TintaSiyasi.com -- Baru-baru ini, tepatnya pada tanggal 7 Januari 2023 belakang, telah keluar sebuah pemberitahuan mengenai sertifikat halal bagi setiap produk yang akan dikonsumsi atau di gunakan. Ia menyatakan bahwa pada tahun 2024 mendatang para pelaku Usaha Mikro dan Kecil yang tidak mengantongi sertifikat halal pada produk usahanya maka akan dikenakan sanksi. Hal ini dinyatakan oleh Kepala BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) yaitu Muhamad Aqil Irham. Sanksi tersebut dapat berupa peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam PP Nomor 39 tahun 2021.
Untuk itu, BPJPH menyediakan 1 juta sertifikasi halal sepanjang tahun 2023 ini. Yang berlalu mulai 2 Januari hingga akhir tahun 2023, namun hanya untuk kuota 1 juta sertifikasi. Dan program ini diberi nama Sehati (Sertifikat Halal Gratis). Untuk pendaftaran program Sehati ini pelaku usaha dapat mengakses di aplikasi Pusaka yang merupakan resmi dari Kemenag untuk memudahkan pelaku usaha. Serta adanya penerbitan Perpu oleh Presiden Joko Driyono membaut BPJPH mempercepat proses pembuatan sertifikat halal menjadi paling lama 10 hari.
Dan kemarin tanggal 1 Februari 2023 Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI menyerahkan sertifikat halal kepada puluhan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang menjadi binaannya, sebagai upaya meningkatkan kelas produk usaha. Dengan tujuan agar produk yang akan diproduksi tidak mengandung hal-hal yang dilarang dalam Islam.
Kuotanya terbatas, kenapa bisa terjadi? Keterbatasan kuota ini dapat terjadi karena berbagai hal mulai dari sudut pandangan negara dalam melayani rakyatnya hingga keterbatasan kas negara, serta sistem yang mengatur negara. negara memandang ia bukanlah pelayan rakyat tapi melainkan rakyatlah yang harus melayaninya, sebab rakyatlah yang menggaji pejabat negara. Keterbatasan kas negara terjadi karena sumber daya alam yang seharusnya mampu negara kelola secara mandiri untuk kesejahteraan rakyat justru diberikan kepada para kapitalis. Ini juga disebabkan oleh teori ekonomi dalam kapitalisme yang memperbolehkan para kapitalis untuk mengusai SDA sebanyak mungkin atas dalih kerjasama dan investasi.
BPJPH Kemenag mengeluarkan program 1 juta sertifikasi halal untuk usaha micro dan kecil sepanjang tahun 2023 ini. Hal ini tentu sebuah kabar gembira untuk usaha mikro dan kecil, sebab tidak perlu mengeluarkan biaya. dan mengingat biaya asli dalam mengurus sertifikasi halal ini terbilang cukup mahal ditambah dengan kerumitan dalam proses pemberkasan. Namun yang menjadi sorotan kenapa hanya untuk kuota 1 juta saja dan hanya berlaku sepanjang tahun 2023.
Mengingat begitu pentingnya bagi rakyat Indonesia untuk dapat terjamin mengonsumsi produk yang halal dalam pandangan Islam, sebab mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Hal ini tentu sangat penting bagi umat Muslim mengonsumsi produk halal dan mengingat saat ini banyak bersebarannya produk impor tanpa sertifikasi halal. Ini akan menyebabkan kekhawatiran di tengah-tengah masyarakat yang pada akhirnya dapat memperkaya individu-individu saja dan membuat rakyat lainnya yang menerima akibat buruknya.
Yang Seharusnya dalam Pandangan Islam
Sebagai umat Islam sudah seharusnya melihat berbagai permasalahan dari sudut pandang Islam, sebab agama Islam bukan sebatas agama ritual namun juga sistem kehidupan dan pandangan kehidupan. Karena Islam memberikan pemecahan masalah dari semua masalah kehidupan ini, dari hal terkecil sampai yang besar, dari bangun tidur hingga bangun negara.
Dalam Islam pemerintah adalah junnah yang melayani dan melindungi rakyatnya. Memenuhi kebutuhan rakyat dan memastikan keamanan jiwa, harta dan kehormatan rakyatnya. Ia akan memastikan yang akan dikonsumsi rakyat adalah halal dan tayiban, baik produk dari lokal ataupun non lokal, impor ataupun ekspor. Masalah pengurusan sertifikasi halal seharusnya merupakan layanan negara untuk melindungi rakyatnya atas kewajiban yang ditetapkan oleh syariat. Namun dalam sistem saat ini, sertifikasi halal menjadi komoditas yang di kapitalisasi dengan biaya yang telah ditentukan. Seolah sertifikasi halal tersebut kewajiban rakyat bukan haknya.
Inilah wajah negara dengan kapitalisme, yang menjadikan rakyat sasaran pemalakan melalui berbagai cara. Ini tentu berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam. Dalam Islam masalah sertifikasi halal ini merupakan tanggung jawab negara yang merupakan kewajiban negara dalam melayani rakyatnya karena negara bertanggung jawab untuk menyejahterakan rakyatnya. Dalam hal ini negara akan memastikan kas negara tidak mengalami kekurangan dengan pengolahan sumber daya alam secara baik dan mandiri oleh negara. Sistem Islam tidak memberikan izin untuk individu menguasai kepemilikan umum, sehingga tidak ada istilah kapitalis dalam sistem Islam.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Synta
Aktivis Muslimah
0 Comments