TintaSiyasi.com -- Sungguh mengejutkan, negeri yang dikenal sebagai mayoritas muslim mendapatkan peringkat kedua di Asia sebagai negara paling banyak terjadi kasus perselingkuhan. Hal ini berdasarkan hasil survei aplikasi Just Dating yang menunjukkan sebanyak 40 persen mengaku pernah menyelingkuhi pasangannya (tribunnews.com, 18/02/2023).
Sedangkan pada skala dunia, Indonesia menjadi negara keempat dengan kasus perselingkuhan terbanyak, hal ini menurut laporan World Population Review dan didasarkan pada survei yang dilakukan di Amerika Serikat. Sebagian besar perselingkuhan dimulai dengan teman dekat atau rekan kerja.
Alasan perselingkuhan juga karena beberapa hal, seperti ketidakpuasan dalam hubungan, kurangnya komitmen, masalah dalam hubungan dan lainnya (pikiranrakyat.com, 17/02/2023).
Maraknya kasus perselingkuhan di negeri mayoritas muslim ini sungguh membuktikan bahwa bangunan pernikahan dan rumah tangga yang ada di tengah-tengah masyarakat kapitalis telah rapuh. Kerapuhan bangunan pernikahan dan rumah tangga tersebut seyogyanya dipicu banyak faktor, mulai dari gaya hidup hedonis, tidak adanya sistem sosial yang mengatur, keringnya keimanan individu masyarakat kepada Allah, faktor ekonomi dan lainnya.
Namun, faktor-faktor di atas bukanlah akar masalah dari kasus perselingkuhan ini. Akar masalah dari kasus perselingkuhan ini sejatinya adalah sistem kehidupan yang dianut oleh negeri mayoritas muslim ini. Sehingga, walaupun negeri ini mayoritas muslim, namun tidak menerapkan aturan Islam yang membuat penduduknya minim akan keimanan kepada Allah.
Sistem kapitalisme telah memisahkan agama dari kehidupan, sehingga agama tidak lagi dijadikan sebagai landasan untuk bertingkah laku dan membuat hukum, ditambah lagi sistem ini pun menjauhkan peran negara dalam meriayah rakyat. Misalkan, negara tidak berperan aktif untuk mendorong individu rakyat untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Sang Penciptanya.
Tidak dipungkiri, jika negara saat ini memang menyerahkan urusan kehidupan manusia kepada masing-masing individu. Individu rakyat dituntut untuk berbuat dan memiliki sikap yang baik, tidak melakukan hal-hal yang melanggar syariat dan norma negara, seperti selingkuh. Namun disaat bersamaan, negara juga mendukung terjadinya perilaku-perilaku yang melanggar norma agama dan negara.
Sebut saja, negara tidak menerapkan aturan pergaulan secara gamblang dan jelas. Setiap perempuan bebas jalan dengan siapapun, baik mahram maupun non mahram dan dalam urusan apapun. Terjadinya campur baur antara laki-laki dan perempuan menjadi hal yang wajar.
Selain itu, sistem kapitalisme juga menanamkan dalam setiap individu rakyat bahwa kehidupan dunia hanya untuk mencari kesenangan demi kesenangan yang fana. Alhasil, tujuan kehidupan sebagian besar masyarakat pun hanya mencari manfaat serta kesenangan jasmani semata. Ditambah dengan minimnya keimanan dalam diri masyarakat, sehingga tak heran jika sebagian rakyat mengartikan jika sebuah pernikahan hanya untuk mendapatkan kesenangan saja, bukan untuk ibadah menggapai ridho Allah.
Oleh karena itu, jika terjadi masalah sepele, bahkan ketidakcocokan dalam diri pasangan, maka sebagian dari mereka akan mencari kesenangan diluar. Alhasil, terjadilah perselingkuhan.
Padahal, dalam Islam pernikahan merupakan perkara ibadah, dia juga termaksud ikatan janji suci dihadapan Allah swt. Sehingga pernikahan bukanlah sekedar mencari kesenangan semata, melainkan untuk meraih tujuan mulia, yakni tercapainya mawaddah dan rahmah, terjalinnya hidup berkasih sayang antara pasangan, serta tergapainya ketentraman hati (sakinah).
Sehingga, jika suami istri memahami akan hakikat pernikahan yang sesungguhnya, maka mereka akan mudah untuk menggapai ridho Allah dan hal tersebut juga menjadi pengokoh sebuah ikatan pernikahan.
Kemudian, dalam Islam perselingkuhan adalah suatu perbuatan buruk, sebab termaksud dalam tindakan pengkhianatan. Selingkuh juga bisa dikategorikan dalam bentuk zina yakni zina hati, sedangkan perbuatan mendekati zina dilarang, firman Allah swt. "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra: 32).
Mendekati zina saja dilarang, apalagi sampai perselingkuhan tersebut membawa seseorang pada sebenar-benarnya zina yakni zina (hubungan suami istri), maka pelakunya bisa mendapatkan hukuman rajam (dikubur badannya di dalam tanah hingga menyisakan bagian kepala saja lalu dilempari batu hingga mati).
Ikatan pernikahan yang kokoh sejatinya bukan hanya tanggung jawab suami istri saja, namun negara memiliki peran penting di dalamnya untuk menjaga ikatan pernikahan tersebut tetap berada dalam kesuciannya. Sehingga ada beberapa poin yang dilakukan oleh negara Islam untuk menjaganya ;
Pertama, negara mendorong individu rakyat bertakwa kepada Allah swt. serta memahamkan arti sebuah pernikahan. Dengan ketakwaan tersebut maka suami istri tidak akan berlarut-larut dalam masalah, bahkan mereka menjadikan sebuah pernikahan adalah gerbang untuk menuju surganya Allah bersama-sama dengan orang yang dicintainya.
Kedua, negara menerapkan sistem pergaulan. Dimana ada batasan-batasan yang wajib ditaati oleh laki-laki dan perempuan, seperti seorang perempuan tidak boleh melakukan perjalanan jauh tanpa disertai dengan mahram, mewajibkan perempuan untuk menutup aurat secara sempurna, menjaga pandangan, larangan berkhalwat antara laki-laki dan perempuan, larangan berhias atau bersolek bagi wanita di depan laki-laki yang bukan mahram, membatasi kerja yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan umum dan lainnya.
Ketiga, negara juga menerapkan sistem pendidikan yang berlandaskan akidah Islam, dengan sistem pendidikan tersebut maka negara akan mampu mencetak individu-individu yang bersyaksiah Islamiyah (memiliki pola pikir dan pola sikap Islami) yang akan menghindarkan mereka dari perilaku kemaksiatan. Pendidikan ini pula yang juga mengajarkan kepada perempuan dan laki-laki terkait kewajiban dan hak suami istri, bagaimana cara mengurus rumah tangga dan anak-anak mereka.
Keempat, negara mengontrol keberadaan media. Dimana media dalam Islam dijadikan sebagai edukasi, memahamkan kebesaran Islam. Tidak dibenarkan ada ide-ide atau tayangan yang menyesatkan pemikiran rakyat Daulah.
Kelima, negara menerapkan sanksi yang tegas dan keras. Dalam Islam, sistem sanksi berfungsi sebagai pencegah (zawajir) dan penebus dosa (jawabir). Sehingga, jika ada rakyat yang melakukan perbuatan maksiat atau melanggar syariat, maka negara akan memberikan sanksi kepada mereka secara adil menurut hukum Islam. Dengan demikian, maka kasus perselingkuhan bisa diatasi san kesucian pernikahan akan dapat dijaga. Wallahu'alam Bishshawab.[]
Oleh : Siti Komariah (Freelance Writer)
0 Comments