TintaSiyasi.com -- Tindakan tak pantas terhadap kitab suci Al Quran kembali terjadi. Kali ini pada qariah Nadia Hawasy pada acara maulid di Kecamatan Cibaliung, Kabupaten Pandeglang. Saat ia sedang membaca ayat suci, sejumlah laki-laki menyawer dirinya dengan uang, bahkan ada seorang laki-laki yang menyelipkan uang di kerudungnya.
Aksi ini pun mengundang kecaman. Nadia sendiri mengaku kesal dan menegur panitia setelah turun panggung. Ia menahan amarahnya sebab tak mungkin ia marah-marah diatas panggung, karena hal itu menyalahi adab kepada Al Qur'an. (Kompas.com)
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis pun ikut geram akan kejadian yang viral di jagat maya ini. Hal ini ia tunjukkan dalam cuitannya pada akun twitter @cholilnafis pada Kamis (5/1). (CNN Indonesia)
Kemarahan dan ketidakridhoan kaum muslimin adalah hal yang wajar dan memang seharusnya terjadi saat Al Qur'an di desakralisasi seperti saat ini. Karena sawer yang identik dengan interaksi penonton dan biduan bukanlah hal yang pantas untuk ketinggian derajat Al Qur'an.
Al Qur'an mulia, dan ia juga memuliakan orang-orang yang membacanya. Dalam sebuah hadist riwayat Imam Muslim Rasulullah Saw bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا ، وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ
“Sesungguhnya, dengan kitab ini (Al Qur’an) Allah meninggikan derajat suatu kaum dan menjatuhkan derajat kaum yang lainnya.” (HR. Muslim)
Maka, adalah satu hal yang niscaya bagi kita untuk memperhatikan adab pada Al Qur'an, terlebih saat membacanya. Lalu, sebagaimana Al Qur'an mengangkat derajat seseorang, maka kita pun harus memuliakan orang-orang ahli Al Qur'an. Dalam kasus ini, seorang qariah seharusnya dimuliakan karena ia membacakan ayat suci Al-Qur'an.
Kecaman Saja Tak Cukup
Walaupun kaum muslimin mengecam aksi sawer qariah ini, hal ini tidak menjamin penistaan agama Islam di hari esok tak akan terjadi lagi. Mengapa?
Karena, penyebab aksi-aksi ini terjadi adalah pengikisan akidah serta kecintaan pada Islam oleh kapitalisme sekulerisme yang menghegemoni hari ini. Sekulerisme yang menjadikan pemisahan agama dari kehidupan sebagai ide dasarnya, mau tak mau akhirnya menggiring umat Islam pada islamophobia sebagaimana yang kita saksikan hari ini.
Maka, selama ide sekuler ini ada dalam diri masyarakat, maka selama itu pula penistaan agama menjadi wajar dilakukan. Sehingga, sebanyak apapun kecaman yang diberikan, pelaku penistaan agama yang selanjutnya tetap akan muncul. Bukan hanya pada Al Qur'an, tapi juga ajaran Islam secara keseluruhan.
Ibarat membasmi gulma, kita tak bisa hanya memangkas cabangnya. Tapi kita harus cabut dari akarnya. Begitu juga dalam menindaklanjuti penistaan agama. Tidak bisa hanya sekadar kecaman, tapi juga aksi nyata sadarkan umat dengan pemahaman tsaqofah Islam dan penerapannya, menghalau hegemoni kapitalis sekuler dewasa ini.
Islam Menyikapi Penistaan Agama
Dalam Islam, seorang muslim yang menistakan agama Islam bisa dikenakan sanksi yang berat berupa hukuman mati. Sebab, menistakan agama Islam bagi seorang muslim membawanya pada kemurtadan yang pantas dihukum mati apabila tak segera bertaubat. Namun apabila ia bertaubat, maka keputusan hukuman diserahkan pada Khalifah. Sedangkan apabila pelaku penistaan adalah orang kafir (non muslim), maka dirinci. Apabila ia seorang kafir dzimmi ( kafir yang tinggal dalam negara Islam), maka jaminannya dibatalkan dan diusir dari wilayah Islam. Sedangkan apabila ia seorang kafir harbi, maka Negara Islam dapat menjadikan hal ini sebagai alasan untuk memerangi negara yang bersangkutan. Begitulah, hanya dalam penerapan Islam kaffahlah Islam dimuliakan. Berharap kemuliaan pada kapitalis sekuler adalah utopia yang mustahil terwujudkan.
Wallahu A'lam bisshowab
Oleh: Asma Za
Aktivis Muslimah
0 Comments