TintaSiyasi.com -- Baru - baru ini sedang viral Mixue Ice Cream yang gerainya sudah tersebar di hampir seluruh Indonesia. Terdapat pro dan kontra terkait dengan produk ini, banyak masyarakat yang suka dengan Mixue ini namun banyak juga yang ragu untuk membeli Mixue ini, hal ini dikarenakan produk tersebut belum mengantongi sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian Agama RI. Di tengah desas desus makanan yang tidak halal ternyata pemerintah mengeluarkan kebijakan baru tentang produk-produk yang tidak bersertifikat halal, yaitu mengenai produk-produk yang tidak mengantongi sertifikat halal nantinya akan dikenakan sanksi pada tahun 2024 mendatang. Hal tersebut ditegaskan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama. Beritasatu.com (7/1/2023)
Dikutip dari kemenag.go.id (7/1/2022) bahwa waktu penahapan pertama kewajiban sertifikat halal akan berakhir pada tanggal 17 Oktober 2024. Setelah itu, semua produk harus sudah tersertifikasi halal. Kalau belum tersertifikasi tetapi sudah beredar di masyarakat maka akan dikenakan sanksi. Ada beberapa produk yang diwajibkan tersertifikasi halal, Pertama, produk makanan dan minuman. Kedua, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman. Ketiga, produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan.
Kementerian agama juga sudah memberlakukan tarif layanan BLU. Kepala BPJPH Kemenag, Muhammad Aqil Irham seperti yang dikutip di website kemenag.go.id, (16/3/2022)
mengungkapkan bahwa penetapan tarif layanan merupakan wujud komitmen pemerintah untuk memberikan kepastian tarif serta transparansi biaya layanan sertifikasi halal, aqil juga menambahkan bahwa penetapan tarif ini juga sebagai komitmen pemerintah untuk memberikan kenyamanan, keamanan, dan kepastian atas ketersediaan produk halal untuk seluruh masyarakat di Indonesia.
Memang benar dengan adanya sertifikasi halal pada seluruh produk yang beredar di negara ini akan membuat masyarakatnya menjadi aman namun ini berlaku hanya bagi konsumen, bagaimana dengan produsen? Bagaimana dengan mereka yang ingin membuka usaha yang untuk modal usaha saja mereka susah apalagi untuk membuat sertifikat halal?
Susahnya Taat Di Sistem Kapitalisme!
Indonesia merupakan negara dengan mayoritas masyarakatnya adalah muslim, tentu kehalalan suatu produk harus diperhatikan, karena seorang muslim haruslah mengonsumsi makanan halal karena ini merupakan perintah dari Allah SWT, memang makanan halal tidak harus memiliki logo halal, dan agaknya makanan yang berlogo halal pun belum tentu halal di sistem yang hanya mementingkan keuntungan ini. Ini tentu menjadi suatu masalah, karena sekarang banyak sekali beredar makanan luar yang belum memiliki sertifikasi halal. Biaya untuk membuat sertifikasi halal juga menjadi problematika panjang di kalangan masyarakat yang membuat produk tertentu.
Sertifikasi halal seharusnya merupakan layanan negara untuk melindungi rakyatnya atas kewajiban yang ditetapkan oleh syariat. Namun dalam sistem kapitalisme sekuler saat ini, sertifikasi halal menjadi komoditas yang dikapitalisasi dengan biaya yang telah ditentukan oleh pihak tertentu. Agaknya, hanya karena rakyat tidak bisa menyeleksi secara mandiri karena memang ini bukanlah pekerjaan yang bisa dilakukan secara mandiri, penguasa mengambil kesempatan untuk memanfaatkan hal ini untuk mengambil keuntungan darinya.
Inilah wajah negara dengan sistem kapitalisme, yang menjadikan rakyat sasaran pemalakan melalui berbagai cara. Para penguasa memberikan sertifikat halal hanya karena ingin mendapatkan keuntungan semata dan karena faktor ekonomi kapitalistik yang dilahirkan oleh sistem kapitalisme bukan dilandaskan atas dasar keimanan kepada Allah. Ditambah lagi di tengah resesi yang kian menghantui penguasa malah menjadikan rakyat sebagai sasaran untuk dipalak dan dikuras habis hartanya.
Sistem sekuler dengan ide pemisahan agama dari kehidupan telah menjadikan para penguasanya tidak lagi memperdulikan halal dan haram. Sudahlah masyarakatnya direpotkan dengan sertifikasi makanan halal, ditambah lagi makanan haram pun bebas diperjualbelikan dalam sistem ini. inilah akibat dari penerapan sistem sekulerisme, sangat sukar untuk taat jika berada dalam sistem ini. Padahal permasalahan halal dan haram terlebih lagi yang dikonsumsi itu sangatlah berbahaya jika masuk ke dalam tubuh. Dalam Kitab Al-Manhajus Sawi Hal 553 terdapat sebuah Atsar yang menerangkan bahwa barang siapa memakan makanan yang halal maka mau tidak mau anggota tubuhnya akan berbuat taat kepada Allah. Dan barang siapa memakan makanan yang haram maka tidak mau anggota tubuhnya akan bermaksiat kepada Allah.
Kehalalan produk itu merupakan tanggung jawab negara!
Berbeda halnya dengan negara yang ada dalam sistem kapitalisme sekuler, dalam sistem pemerintahan Islam, Negara tidak hanya bertindak sebagai pengawas namun juga mendanai setiap upaya yang akan menjamin produk halal yang beredar di negara tersebut. karena menjamin kehalalan suatu produk adalah tanggung jawab negara kepada masyarakatnya. Dalam Islam negara berperan sebagai penjaga dan pelindung umat, menjamin setiap produk yang beredar itu halal, pelabelan untuk produk halal tidak dijadikan ladang bisnis dengan rakyatnya.
Jaminan kehalalan produk dalam sistem pemerintahan Islam bukan hanya pada produk yang sudah jadi tetapi mulai dari pembuatan bahan, proses produksi, hingga distribusi. Bahkan saat sebuah produk itu dikerjakan, semua produk akan dikontrol, dan akan diawasi oleh para ahli dan ulama. Berbeda dengan sistem kapitalisme yang membebaskan produk yang belum jelas kehalalannya , dalam sistem Islam (Khilafah), seorang khalifah akan mensterilkan bahan-bahan yang haram agar masyarakat tidak bingung dalam memilih apa-apa saja yang harus di konsumsi. Khalifah akan menempatkan seorang hakim (qadhi) untuk melakukan patroli dan jika terjadi pelanggaran oleh produsen yang membuat atau menjual produk haram maka akan dikenakan Sanksi ta’zir, jika ada masyarakat yang melihat pelanggaran tersebut maka boleh langsung dilaporkan ke mahkamah mazhalim.
Semua ini dilakukan oleh khalifah semata-mata untuk melaksanakan seluruh perintah Allah dengan landasan iman, hal ini sesuai dengan firman Allah Ta'ala yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah." (QS Al-Baqarah: 172)
Mungkin muncul pertanyaan, bagaimana dengan orang nonmuslim? Islam membolehkan ahlu dzimmah (orang nonmuslim yang tinggal dalam negara khilafah) meminum minuman keras, memakan daging babi, dan menjalankan segala aturan agama mereka dalam wilayah yang diatur oleh syariat. Jika mereka melanggar maka mereka akan mendapatkan sanksi yang serupa dengan orang muslim. Beginilah khilafah yang tidak mendiskriminasi pihak manapun, memudahkan masyarakat untuk menggunakan ataupun mengonsumsi makanan halal serta memudahkan masyarakat untuk taat kepada perintah Allah SWT. Wallahu’alam bishowab.
Oleh: Nada Navisya
Aktivis Muslimah
0 Comments