TintaSiyasi.com -- Harga sejumlah komoditas bahan pangan pokok naik menjelang Ramadhan. Seperti sudah jadi tradisi yang tak bisa dihindari; cabai, minyak goreng, gula pasir, bawang, telur hingga daging melambung tinggi.
Kenaikan tersebut akan terus merangkak, menurut Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) harga tertingginya akan terjadi selalu pada tiga hari menjelang Puasa.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional yang dikutip dari katadata.co.id (3/3), rata-rata harga cabai merah besar secara nasional mencapai Rp 42.200 per kilogram, pada Jumat (3/2). Angka tersebut naik dibandingkan pada bulan lalu yang mencapai Rp 36.250 per kg.
Rata-rata harga komoditas cabai merah tertinggi terdapat di Papua yang mencapai Rp 71.000 per kilogram. Kemudian, untuk rata-rata harga komoditas cabai rawit tertinggi yakni berada di Kalimantan Utara yang mencapai Rp 97.500 per kilogram. Harga cabai rawit di DKI Jakarta, rata-rata harganya mencapai Rp 68.350 per kilogram.
Kenaikan harga bahan pokok kerap menjadi isu yang perlu diantisipasi oleh para pemegang kebijakan. Kementerian Perdagangan telah memantau harga beberapa bahan pangan di seluruh Indonesia lewat Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok (SP2KP).
"Secara historis, berdasarkan data inflasi DPS komoditi yang biasanya memberikan andil inflasi di periode Puasa dan Lebaran tahun 2019-2022 adalah telur ayam ras, daging ayam ras, minyak goreng, bawang putih, bawang merah, cabai rawit, cabai merah, daging sapi," kata Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri.
Sementara untuk pasokan yang belum dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri adalah bawang putih. Kemendag telah mendorong untuk percepatan realisasi impor oleh pelaku usaha sesuai rekomendasi produk hortikultura yang diterbitkan Kementan dan diproses Indonesia National Single Window (INSW) agar dapat direalisasikan segera (Detiknews, 8/03/2023).
Begitulah imbas penerapan sistem ekonomi kapitalis yang hanya berfokus pada produksi barang saja. Alih-alih mencari penyebab utama terjadinya kelangkaan barang dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki negeri ini, penguasa malah mensolusi dengan membuka keran impor lagi dan lagi. Padahal, kebijakan impor hanya menguntungkan salah satu pihak saja terutama kalangan korporasi.
Tidak hanya itu, impor menjadikan suatu negeri menjadi tidak mandiri.
Sejatinya, solusi tersebut hingga kini tidak membuahkan hasil karena tidak menyentuh akar permasalahan. Hal ini dapat dilihat dari terus berulangnya kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok menjelang hari besar keagamaan termasuk Ramadhan.
Fenomena Klasik
Faktanya, kita selalu berputar-putar dalam menghadapi masalah yang sama setiap tahunnya. Kemudian solusi yang dilakukan pemerintah, seperti turun langsung ke pasar-pasar memantau harga, kemudian menggelar pasar murah dengan harapan mampu menekan kenaikan harga bahan pokok tersebut, dinilai sama sekali tidak produktif. Kita bisa menangkap kesimpulan sementara dan rasanya cukup valid bahwa program-program tersebut masih jauh dari harapan.
Di sisi lain, tak sedikit pihak yang bermain curang dengan menimbun atau memonopoli perdagangan barang tertentu. Ini yang justru kadang luput dari perhatian, para oknum pedagang nakal yang memanfaatkan momen dengan cara kotor, sehingga berdampak pula terhadap naiknya harga menjelang Ramadhan.
Fenomena klasik yang terus terjadi ini sejatinya menunjukkan kegagalan negara dalam menjaga stabilitas harga dan menyediakan pasokan yang cukup sesuai kebutuhan rakyat. Rakyat seharusnya benar-benar dilindungi agar tetap mampu mendapatkan bahan pokok dengan harga yang terjangkau. Tentu tidaklah bijaksana bila kita menyerahkan hal ini kepada mekanisme pasar belaka.
Jika demikian, rakyat pasti menjadi korban. Islam memiliki mekanisme yang ampuh guna meredam gejolak harga sehingga harga tetap stabil dan kebutuhan rakyat dapat terpenuhi tanpa terkecuali.
Islam Menjaga Kestabilan Harga
Islam sebagai sebuah sistem hidup yang sempurna, dimana aturannya menjadi solusi atas setiap problematika hidup manusia. Islam dengan serangkaian hukumnya mampu merealisasikan swasembada pangan dengan menjaga kestabilan harga pangan.
Pertama, menghilangkan mekanisme pasar yang tidak sesuai syariat seperti penimbunan. Islam tidak membenarkan penimbunan dengan menahan stok agar harga suatu barang naik. Siapa pun yang melakukan penimbunan atas suatu barang dipaksa untuk mengeluarkan barang tersebut dan memasukkannya ke pasar.
Islam menutup celah kecurangan yang ada di pasar, dengan pengawasan yang ketat dan sanksi yang tegas. Di samping itu, Islam melarang adanya intervensi terhadap harga oleh pedagang besar yang bertujuan merusak pasar.
Kedua, menjaga keseimbangan supply and demand. Di antaranya dengan memaksimalkan produksi pertanian di dalam negeri, baik dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian. Jika terjadi ketidakseimbangan, negara segera mendatangkan barang dari daerah lain.
Namun, jika pasokan masih belum mencukupi, maka jalan terakhir diselesaikan dengan kebijakan impor yang memenuhi syarat sesuai panduan syariat. Tentunya dengan memperhatikan adab-adab yang ada seperti; hindari mengambil barang-barang yang dapat diproduksi secara lokal. Hal ini agar industri lokal tetap berkembang dan tidak terjadi ketergantungan terhadap barang impor.
Negara Islam juga memiliki struktur khusus untuk ini, yaitu Kadi Hisbah yang di antaranya bertugas mengawasi tata niaga di pasar dan menjaga agar bahan makanan yang beredar adalah makanan yang halal lagi thayyib.
Yang tidak kalah penting adalah peran negara dalam mengedukasi masyarakat terkait ketakwaan dan syariat bermuamalah. Dengan pemahaman tentang konsep bermuamalah, masyarakat akan terhindar dari riba, konsumsi makanan haram, serta tidak panic buying yang bisa merugikan orang lain.
Semua itu bisa berjalan dengan baik jika sistem ekonomi Islam diterapkan. Masih banyak hukum-hukum syariat lainnya yang bila diterapkan secara kaffah niscaya kestabilan harga pangan dapat terjamin; ketersediaan komoditas, swasembada, dan pertumbuhan yang disertai kestabilan ekonomi dapat diwujudkan.Wallahu 'alam bishshawab.[]
Oleh: Purnamasari
(Sahabat Tintasiyasi)
0 Comments