Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

SDA Melimpah, tetapi Kemiskinan Makin Merajalela


TintaSiyasi.com -- Tercatat persentase penduduk miskin di Indonesia pada September 2022 mencapai 535.547 ribu per-bulan per-kapita. Angka ini dihitung dari rata-rata pengeluaran masyarakat. Dengan standar itulah, diperoleh data penduduk miskin sebanyak 26,36 juta orang atau setara dengan 9,57% dari penduduk Indonesia.

Menurut data penelitian dari Global Forets Watch, Universitas Maryland, AS, pada 2001-2020, Provinsi Papua kehilangan 438 ribu hectare hutan. Hampir 80% wilayah papua merupakan wilayah usaha pertambangan emas.

Siapa yang tidak mengenal PT.Freeport Indonesia, yang telah beroperasi kurang lebih setengah abad, pertambangan emas terbesar di dunia, yang telah merusak sungai-sungai di Mimika, Papua. Faktanya rakyat papua sama sekali tidak pernah mencicipi hasil dari tambang emas tersebut, dan malah menjadi boomerang kemiskinan yang membuat rakyat papua makin susah.

Di tengah kayanya sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, namun mengapa kemiskinan di negeri ini belum juga usai. Kemiskinan masih terus menjadi PR besar bagi pemerintah. Belum lagi daerah pedesaan yang mengalami kemiskinan ekstrem.

Penyebab utamanya adalah lapangan pekerjaan yang terbatas diakibatkan semuanya sudah memakai teknologi yang praktis, rendahnya tingkat pendidikan, harga bahan pokok yang serba mahal dan, akses sumber daya yang terbatas.

Belum lagi realita hidup gaya hedonisme (kebarat-baratan) yang segalanya terasa sangat berat. Kehidupan serba glamor yang sering kali dipertontonkan oleh kaum elit seperti youtuber, selebritas, pengusaha, yang nyatanya hanya jadi hiburan bagi rakyat kecil. Adapun si miskin nyaris tak tersentuh oleh penguasa. Apalagi bantuan dari pemerintah yang tidak tepat sasaran dan tidak merata.

Terlalu banyak pemburu penguasa yang mengiming-imingkan masyarakat bebas dari kemiskinan, membius masyarakat dengan embusan “angin surga” kesejahteraan. Faktanya itu hanya sekadar omong kosong belaka.

Perlu dipahami bahwa kemiskinan itu bukanlah problem tunggal, namun kemiskinan adalah masalah kompleks yang berakar dari penerapan sistem politik-ekonomi yang rusak, sehingga memproduksi berbagai kerusakan. Sistem ini adalah kapitalisme, sistem yang nyatanya sudah mencabut kemandirian kemampuan negara lemah yang diusung oleh negara adidaya yang melahirkan individu-individu rakus yang tidak kenal halal dan haram.

Mereka siap menggunakan semua alat demi mensukseskan targetnya, mulai dari bidang sekolah, olahraga bahkan lembaga internasional seperti PBB, WTO, IMF, WB, dan lain-lain. Mereka gunakan sistem moneter untuk mendikte negara-negara kecil. Sumber kekayaan milik rakyat dikuasai oleh mereka, sehingga negara pun tidak punya modal untuk mensejahterakan rakyat.

Hal ini terjadi akibat salah kelola SDA, dan juga pengelolaan SDA yang diserahkan kepada pihak swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri. Keserakahan kapitalisme yang makin menjadi, ketika penguasa negeri memberi karpet merah bagi pihak asing dan aseng guna mengamankan kepentingannya. Seperti halnya UU Cipta Kerja yang tetap melenggang meski ditentang banyak kalangan.

Lain halnya dalam perekonomian Islam, kekayaan alam seperti minyak bumi,sungai, laut, hutan, dan yang hajat hidup masyarakat, merupakan harta milik umum. Hal ini merujuk pada hadis Nabi SAW, “Kaum Muslim berserikat pada tiga hal yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud). Pengelolaan SDA, yang dikelola demi keuntungan rakyat bukan penguasa. Karena Islam jelas menerapkan syariat Islam yang berasal dari Allah SWT.

Hanya Islam yang mampu memberikan solusi tuntas permasalahan kemiskinan dengan gamblang dan jelas. Dengan menerapkan syariat Islam yang menjadi aturan dalam setiap tolak ukur perbuatan, sehingga negara akan menjamin kehidupn rakyat yang lemah, sekaligus menjamin kesejahteraan rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi seluruh rakyatnya. Itu semua terwujud memang ketika Islam telah nyata diterapkan di tengah-tengah masyarakat dalam naungan khilafah.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Eka Ayu Dhia
Aktivis Dakwah Muslimah
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments