TintaSiyasi.com -- Kasus penculikan anak makin masif di sejumlah daerah. Anak yang diculik dipaksa ngemis, menjadi korban hasrat seksual, hingga organ tubuhnya dijual. Aparat keamanan juga meningkatkan keamanan di tempat-tempat yang rentan untuk anak seperti bangunan kosong, lingkungan perhutanan warga serta tempat lain yang harus dipetakan.
Kasus yang terjadi pada tahun 2022, seorang pelaku yang berprofesi sebagai pemulung bernama Iwan Sumarno menculik korban bernama M di Kawasan Gunung Sahari. Hasil visum menunjukkan M menderita luka fisik akibat ditendang dan disentil oleh pelaku. Belakangan diketahui, motif Iwan membawa M karena memiliki hasrat seksual terhadap anak-anak.
KPAI juga pernah bersama unit patroli cyber crime, pernah dilaporkan seorang ibu yang merasa anaknya diculik temannya di Kalimantan, dan kemudian setelah beberapa minggu ditemukan dijual temannya di Jakarta. Berdasarkan data penculikan anak yang dilaporkan melalui KPAI pada 2022, sebanyak 30 kasus. Sementara itu, sebanyak 20 anak di 2020 dan 15 anak di 2021.
Celah Perlindungan Anak dalam Putusan MK Soal Batas Usia Nikah Mengkaji Usulan Muhaimin soal Penghapusan Jabatan Gubernur Cegah Anak Jadi Korban Penculikan Dengan maraknya kasus penculikan anak, ia mengatakan orang tua tidak perlu menanggapinya dengan ketakutan yang luar biasa dengan membatasi anak, apalagi sampai mengurung mereka. Justru hal tersebut dapat lebih membuka ruang anak berada dalam situasi yang lebih buruk. Bahkan tekanan itu bisa menyebabkan anak kabur dari rumah, yang memudahkan para penculik.
Adapun faktor penyebab maraknya penculikan anak memang beragam. Faktor ekonomi hingga lemahnya pengawasan orang tua, termasuk dengan rendahnya jaminan keamanan di negara ini. Padahal keamanan itu sendiri adalah kebutuhan dasar yang wajib diwujudkan negara terlebih untuk anak yg masuk golongan rentan.
Data atas maraknya penculikan anak ialah alarm atas abainya peran negara atas keselamatan rakyat yang seharusnya menjadi pelindung.
Era kapitalisme hari ini, keamanan justru menjadi objek kapitalisasi yang menjadikan tidak semua rakyat mendapat jaminan keamanan dan perlindungan.
Hal ini tentu berbeda dengan Islam, yang menjadikan keamanan sebagai kebutuhan penting yang wajib dijamin dan diwujudkan oleh negara. Khalifah dalam sistem Islam akan memaksimalkan setiap rakyatnya mendapatkan jaminan keamanan sebagaimana posisinya dalam sebuah hadis di sampaikan :
“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” [HR. Bukhari dan Muslim].
Sungguh kita rindu hidup dalam keamanan Islam yang benar-benar menjaga. Hanya dalam sistem Islam sajalah sebenar-benarnya keamanan itu kita dapatkan. Oleh karenanya sudah saatnya kita terus semangat berdakwah mengembalikan kehidupan Islam dalam naungan syariah khilafah.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Chiatha Razzaakia
Aktivis Muslimah
0 Comments