I Ditreskrimsus Polda Kepri mengamankan dua kontainer berisi 1.200 karung pakaian bekas ilegal dari Singapura, berdasarkan informasi dari masyarakat. Selain pakaian dalam karung tersebut, juga ada campuran barang bekas seperti sepatu, mainan dan tas. Barang-barang tersebut dimasukkan ke Batam dengan cara ilegal.  Barang-barang ini ditaksir nilainya mencapai Rp. 1 milyar. “Pemerintah melarang impor pakaian bekas dengan alasan melindungi kepentingan umum, keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan,” kata Kepala Bea Cukai Kota Batam Ambang Priyonggo (alurnews.com, 15/02/2023).

Konsumsi barang bekas seperti pakaian yang langsung menempel pada badan memang membahayakan kesehatan. Apalagi barang-barang itu tidak terjamin kebersihannya. Pengemasannya langsung dimasukkan jadi satu karung besar. 

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyatakan berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan di Balai Pengujian Mutu Barang, sampel pakaian bekas yang telah diamankan tersebut terbukti mengandung "jamur kapang" (detikfinance.com, 12/08/2022). Cemaran jamur kapang berpotensi menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan, seperti gatal-gatal dan reaksi alergi pada kulit, efek beracun iritasi, dan infeksi karena pakaian tersebut melekat langsung pada tubuh. Jamur dan bakteri ini bahkan tetap ada meskipun dicuci 3-4 kali.

Penjualan barang bekas ini ternyata tidak hanya di Batam, namun juga menjalar ke kota-kota besar lainnya, seperti Bandung, Medan, Jakarta dan sebagainya. Hal ini dikhawatirkan mengancam industri garmen lokal. 


Penyebab Thrifting

Dilansir dari Sampoernauniversity.ac.id, thrifting  dijelaskan sebagai aktivitas membeli barang atau produk bekas dengan kualitas yang masih layak atau bagus. Pemerintah sebenarnya sudah melarang thrifting berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang barang dilarang ekspor dan barang dilarang impor.

Thrifting menjadi tren baru setidaknya dikarenakan dua hal. Pertama, adanya kebutuhan masyarakat untuk membeli pakaian namun anggaran tidak mencukupi untuk membeli pakaian baru. Kedua, pola hidup konsumtif. Pakaian bekas impor dari luar negeri banyak menawarkan merek-merek ternama dengan harga jauh lebih murah dibanding beli baru. Namun jika barang-barang ini ilegal, bukankah negeri kita menjadi penampungan sampah mode dari luar negeri? Apalagi menurut pedagang thrifting, barang yang bisa terjual hanya sekitar 65%. Sisanya menjadi sampah. Namun ini berbeda jika pakaian bekas yang diperjualbelikan dari negeri sendiri, tentu akan mengurangi sampah tekstil. 

Menurut Plt. Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, Veri Anggrijono, penyelundupan pakaian bekas ini disinyalir melibatkan sindikat yang terorganisir. Sayangnya, regulasi hanya melarang importasinya, bukan penjualannya (detikfinence, 12/08/2022).


Pandangan Islam tentang Thrifting

Ketika membahas tentang thrifting, maka perlu mengetahui hukum jual beli dalam Islam. Jual beli, dikatakan sah jika terpenuhi rukun dan syarat-syarat jual beli. H. Dwi Condro Triono, PhD menjelaskan rukun jual beli di antaranya :

Pertama, ada 2 pihak yg berakad yaitu penjual dan pembeli. Baik penjual dan pembeli harus memenuhi syarat berakal, mumayiz (= 7 tahun) dan bisa memilih, tidak dipaksa.

Kedua, ada pernyataan ijab dan kabul antara penjual dan pembeli. Adapun ijab kabul juga harus memenuhi syarat : Pertama. Muwafiq, artinya adanya kesesuaian antara ijab dan kabul. Kedua. Satu Majelis Akad, artinya penjual dan pembeli berada pada waktu dan atau tempat yang sama. Ketiga. Tidak ada pemisah (fashil) antara ijab dan kabul. Keempat. Penjual dan pembeli dapat mendengar (sama') ucapan keduanya.

Ketiga, ada barang yang diperjualbelikan. Barang yang diperjualbelikan harus memenuhi syarat di antaranya barangnya suci (thahir), yaitu bukan najis, dapat dimanfaatkan (intifa' bihi), milik orang yang berakad (milkiyatul aqid), dapat diserahterimakan (taslim), barangnya diketahui (ma'lum), barangnya maqbudh (sudah dipegang penjual).

Jika dilihat dari faktanya, ternyata ada syarat yang tidak bisa dipenuhi dalam jual beli thrifting, yang terjadi antara pemasok barang dengan pembeli partai besar,  yaitu tidak dipaksa atau dapat memilih dan barangnya diketahui. Karena pembeli partai besar hanya tahu karung itu berisi jaket, jenama atau kaos. Tidak bisa memilih jaket atau kaos mana yang akan dibeli. 

Praktik seperti ini juga mengandung al gharar. Jual beli gharar adalah jual beli yg mengandung ketidakjelasan, pertaruhan, atau perjudian. Adapun hukum jual beli gharar adalah haram. Dalilnya  dari HR. Muslim, "Bahwasannya Rasulullah SAW melarang jual beli dengan cara melempar kerikil dan jual beli yang mengandung unsur penipuan".

Sedangkan jual beli yang dilakukan penjual dan konsumen, bisa dikatakan mubah karena rukun dan syaratnya terpenuhi.
 
Menyikapi hal ini negara tidak boleh hanya melarang impornya. Negara juga harus menyejahterakan rakyat dengan kebijakan-kebijakan ekonomi yang digariskan Islam. Sehingga masyarakat mampu membeli barang yang layak guna. Sedangkan bagi masyarakat yang terpapar konsumerisme, negara wajib menyadarkan dengan melakukan edukasi di tengah masyarakat. Dengan demikian, masyarakat negeri gemah ripah ini tak perlu mengais rupiah dari sampah. Wallahu a’lam. []


Oleh: Retno Puspitasari, S.Si. dan Fajar Fitriyah Achmad, S.Pd.
Pembina Forum Muslimah Batam
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments