Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Lima Tahun Berlalu, Gelombang Pengungsi Rohingya Belum Mereda


TintaSiyasi.com -- Kisah ini bermula sejak Agustus 2017, sekelompok militan Rohingya dengan nama Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) melakukan penyerangan pada puluhan pos polisi di negara bagian Rakhine di Kawasan pesisir Myanmar. Lalu dengan dalih menangkap para kelompok militan tersebut, pihak militer Myanmar melakukan penelusuran. Militer Myanmar melaporkan telah membunuh ratusan para pemberontak. Namun, dari pihak lawan mengatakan bahwa korban yang mereka bunuh merupakan masyarakat sipil. Bahkan dalam dua minggu, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebutkan bahwa telah terjadi pembunuhan terhadap 1.000 orang hanya dalam kurun waktu dua minggu.

Pada bulan September lebih dari 1 juta penduduk Rohingya yang mayoritas Muslim ini melarikan diri ke negara terdekat tanah air mereka yakni Bangladesh, bukan tanpa alasan pelarian itu terjadi, karena tindakan “penelusuran” kelompok militan yang dilakukan oleh militer Myanmar ternyata lebih pada tindakan genosida yang dilakukan terhadap etnis Rohingya. Para ibu dan anak perempuan diperkosa, rumah-rumah mereka dibakar, nyawa warga sipil tidak berdosa melayang sia-sia, tindakan brutal militer Myanmar sungguh tidak berprikemanusiaan.

Lantas, apa tindakan PBB sebagai organisasi internasional yang dikatakan bertujuan menciptakan perdamaian dunia? Dalam kasus krisis Rohingya, PBB secara kelembagaan hanya mengeluarkan dua kali resolusi. Pertama, resolusi Dewan Keamanan PBB bernomor S/2007/14 pada 12 Januari 2007. Kedua, resolusi Dewan HAM PBB tentang tim pencari fakta atas konflik Rakhine pada 26 Maret 2017. Meski PBB mengirim tim pencari fakta pada Januari 2017 setelah eskalasi konflik pada 2016, tetapi dua resolusi PBB itu belum berhasil memecahkan persoalan. Banyak hambatan dalam pelaksanaan resolusi. (Source : tirto.id).

PBB tidak mampu menghentikan kudeta militer Myanmar di kawasan Rohingya, dengan dalih penolakan pemimpin Myanmar yang merupakan salah satu peraih Nobel Perdamaian dunia dari PBB, Aung San Suu Kyi terhadap intervensi PBB.

Dikarenakan penuhnya pengungsi Rohingya di Bangladesh membuat sebagian dari mereka melakukan perjalanan dengan menggunakan kapal ke negara-negara lain untuk mendapat perlindungan dan harapan mendapat kehidupan yang layak. Mirisnya dari perjalanan-perjalanan tersebut, banyak pengungsi yang meninggal di atas kapal, terombang-ambing di atas kapal dengan keadaan lapar karena stok makanan habis, tidak sedikit pula pengungsi yang meninggal karena tenggelam.

Sudah 5 tahun berlalu gelombang pengungsi Rohingya tetap belum mereda, bahkan baru-baru ini kembali mendarat pengungsi Rohingya di daratan Aceh. PBB melalui UNHCR bekerja sama dengan pemerintah Indonesia saling berkoordinasi dalam menangani para pengungsi dengan mendirikan dapur umum dan tempat menginap sementara. Tapi apakah itu cukup? Dan bisa menjadi solusi? Tentu jauh dari harapan.

Umat Islam tidak memiliki tempat bernaung. Jika Organisasi tertinggi dunia seperti PBB bisa menangani masalah ini dan benar-benar memiliki pengaruh besar di dunia, tentu masalah ini sudah bisa dikendalikan dan diselesaikan sejak dulu, bahkan di tahun kelima ini, pengungsi Rohingya tidak jelas nasibnya. Anak-anak tidak bisa tumbuh sebagaimana mestinya, tidak mendapatkan kehidupan dan pendidikan yang layak. Kehidupan mereka jauh dari apa yang mereka pantas dapatkan.

Umat Islam krisis kepemimpinan. Sejak runtuhnya Kekhilafahan Turki Utsmani, 3 maret 1924, dari itu pula runtuh atap sebagai pelindung umat Islam. Bak anak kehilangan induk, umat Islam terpecah tanpa ada yang menuntun, tanpa ada yang membela dan mengulurkan tangan saat umat Islam dalam keadaan terpuruk. Begitu pula dengan peliknya masalah Rohingya ini, tidak akan bisa selesai tanpa adanya turun tangan pemimpin yang memimimpin hanya berdasarkan hukum Islam. 

Umat Islam tidak bisa mengharapkan penyelesaian dengan menggunakan solusi-solusi para penganut sekularisme yang tidak sesuai dengan hukum yang Allah tetapkan. Umat akan makin jauh dari kesejahteraan, makin jauh dari ketaatan bahkan umat akan dituntun pada kemaksiatan-kemaksiatan yang dimurkai Allah SWT. Oleh karenanya, sebagai umat Islam yang memiliki pemikiran cemerlang, kita harus terus menggaungkan ajaran-ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin, agar umat kembali merindukan kebangkitan Islam yang menjadi tempat bernaung umat Islam di seluruh dunia. []


Oleh: Hebi
Muslimah Bangka Belitung
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments