Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Nasib Buruk Pekerja Migran, Dampak Buruk Ekonomi Kapitalisme

TintaSiyasi.com -- Tak di pungkiri pekerja migran telah menjadi menjadi salah satu penopang tumbuhnya perekonomian nasional dan berkontribusi secara konkret bagi pendapatan negara dan produktivitas ekonomi,  melalui tingginya remitansi atau pendapatan yang dikirimkan ke dalam negeri. Remitansi (jasa pengiriman uang) tersebut tak hanya mampu memberi manfaat finansial bagi kesejahteraan keluarga pekerja, namun juga berperan sebagai katalisator dalam meningkatkan devisa negara.

Namun sangat disayangkan pekerja migran yang dijuluki pahlawan devisa yang yang telah memberikan sumbangsih cukup besar terhadap pemasukan  devisa negara justru seolah menjadi “tumbal” pemasukan devisa negara. Istilah “pahlawan devisa negara” seketika berubah menjadi “korban devisa negara."

Pasalnya tak sedikit pekerja migran yang mendapatkan perlakuan yang kurang manusiawi mulai dari penyekapan, kekerasan fisik (dalam skala ringan, sedang, berat), kekerasan psikis bahkan yang mengakibatkan kematian.

Adapun kasus-kasus yang kemudian hadir secara nyata di media massa diyakini ini hanya sebagian kecil kasus PMI kita yang terekspose oleh media. Sebagaimana yang dialami mantan pekerja migran Indonesia yang bernama Meriance, mengaku mengalami penyiksaan "kejam" lebih dari delapan tahun lalu di tangan majikannya di Malaysia.

Kesaksiannya didukung oleh laporan medis, dokumen pengadilan, cerita sejumlah tetangga, dan petugas kedutaan Indonesia di Malaysia yang melihatnya tak lama setelah diselamatkan (BBC, 1/3/2023).

Sungguh  ironis ketika rakyat bergelut dengan masalah sulitnya mendapatkan pekerjaan, justru TKA berbondong-bondong datang ke Indonesia untuk bekerja. TKA disambut dengan tangan terbuka, bahkan diberi perlindungan keamanan dan perlakuan khusus. Sebagai syarat para investor asing yang akan berinvestasi di Indonesia. Walaupun perusahaan-perusahaan asing yang berinvestasi tersebut mengelola sumber daya alam yang sejatinya milik rakyat.

Rakyat tersingkir terpaksa menjadi PMI. Sementara TKA berjejal memenuhi perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia. Padahal menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya adalah kewajiban negara.

Ironi Lapangan Pekerjaan Minim
Sistem Kapitalisme yang diterapkan di negeri ini telah membentuk paradigma negara sebagai fasilitator/regulator bukan sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Khususnya bagi PMI.
Masih banyak biro jasa penyalur PMI yang tak bertanggung jawab (ilegal) akibat sistem pengaturan dan pengawasan yang lemah. Kurang tegasnya perjanjian kerjasama dengan negara pengimpor PMI, akibatnya  PMI kerap kali bermasalah.

Seperti tidak adanya hukum dan kebijakan yang komprehensif di negara pengimpor terkait perlindungan PMI. Minimnya pelayanan perlindungan, informasi mengenai hak hukum dan kebijakan di negeri pengompor jasa PMI. Serta sulitnya aspek komunikasi menyebabkan persoalan yang belum terselesaikan sepenuhnya oleh pemerintah Indonesia. Terkesan negara tak mampu melindungi PMI yang notabene rakyat Indonesia. Padahal menurut konstitusi melindungi seluruh rakyat Indonesia adalah kewajiban negara.

Paradigma Islam Menyediakan Lapangan Pekerjaan

Dalam sistem Islam, negara wajib memelihara dan mengatur urusan umat. Rasulullah saw bersabda, “Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). 
Para ulama menyatakan bahwa wajib atas Waliyyul Amri (pemerintah) memberikan sarana-sarana pekerjaan kepada para pencari kerja. Wajib menciptakan dan menyediakan lapangan kerja bagi setiap laki-laki terutama kepala keluarga. Hal ini merupakan bentuk tanggung jawab negara terhadap pemeliharaan dan pengaturan urusan rakyat sesuai syariat Islam.

Jika lapangan kerja di dalam negeri tersedia, maka rakyat tak perlu bekerja di luar negeri menjadi PMI yang beresiko tinggi seperti yang terjadi sekarang ini. Apalagi bagi perempuan, dalam pemahaman Islam bekerja di luar negeri seharusnya tidak dilakukan. Karena tugas utamanya sebagai ibu dan pengurus rumah tangga. Adapun bekerja bagi perempuan hukumnya mubah/boleh asal tidak meninggalkan tugas utamanya.

Sistem Islam mewajibkan negara memberi jaminan perlindungan keamanan bagi rakyatnya. Rasulullah saw bersabda:

“Barangsiapa yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.”(Al-Hadist). 

Mekanisme jaminan keamanan ini adalah dengan menerapkan aturan yang tegas bagi siapa saja yang menggaggu keamanan jiwa, darah dan harta. Jika rakyat di siksa sampai terbunuh dalam Islam dikenakan sangsi qishash yang merupakan hukuman setimpal bagi pelaku pembunuhan. Kasus kejahatan berupa penganiayaan dan segala yang melanggar hak rakyat terutama PMI tidak akan terjadi.

Menjamin kelayakan upah yang menjadi hak pekerja. Sehingga tidak akan pernah terjadi upah tidak dibayar oleh majikan. Seperti yang kerap terjadi pada PMI sekarang ini. Serta menjamin keamanan harta pengusaha/majikan berupa asset-assetnya.

Sistem Islam telah mewajibkan negara untuk melindungi rakyatnya. Penerapan Syariat Islam secara kaffah menjadikan negara Islam bermarwah dan bermartabat tinggi, memiliki bargaining posisi paling tinggi dari negara lain. Seperti yang terjadi selama 13 abad masa kejayaan Islam.
Cara sistem Islam dalam menyelesaikan masalah rakyat berbeda dengan cara sistem kapitalisme. Solusi Kapitalisme hasil pemikiran manusia yang melanggengkan kepentingan, wajar jika selalu tambal sulam.

Solusi yang dihasilkan tak komperhensif malah menimbulkan masalah baru. Solusi Islam merupakan solusi yang fundamental dan komperhensif karena aturannya berasal dari Allah Swt. Karena itu sudah saatnya sistem Islam digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah negeri termasuk masalah PMI. Wallahu’alam bishowab[]

Oleh: Santi Zainuddin
(Aktivis Muslimah)
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments