TintaSiyasi.com -- Senat Akademik UIN SAIZU kembali mengukuhkan gelar guru besar bagi dua orang dosen yang dilaksanakan pada Kamis (16/2) di Auditorium UIN SAIZU Purwokerto. Salah satunya adalah Prof. Dr. Subur, M.Ag. Beliau kemudian menyampaikan pidato pengukuhan dengan judul Internalisasi Nilai Pendidikan Cinta Tanah Air Pada Remaja di Era Digital (uinsaizu.ac.id).
Menurut Prof. Subur, pendidikan karakter cinta tanah air dapat dilakukan di sekolah melalui beberapa cara, di antaranya melalui upacara bendera secara rutin setiap Senin dengan melibatkan semua guru dan siswa. Pada saat upacara berlangsung, guru berusaha mengkondisikan kegiatan upacara sebaik mungkin. Pada apel pagi, juga dibacakan doa dan diamini secara bersama dalam rangka memohon kebaikan baik untuk anak didik, bangsa maupun negara agar senantiasa diberikan kebaikan.
“Pendidikan karakter cinta tanah air juga dapat dilakukan dengan panggung ekspresi dengan tema-tema yang mengusung nilai-nilai budaya dan negara, seperti “kemerdekaan” dan “Bumiku Reog Ponorogo”. Kegiatan ini menampilkan berbagai macam seni dan kreativitas siswa,”ungkap Prof. Subur. ‘Selain itu dengan melakukan kegiatan tertentu dalam melatih kepekaan dan perhatian terkait problem-problem yang ada di Indonesia, seperti pelaksanaan sholat istisqa’, penanaman pohon cemara, dan pemasangan bendera setengah tiang juga menjadi bagian dari pendidikan karakter cinta tanah air,” lanjut Prof Subur (uinsaizu.ac.id).
Prof. Subur juga menyebutkan bahwa mengenakan batik, yang merupakan warisan budaya luhur bangsa Indonesia dan menampilkan pertunjukkan budaya khas daerah pada even-even tertentu, untukh mengenalkan dan melestarikan budaya daerah sekaligus memberikan apresiasi terhadap kekayaan Indonesia, juga menjadi salah satu pendidikan karakter cinta tanah air.
“Tujuan pembelajaran perlu dideskripsikan secara jelas agar proses pembelajaran lebih fokus dan terarah. Pendidikan karakter cinta tanah air juga tidak lepas dari upaya pencegahan radikalisme di sekolah dengan mewajibkan menyanyikan lagu nasional atau daerah di awal dan akhir proses pembelajaran, dan mewajibkan murid untuk membaca buku sebelum pelajaran dimulai,” pungkas Prof. Subur yang disampaikan dalam kegiatan tersebut..
Cinta tanah air bukan hal yang buruk sebenarnya, tetapi perlu diperinci terlebih dulu, apakah hal yang dilakukan dalam upaya cinta tanah air itu bisa memberikan dampak yg besar, perubahan yang besar, solusi yang besar pada permasalahan-permasalahan tanah air atau tidak. Jika cinta tanah air dibuktikan dengan hanya melaksanakan upacara bendera, merayakan hari besar nasional, membuat panggung ekspresi, dan sebagainya, itu hanya akan menguatkan ikatan nasionalisme saja.
Melakukan berbagai hal seperti menanam pohon, shalat istishqa, dan sebagainya, ini hanya upaya pemecahan masalah yang instan. Bukan berarti tidak baik, hanya saja ini bukan solusi yang mendasar pada akar masalahnya, dan bukan solusi global yg bisa menyeluruh. Maka sejatinya kita jangan hanya mencukupkan diri dan merasa puas pada solusi ini. Melestarikan hal seperti batik, pertunjukan budaya, dan sebagainya, sebetulnya boleh saja selama itu tidak bertentangan dengan nilai Islam. Dan hal yg harus diperhatikan adalah, jangan sampai kita hanya fokus dan menghabiskan banyak waktu dan tenaga dalam hal pelestarian budaya ini.
Apalagi pencegahan radikalisme dengan cara wajibnya menyanyikan lagu nasional atau lagu daerah di sekolah. Yang mana seringkali radikalisme ini dilabelkan pada orang yg berupaya mendakwahkan ide Islam. Untuk sebuah bangsa yang mayoritas beragama Islam, ini adalah hal yang tidak nyambung, dan tidak masuk akal. Sementara bangsa ini membutuhkan hal besar yang jauh lebih penting untuk menyelesaikan masalah seperti korupsi, seks bebas, eksploitasi alam, kemiskinan, dan masih banyak lagi. Apakah cukup dikatakan cinta pada tanah air jika seseorang hanya menyenangi peringatan hari besar saja? Dan tanpa peduli pada berbagai besarnya?
Berbagai upaya yang disebutkan di atas bukan tidak baik, namun untuk membuat bangsa ini bangkit dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan besar, itu belum cukup. Solusi terbaik yang bisa diterapkan adalah harus solusi yang bersifat global, bukan parsial hanya pada masalah tertentu, wilayah tertentu, dan waktu tertentu. Solusi ini harus mencapai akar permasalahannya, bukan hanya pada hal yang muncul di permukaan.
Dan solusi itu adalah penerapan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh) yang bisa menyentuh segala bidang kehidupan, bisa menyelesaikan permasalahan dari akar hingga ke daun. Dan penerapan syariat yang kaffah ini tidak bisa diemban oleh individu saja, melainkan oleh institusi negara yang akan mampu menerapkan syariat Islam secara kaffah yaitu khilafah. []
Oleh: Maya Amalia
Aktivis Mahasiswa
0 Comments