TintaSiyasi.com -- Menurut menteri kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa pemerintah terus berupaya dalam transformasi kesehatan di Indonesia. Salah satunya lewat revisi UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, yang nantinya menggunakan metode Omnibus Law.
RUU kesehatan sebenarnya sudah lama mendapat penolakan antara lain dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesa, Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia, Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, dan Forum Peduli Kesehatan.
Menurut dr. Mahesa Pranadipa Maikel, MH mengakatan ada beberapa poin yang menjadi alasan penolakan dari RUU Kesehatan Omnibus Law
Pertama, proses yang dilakukan melalui program legislasi nasional terkesan sembunyi, tertutup, dan terburu-buru, karena tidak melibatkan para anggota organisasi profesi.
Kedua, organisasi profesi kedokteran melihat ada upaya liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan. Ia berpendapat jika pelayanan kesehatan dibebaskan tanpa kendali dan memperhatikan mutu, maka akan menjadi ancaman untuk rakyat. Alasan ketiga, ada penghapusan peran organisasi profesi dalam pengawasan, pembinaan, penerbitan rekomendasi dan Surat Tanda Registrasi (STR).
Penerapan RUU Kesehatan Omnibus Law akan memperkokoh komersialisasi kesehatan. Sebelumnya sistem kesehatan di Indonesia sudah diatur oleh UU SJSN dan UU BPJS .UU ini merupakan pengalihan tanggung jawab dari negara ke rakyat. Padahal jaminan kesehatan adalah tanggung jawab dan kewajiban negara.
Rakyat diwajibkan untuk saling membiayai pelayanan kesehatan melalui sistem JKN dengan prinsip asuransi sosial. Mekanisme asuransi sosial melalui pengumpulan dana atau iuran yang bersifat wajib dari anggotanya. Jika rakyat tidak membayar, maka rakyat tidak berhak mendapat pelayanan kesehatan. kualitas pelayanan sosial yang diberikan bergantung dari iuran anggotanya.
Dari sini RUU Kesehatan semakin menyamarkan makna asuransi dan jaminan sosial. Inilah hasil dari penerapan sistem kapitalisme yang bersandar pada materi atau keuntungan semata.
Berbeda dalam sistem Islam. Dalam Islam, pelayanan kesehatan masyarakat menjadi tanggung jawab negara. Rumah sakit dan klinik merupakan fasiitas publik yang diperlukan rakyat dalam hal kesehatan. Fasilitas publik akan diberikan secara gratis oleh negara untuk mengurus rakayat. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW ; “pemimpin adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus. "(HR Bukhari).
Jaminan kesehatan dalam Islam memiliki 4 sifat yaitu:
Pertama, Universal yaitu tidak ada pembedaan dan pengkelasan dalam pemberian pelayanan kepada rakyat. Kedua, Pembebasan biaaya/gratis. Rakyat tidak boleh dipungut biaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Ketiga, Seluruh rakayat bisa mengakses dengan mudah. Keempat, Pelayanan mengikuti kebutuhan medis
Pembiayaan di atas diatur oleh negara dari sumber pemasukan negara yang sudah ditentukan oleh syariah, diantaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum termasuk hutan, berbagai hasil tambang seperti minyak, gas, dan sebagainya. Selain itu, pemasukan negara juga berasal dari kharaj, jizyah, ghanimah, fai’ dan usyur, pengelolaan harta milik negara, dan sebagainya.
Semua itu akan cukup untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas, memadai dan gratis untuk seluruh rakyat. Hal ini hanya akan tercapai jika menerapkan sistem Islam secara menyeluruh. Sistem Islam seperti yang telah diterapkan oleh Rasulullah SAW yang kemudian dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin. Wallahualam bishshowab.[]
Oleh: Ummu Nida
Aktivis Muslimah
0 Comments