TintaSiyasi.com -- Tidak dapat dipungkiri lagi, perkembangan teknologi mampu menerobos banyak manfaat yang luar biasa namun lebih banyak lagi meninggalkan pengaruh buruk jika tidak bijak menggunakannya. Hal ini dapat dilihat dengan adanya berbagai aplikasi sosial media berselewaran dimanfaatkan konten-konten bukan hal yang bermanfaat.
Contoh saja yang paling banyak digemari bagi semua kalangan yaitu aplikasi TikTok yaitu aplikasi untuk membuat dan menyebarkan beragam video pendek dalam format secara vertikal, yang dimainkan hanya dengan menscroll layar ke atas maupun ke bawah. Hingga disebut aplikasi yang mampu mengubah sosial media dunia.
Aplikasi yang memudahkan bagi yang pengguna dan juga bagi hanya penikmat tontonan. Dapat dilihat juga yang awalnya untuk eksis diri karena banyak pilihan filter dan kini bergeser ke beberapa kepentingan salah satunya muncul benih-benih pengemis.
Pengemis Online di Tik Tok
Fenomena ngemis online sambil mandi lumpur di aplikasi TikTok mencuat ke publik dan mendapat respons tajam. Ngemis online sambil mandi lumpur ini dinilai menjatuhkan nilai-nilai kemanusiaan.
"Meskipun pelaku ngemis online ini tidak mempersoalkan tindakannya, tapi sebetulnya ini kan bentuk degradasi nilai-nilai kemanusiaan.
Menurunkan harkat dan martabat manusia," kata sosiolog Universitas Udayana Wahyu Budi Nugroho kepada wartawan. Menurut Wahyu, seakan-akan konten yang dibuat pengemis online dapat diukur dan mendapatkan keuntungan finansial. Sementara di sisi lain, ada nilai kemanusiaan yang menurut Wahyu juga menurun (newsdetik.com, Senin 16/01/23).
Para pembuat konten memanfaatkan fitur gift TikTok untuk setiap harga yang dipatok. Semakin aneh dan ekstrim yang dilakukan, maka semakin tinggi jumlah koin yang harus diberikan penonton. Bagi beberapa orang hanya menyimpulkan fitur ini hanya sebatas lucu-lucuan menjadi hiburan bagi penonton. Namun banyak yang mengkritik dibalik perlakuan pembuat konten dan penonton serta penganiayaan yang menjadi figur ada dalam konten tersebut.
Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ahsin Sakho Muhammad menyampaikan pandangan soal fenomena mengemis online di TikTok yang ramai diperbincangkan banyak orang. Dia menilai, mencari iba dari orang-orang melalui platform media sosial seperti TikTok adalah perbuatan tidak baik baik secara etika maupun sosial (republika.co.id, 16/01/23).
Seolah itu yang terjadi monetisasi, uang itu kemudian bisa mengukur segala sesuatu, termasuk harga diri, bagaimana kakek-kakek yang sudah renta mandi lumpur, kemudian ibu-ibu di sungai mandi dan sebagainya. Itu adalah sebetulnya menciderai nilai-nilai kemanusiaan kita, sekali lagi meskipun pelakunya tidak mempersoalkan itu.
Eksploitasi terselubung
Konten viral 'pengemis online' di TikTok kemungkinan diorganisir sindikat, kata pengamat sosial. Dengan megeksploitasi individu tertentu atau bahkan kelompok agar tetap menjadi rating teratas aplikasi tersebut.
Dalam sistem kapitalis, apapun dimanfaatkan demi meraih keuntungan materi. Karena tuntutan kebutuhan dan keinginan lifestyle terus diaruskan. Akhirnya kemiskinan pun dieksploitasi menggunakan kemajuan teknologi, meski merendahkan harkat dan martabat diri sendiri ataupun orang lain.
Bahkan ada yang melakukan demi tuntunan gaya hdup masa kini. Fenomena ini menggambarkan masyarakat yang sakit yang hidup di tengah sistem yang rusak, yang tak mampu menyejahterakan rakyatnya.
Ketika masyarakat terpenuhi kebutuhan pokoknya baik sandang, pangan, papan. Hingga kewajiban Negara memenuhinya dalam hal keamanan, pendidikan, dan kesehatan. Masyarakat serta kelompok tertentu tidak akan memiliki akal pendek untuk melakukan aktivitas semacam mengemis online.
Bijak bersosmed, tepis kemiskinan
Perkembangan teknologi seharusnya menjadi wujud kesyukuran yang mampu menolong kinerja manusia, namun pemanfaatannya wajib untuk tetap sesuai aturan yang benar. Tidak dengan memanfaatkan dalam hal-hal tertentu, dengan aksi-aksi ektrim, penampilan pornografi pornografi, pembodohan publik, dan sebagianya.
Solusi tuntas persoalan ini membutuhkan kerjasama semua pihak. Mulai dari individu yang memiliki kesadaran untuk menjaga kemuliaan sebagai manusia, masyarakat yang memberikan kontrol dan juga negara yanag menjamin hidup rakyata dan juga memberikan asaas yang tepaat dalam memanfaatkan teknologi untuk kemajuan banagsa dan kebaikan umat manusia.
Jika dilihat dari sisi individu Negara memiberikan motivasi untuk berusaha dengan jalan halal dan toyyib dalam berusaha untuk mencari nafkah. Di Masa Rasulullah SAW, beliau memberikan solusi pada seorang pemuda untuk berusaha dengan kapak yang dimilikinya. Karena aktivitas mengemis itu dilarang, sebagaimana disampaikan dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِىَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِى وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
“Jika seseorang meminta-minta (mengemis) pada manusia, ia akan datang pada hari kiamat tanpa memiliki sekerat daging di wajahnya.” (HR. Bukhari, no. 1474; Muslim, no. 1040).
Dan tentunya dalam hali ini, peran Negara lebih besar yang tersinkronisasi dengan sistem aturan yang benar yaitu Islam, dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya perindividu secara menyeluruh.
Wallahua’lam bi showab.
Oleh: Sri Ummu Ahza
Pemerhati Masyarakat dan Pegiat Literasi
0 Comments