Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Utang Luar Negeri Menurun, Sudahkah Aman?

TintaSiyaai.com -- Pada akhir Oktober 2022, posisi utang luar negeri Indonesia  tercatat sebesar USD 390,2 miliar, turun dibandingkan posisi ULN pada September 2022 sebesar USD 395,2 miliar (Liputan6.com, 15/12/2022).

Sebelumnya BI melaporkan utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan III 2022 menurun dibanding triwulan II. Pada akhir triwulan III ​2022 tercatat sebesar 394,6 miliar dolar AS, turun dibandingkan  triwulan II 2022 sebesar 403,6 miliar dolar AS (BI.go.id, 15/11/2022).

Struktur ULN Indonesia dianggap tetap sehat, karena tetap didominasi ULN berjangka panjang, dengan pangsa 87,4% dari total ULN.  Agar ULN sehat, Pemerintah akan mengelola ULN secara hati-hati. Peran ULN  terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional (BI.go.id, 15/11/2022).

 Jeratan Sistem Kapitalisme

Demokrasi, sistem pemerintahan yang diadopsi di negeri ini berkelindan dengan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ekonomi  yang tegak diatas asas kebebasan kepemilikan modal, investasi, dan produksi. Tanggung jawab negara untuk melindungi kebebasan ini.  Setiap individu atau korporasi berusaha merealisasikan kepentingannya dalam rangka memenuhi kebutuhan atau mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya.

Sementara negara hanya berperan sebagai regulator. Peran negara terbatas di bidang-bidang dan situasi tertentu, seperti memberikan pelayanan sosial, kesehatan atau melarang monopoli untuk mewujudkan keseimbangan.

Maka wajar, distribusi ekonomi hanya diseputar pemilik modal. Segelintir orang menguasai sebagian besar sarana produksi. Dominasi ekonomi merupakan kekuatan untuk menundukkan otoritas politik dan melayani segala kepentingannya.  Kapitalisme juga memandang semua sumber daya ekonomi sebagai subyek yang bisa diprivatisasi. Kondisi ini mengakibatkan negara sebagai representasi rakyat hanya mendapatkan remah-remah ekonomi. Maka wajar, pemasukan negara untuk mengurusi kebutuhan rakyat juga untuk melaksanakan pembangunan,  lebih mengandalkan dari penerimaan pajak dan utang luar negeri. Sumber daya alam sepenuhnya dalam genggaman oligarki.

 Jebakan Utang

Tidak ada makan siang gratis 'No Free Lunch'. Bila ditelaah, utang luar negeri bukan sekedar pinjam-meminjam antar negara, tapi ada implikasi yang mengancam kadaulatan suatu negeri. Ada bahaya jangka pendek dan jangka panjang yang menghadang. Abdurrahman al-Maliki menyebut, ULN merupakan cara paling berbahaya untuk menghancurkan eksistensi suatu negara. 

Bahaya jangka pendeknya adalah ketika utang jatuh tempo, utang harus dibayar dengan mata uang negara debitur, maka negara kreditur harus membeli mata uang ini dengan harga sangat mahal. Akibatnya mata uang negara kreditur akan babak belur. Sementara bahaya jangka panjangnya, negara kreditur akan terperangkap dalam jeratan dan hegemoni kapitalisme global. Bisa dipastikan, tidak ada  kemandirian dalam menentukan kebijakan. Negara debitur akan mengintervensi setiap kebijakan hingga lahir UU untuk melayani kepentingannya.  Selain mengikuti arahan negara debitur, dampak lain yang lebih fatal, menjual barang komoditi berharganya, semisal barang tambang, hingga pelepasan aset negara dan terjualnya kedaulatan negara. Tidak berlebihan jika dikatakan, utang luar negeri sebagai sarana pintu penjajahan gaya baru.

Tampak dari undang-undang yang lahir lebih memihak kepada kaum kapitalis, asing maupun aseng dibanding kepentingan rakyat. Sebutlah UU Omnibuslaw, UU minerba, syarat kepentingan kaum kapitalisme global.

Mirisnya lagi, utang yang diberikan juga tidak lepas dari bunga (riba) yang mencekik. Selain sangat membebani anggaran APBN, riba  diharamkan Allah SWT. Bagaimana negara akan menjadi sejahtera dan berkah, jika dalam melaksanakan pembangunan menghalalkan sesuatu yang diharamkan Allah SWT? 

 Sistem Islam, Bebas Jeratan Utang

Indonesia negara zamrud kathulistiwa. Potensi alamnya sungguh luar biasa, dari potensi hutan, laut, hingga tambang. Sayangnya, potensi yang luar biasa ini belum bisa mensejahterakan rakyatnya. Kekayaan alam yang berlimpah justru dinikmati segelintir korporasi. Semua tak lepas, karena  negara ini dikelola dengan sistem kapitalisme, sistem yang memberi kebebasan seluas-luasnya terhadap individu atau swasta untuk menguasai semua sektor ekonomi. Wajar, kekayaan alam yang melimpah dinegeri ini kurang bermanfaat untuk pembangunan. Struktur APBN dari tahun ke tahun lebih banyak tergantung pada pajak dan  utang luar negeri, sungguh ironis.

Berbeda dengan sistem ekonomi Islam. Islam membagi kepemilikan menjadi kepemilikan umum (rakyat), kepemilikan negara dan kepemilikan individu.  Islam mengharamkan privatisasi sektor-sektor tertentu, dan dengan jumlah melimpah bak air mengalir. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW, yang artinya,

"Kaum muslim berserikat dalam air, api dan padang gembalaan" (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Juga hadits yang lain, 

"Dari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullah  Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan meminta beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam agar memberikan tambang garam kepadanya. Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam pun memberikan tambang itu kepadanya.  Ketika, Abyad bin Hamal ra telah pergi, ada seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukan Anda, apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa’ al-‘idd)”. Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Hammal)”. (HR. Abu Dawud dan al-Timidzi).

Sumber daya alam yang jumlahnya melimpah merupakan salah satu pemasukan baitul mal, yang bisa digunakan untuk mengurusi dab mencukupi  kebutuhan rakyat, seperti pendidikan, kesehatan juga keamanan.  Juga untuk pembangunan infrastruktur, berupa jalan, rumah sakit, gedung sekolah, dan sarana prasarana lainnya.  Selain dari sumber daya alam, ada sumber pemasukan lain, seperti kharaj, fai, ghanimah, jizyah dan 'ushr. 

Sementara utang luar  negeri merupakan alternatif terakhir boleh dilakukan ketika kondisi mendesak.  Itupun dengan syarat tidak ada riba yang diharamkan Allah dan tergadainya kemandirian dan kedaulatan bangsa. 

Utang luar negeri bisa menjadi pintu masuk intervensi negara asing (debt trap). Negara debitur pelan tapi pasti bisa menguasai negara kreditur.  Hal tersebut dilarang dalam Islam, sebagaimana firman Allah dalam Surat an Nisaa 141, yang artinya, 

"Dan Allâh sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman".


 Khatimah

Penerapan sistem kapitalisme akan meniscayakan kooptasi  kapitalisme global terhadap negara berkembang dengan berbagai cara seperti utang luar negeri maupun investasi. 

Hanya sistem ekonomi Islam yang mampu mewujudkan anggaran belanja suatu negara terbebas dari jeratan dan himpitan utang  dan hegemoni kapitalisme global. Dan itu hanya terwujud ketika penguasa mau menerapkan syariat Islam secara kafah.
Wallahu a'lam bishowab

Oleh: Ida Nurchayati
Sahabat TintaSiyasi
Baca Juga

Post a Comment

0 Comments