TintaSiyasi.com -- Sudah jatuh, tertimpa tangga. Begitulah keadaan orang tua dan keluarga Hasya, mahasiswa UI yg menjadi korban Laka Lantas.
Kronologi Kasus Hasya
Kejadian ini bermula ketika Hasya mengendarai motor miliknya tanggal 6 Oktober 2022 sekitar pukul 21.00 WIB dengan kondisi jalanan yang masih basah. Berdasarkan rekaman CCTV, saat itu ada sebuah sepeda motor yang hendak berbelok ke sebelah kanan. Dan motor Kawasaki milik Hasya berada di belakangnya. Hasya mengelak dan mengerem mendadak lalu jatuh ke sisi sebelah kanan.
Di saat yang bersamaan dari arah berlawanan ada sebuah mobil SUV yang dikendarai oleh mantan Kapolsek Cilincing (Purn) Eko Setio Budi Wahono yang melintas dan melindas korban. Seseorang menyarankan agar Eko segera membawa korban ke Rumah Sakit, tapi ditolak dengan alasan bahwa mobil tersebut tidak sesuai dengan peruntukan itu. Akibatnya korban meninggal dunia tak lama setelah sampai di Rumah Sakit akibat terlambat mendapatkan pertolongan.
Betapa sedihnya hati orang tua ketika kehilangan anaknya. Bertambah pula dukanya ketika ditetapkan bahwa anaknya yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas justru ditetapkan menjadi tersangka. Tampaklah adanya distorsi (penyimpangan) hukum di sini.
Penetapan Tersangka Hasya Adalah Distorsi Hukum
Polres Jakarta Selatan baru memberikan surat penetapan Hasya sebagai tersangka pada tanggal 27 Januari 2023 sekitar pukul 21.00 WIB kepada orangtua Hasya, tepat beberapa jam setelah mereka melakukan konferensi pers (metro.tempo.co, 30/01/2023).
Mirip dengan kasus yang tengah viral dan belum selesai di pengadilan, Kasus Sambo, yaitu Yosua yang sudah meninggal justru ditetapkan sebagai tersangka. Lagi-lagi, aparat penegak hukum yang justru melakukan distorsi hukum.
Kasus Hasya Mahasiswa UI dan Kasus Sambo tentu mencederai keadilan. Apalah keadilan di dunia bagi seseorang yang sudah meninggal. Dengan mudah kasusnya akan ditutup dan tersangka yang sebenarnya malah melenggang kangkung seperti tiada beban dan dosa. Bagaimana mungkin orang yang belum pernah diperiksa, apalagi sudah meninggal, tiba-tiba ditetapkan jadi tersangka? Tak adil namanya.
Keadilan di saat seperti ini terlihat memihak kepada yang memiliki kuasa atau pengaruh atas jabatannya, atau bagi mereka yang memiliki banyak uang. Sedangkan bagi rakyat tidak demikian. Sudahlah tak memiliki kuasa, ditambah lagi tak ada dana. Inilah distorsi hukum yang nyata. Maka tak heran, keadilan bagi mereka yang tak berpunya bak fatamorgana, entah bagaimana dengan kasus Hasya ini.
Meski status tersangka pada kasus Hasya telah dicabut pada tanggal 6 Februari 2023 (Republika.co.id, 06/02/2023) dan Polri menyatakan ada kesalahan dalam prosedur, ini membuktikan bahwa ada hal yang harusnya menjadi perhatian bersama yaitu aparat yang tidak profesional dan distorsi hukum dalam mengusut kasus.
Aparat tampak pilih kasih terhadap yang lemah dan yang kuat. Seharusnya aparatlah yang justru hadir sigap saat rakyat kesulitan dan membutuhkan bantuan.
Sistem Hukum Islam Menjamin Tegaknya Keadilan dan Merata
Berbeda dalam Islam. Tidak ada diskriminasi dalam pandangan hukum Islam. Baik itu muslim atau non-Muslim, pria atau wanita. Semua akan dihukum berdasarkan pelanggarannya, begitu juga dengan kasus Hasya.
Pada masa Rasulullah menerapkan sistem Islam, ada seorang wanita bangsawan dari Bani Makhzum yang mencuri. Lalu Usamah bin Zaid pun diminta oleh para Bangsawan agar membujuk Rasulullah untuk meringankan hukumannya.
Mendengar hal itu, Rasulullah marah dan murka. Lalu beliau bersabda, "Sungguh yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah tatkala ada orang yang terhormat mencuri, mereka biarkan. Sedangkan jika orang lemah yang mencuri, mereka menegakkan had atas dirinya. Demi Zat Yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, andai Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya akan aku potong tangannya.” (HR Bukhari).
Begitulah Rasulullah mencontohkan bagaimana menerapkan hukum Islam dalam kehidupan bernegara. Jelas sekali bahwa Rasulullah sangat membenci distorsi hukum. Bahkan jika putri beliau sendiri yang melakukan pelanggaran, maka hukuman akan diberlakukan tanpa memandang statusnya (putri khalifah).
Sistem demokrasi yang diterapkan saat ini begitu nyata dan jelas tidak membawa keadilan dan kesejahteraan bagi semua golongan rakyat. Oleh karena itu, sudah saatnya kita kembali menerapkan sistem Islam yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat yang sudah nyata dan jelas membawa keadilan bagi seluruh rakyat, tanpa adanya distorsi hukum.
Wallahu a'lam bishshawab.[]
Oleh: Annisa Eres
Pemerhati Sosial
0 Comments